Jepang mengumumkan negara itu mengalami defisit perdagangan untuk pertama kalinya selama 30 tahun terakhir. Hal ini merupakan kemunduran bagi negara yang terkenal sebagai eksportir mobil dan perangkat elektronik. Data yang dikeluarkan Departemen Keuangan Rabu (25/1) menunjukkan nilai defisit perdagangan Jepang selama 2011 mencapai 2,49 triliun yen atau sekitar US$32 miliar.
Nilai impor meningkat 12% pada 2011 terutama untuk impor minyak mentah dan gas. Adapun nilai ekspor turun 2,7% dibandingkan 2010 terutama untuk ekspor mobil, semikonduktor dan suku cadang lainnya.
Penurunan kinerja perdagangan Jepang merupakan dampak dari bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi 11 Maret 2011. Akibatnya, Jepang lebih banyak melakukan impor antara lain impor bahan bakar menyusul kerusakan reaktor nuklir dan makanan. Banyak pabrik mengalami kerusakan berat dan jaringan pasokan juga terganggu, termasuk pasokan perusahaan Toyota Motor dan Sony.
Berbagai masalah yang dihadapi kalangan eksportir Jepang diperburuk dengan adanya banjir di Thailand, tempat sejumlah pabrik Jepang beroperasi. Ekspor Jepang juga terkena imbas peningkatan nilai yen yang menyebabkan produk-produk Jepang lebih mahal di pasar luar negeri. Ketidakpastian di Eropa dan Amerika Serikat membuat kalangan investor global beralih ke yen sebagai investasi yang lebih aman. Akibatnya, nilai mata uang yen terangkat.
Para analis mengatakan kombinasi berbagai faktor tersebut berdampak buruk pada kinerja ekspor Jepang ketika Korea Selatan dan negara-negara Asia lain bersaing di pasar yang sebelumnya dikuasai Jepang.
"Hal ini menunjukkan perubahan fundamental dalam ekonomi Jepang, khususnya di sektor manufaktur," kata Hideki Matsumura dari Institut Riset Jepang.
Menurut Takuji Okubo dari Societe Generale di Tokyo, Jepang akan mengalami defisit perdagangan sampai tahun 2014.
KAORI Newsline | via BBC | gambar Euronews