Lanjutan dari halaman sebelumnya.
Bergerilya di Medsos dan Berkolaborasi

Ada banyak cara bagi band untuk bisa bertahan dan eksis pada era sekarang. Linkinfujin berpendapat bahwa media sosial menjadi wadah penting untuk sarana promosi band dan performer. Selain promosi, para band juga bisa berkolaborasi dengan performer lain sperti grup idol, DJ, atau content creator untuk memperluas jangkauan promosinya. Pengunjung lain juga berpendapat para band juga harus tampil dengan gimmick visual yang menarik serta sering-sering berinteraksi dengan fans di medsos (misal dengan membuat sesi QnA alias tanya jawab)
Mengenai promosi band di medsos, salah satu pengunjung lain melihat tren band di daerah tengah naik berkat tren di TikTok. Band-band sendiri masih sering diundang di event-event Malang dan mereka melakukan sejumlah gebrakan seperti berkolaborasi dengan grup idol dan merilis single original, namun sayangnya nama mereka kurang terlihat di medsos. Jika ia menjadi EO, sang pengunjung pun akan mengundang guest star yang namanya lebih naik di medsos. Menyambung hal tersebut, salah satu jalan tengah yang disarankan oleh Masdhito kepada sesama performer adalah bergerilya membuat konten di medsos agar bisa menjaring basis fans sendiri.
Promosi di medsos pun terbukti menjadi jalan “pembuka” para band untuk bisa eksis. Band CounterAttackID dan Kiseki yang awalnya jarang manggung ketika pandemi akhirnya mulai “bergerilya” di medsos dengan merilis konten video cover dan perform, dan nama mereka pun akhirnya kembali naik. Selain konsisten membuat konten, band CounterAttackID juga megungkapkan para band juga harus menggali potensi grupnya masing-masing agar bisa kreatif dalam menarik massa di medsos.
Putar Otak dan Beradaptasi Hadapi Tantangan

Selain di medsos, para band dan performer lain juga harus bisa memutar otak ketika akan tampil di suatu event, karena banyak tantangan yang dihadapi ketika akan manggung. Grup band Kiseki mengungkapkan mereka menyiapkan set equipment dan sound system sendiri jika pihak EO belum memiliki set lengkap di lokasi acara agar mereka bisa tetap tampil di event.
Di sisi lain, ada kritikan dari segelintir warganet dan pengunjung yang merasa band jejepangan cuma membawakan lagu yang “itu-itu saja”. Kevin Wilyan selaku pemimpin redaksi KAORI berpendapat kalau tren lagu pun juga berevolusi. Apa yang menurut kita masih “baru”, bisa jadi sudah dianggap “ketinggalan zaman” oleh generasi baru seperti gen Z/alpha. Dari sudut pandang pengunjung, menurutnya akan lebih baik agar band-band membawakan lagu yang juga diikuti oleh para pengunjung, sehingga mereka bisa menikmat penampilan performernya.
Menanggapi hal tersebut, band CounterAttackID mengatakan sebenarnya tiap band ingin membawakan setlist lagu yang berbeda-beda. Namun karena beberapa event tidak mengadakan sesi technical meeting, mereka pun tidak bisa “tek-tok-an” mendiskusikan setlist masing-masing, sehingga ada band-band yang membawakan lagu yang sama di satu event. Hal ini memang bisa mempengaruhi reaksi penonton ke band yang tampil.
Selain effort lebih ketika manggung (seperti menambah solo gitar agar perform lebih variatif), para band juga harus melek dengan berbagai hal pendukung seperti kualitas sound system panggung. Hanif yang dulu mengaku pernah ikut nge-band mengatakan tiap band jejepangan perlu membawa kru khusus untuk men-setting sound system seperti band-band besar agar bisa tampil maksimal. Selain itu, pihak band juga harus berkomunikasi dengan tim EO untuk membahas layout sound system dan panggungnya.
Selain bermusik, Harun dari Kojitsu juga mengingatkan band agar jangan cuma mengurus musiknya, tetapi juga aspek bisnis dan relasinya. Ia melihat sudah banyak band yang sudah menjual merch-nya sendiri, tetapi memang volume itemnya mungkin bisa perlu ditingkatkan.
Penutup

Selama hampir 3 jam, FGD Forum Anime Indonesia berhasil menghadirkan perbincangan menarik seputar skena band jejepangan di Jawa Timur dari berbagai sisi, yaitu EO, pengunjung, dan tentu saja band serta grup idol sebagai performer. Terdapat berbagai poin menarik yang dapat dipetik dari diskusi ini, yaitu:
- Berubahnya tren performer dari grup band ke idol turut dipengaruhi beberapa faktor, seperti tren idol yang kembali naik di kalangan fans jejepangan, dan tren pengunjung yang lebih menyukai performer yang punya gimmick penampilan menarik.
- Dari sisi penyelenggara event, pihak EO seringkali terkendala dengan budget terbatas dalam membuat event. Grup idol menjadi jawaban karena memiliki fee yang lebih “terjangkau” dibanding band serta bisa membawa massa yang banyak.
- Banyak cara untuk para band agar bisa tetap eksis di skena event jejepangan, seperti bergerilya berpromosi di medsos, berkolaborasi dengan performer lain, dan mengadopsi gimmick menarik yang biasa digunakan oleh grup idol.
- Medsos menjadi wadah promosi penting untuk para band, terutama di era pasca pandemi, agar nama mereka semakin eksis dan dilirik EO event jejepangan.
- Para band juga perlu putar otak dan beradaptasi hadapi tantangan ketika akan manggung, seperti menyiapkan perlengkapan sound system sendiri untuk jaga-jaga, dan band saling berdiskusi agar bisa membawakan setlist yang berbeda.
- Selain skill ketika manggung, para band juga harus melek dengan berbagai hal-hal di belakang layar agar bisa perform secara optimal, seperti kualitas sound system panggung serta aspek bisnis dan relasi agar band bisa survive
- Para penampil (baik itu band, cosplayer, vtuber, grup idol, dance cover, dan DJ) harus mewaspadai tren “race to the bottom” yang membuat fee mereka jadi terlalu “rendah”. Diperlukan titik tengah agar para penampil bisa dibayar secara layak dan pihak EO tetap mampu mengundang bintang tamu sesuai kebutuhan.
KAORI Newsline