Pemenang Nobel Shuji Nakamura: Iklim Bisnis Jepang Tidak Ramah Inovasi

2

Shuji Nakamura

Salah satu dari tiga peraih Nobel Fisika 2014, Shuji Nakamura bercerita bahwa dirinya meninggalkan Jepang dan pindah ke Amerika Serikat karena budaya yang menghambat jiwa entrepreneurnya di Jepang.

Berbicara di Santa Barbara, California, Ilmuwan berumur 60 tahun ini bercerita bahwa yang memotivasi dirinya adalah “kemarahan.”

Profesor Universitas California ini juga bercerita mengenai persengketaannya dengan perusahaan tempat dirinya pernah bekerja, Nichia Chemicals yang berposat di Prefektur Tokushima.

“Semua orang bisa mengejar mimpinya di Amerika. Semua orang punya kesempatan yang sama jika berusaha dengan keras. Tapi hal itu tidak berlaku di Jepang, terutama jika menyangkut inovasi dalam bisnis.” Sahutnya.

Nakamura juga berkata bahwa perusahaan Jepang telah gagal dalam menginternasionalisasi diri mereka yang juga menjadi penyebab banyak dari mereka yang kalah bersaing dengan kompetitor asing dalam berbagai bidang seperti telepon seluler, televisi, semikonduktor dan panel solar, meskipun mereka memproduksi produk berkualitas tinggi.

Menurut Nakamura, hal itulah yang menjadi alasan mengapa produk Amerika dan Tiongkok membanjiri pasaran.

Nakamura kembali berpendapat jika perusahaan Jepang tidak segera melakukan reformasi dan mengimplementasikan Bahasa Inggris sebagai bahasa bisnis sehari-hari maka ekonomi akan semakin memburuk.

Nakamura mengembangkan lampu LED yang akhirnya mengantarkannya meraih Nobel Fisika bersama Isamu Akasaki dan Hiroshi Amano. Namun Nichia mengklaim patent untuk produk tersebut pada 1990, tahun di mana Nakamura menemukan teknologi tersebut.

Komersialisasi terhadap lampu LED pada 1993 telah membawa Nichia meraih keuntungan besar. Namun Nakamura sendiri hanya mendapatkan uang sebesar 20 ribu Yen untuk penemuannya.

Nakamura keluar dari Nichia pada tahun 1999 dan pada tahun 2001 mengajukan tuntutan kepada Nichia melalui Pengadilan Distrik Tokyo untuk memperjuangkan hak patennya. Pengadilan akhirnya memerintahkan Nichia untuk membayar 20 milyar Yen sekalipun Jaksa menyatakan bahwa Nakamura seharusnya berhak tiga kali lebih besar dari itu yaitu sebesar 50 persen dari nilai paten yang totalnya sebesar 120,8 milyar Yen. Tuntutan ini pada akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya sebuah penemuan dihargai.

Meski putusan Pengadilan Negeri kota Tokyo yang memenangkan Nakamura sempat menjadi tajuk berita, namun kasus ini berakhir setelah Pengadilan Tinggi Tokyo mengabulkan permohonan banding Nichia. Permohonan banding ini menurunkan tuntutan sebesar 60,4 milyar yen menjadi 600 juta yen, dan pada Januari 2005 Nakamura akhirnya meraih 840 juta yen yang mencakup jumlah tuntutan yang dikabulkan plus denda karena Nichia terlambat membayar.

Tuntutan yang mengejutkan ini pada akhirnya memotivasi para penemu untuk memperjuangkan hak mereka di pengadilan. Banyak dari mereka memenangkan tuntutan atau mendapatkan banding.

Meskipun Nakamura meninggalkan Nichia dengan tidak baik-baik, ia sendiri mengakui bahwa ia sangat menghormati pendiri dan pemilik Nichia, Nobuo Ogawa.

Satu hal yang menarik adalah Nakamura setelah berhasil memenangkan gugatan ke perusahaan tempatnya bekerja, dirinya justru menulis sebuah buku yang berisi mengenai pengakuannya. Buku berjudul Gomen: The last monolog by the inventor of blue LED  ini dikabarkan berisi mengenai penyesalan Nakamura mengapa dirinya sampai menuntut perusahaan yang telah membesarkannya.

Sementara itu, rekan Nakamura sesama peraih Nobel Hiroshi Amano, 54, Profesor di Universitas Nagoya menyatakan kepada wartawan di Prancis bahwa ia senang bahwa penemuan LED ini berdampak positif bagi kehidupan manusia.

“Jika anda percaya akan apa yang anda lakukan, satu-satunya hal yang harus anda lakukan adalah terus mencoba dan jangan menyerah,” kata Amano kepada wartawan.

Rekan sesama penerima Nobel lainnya adalah Isamu Akasaki, 85, Profesor dari Universitas Nagoya dan Universitas Meijo. Berbicara di Nagoya, dirinya mengaku terkejut ketika mendapatkan penghargaan Nobel yang menurutnya sebagai penghargaan paling prestisius.

KAORI Newsline | Sumber

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses