Membangkitkan Harapan 30: Tekad Mencintai yang Harus Kokoro Konek

0

rilispers-garudayana-volcananz

Saya bukanlah penggemar sepakbola sefanatik orang-orang lain. Walau begitu, saya merasa tersentuh dengan Borussia Dortmund yang mampu berdiri dengan kepala tegak meskipun harus kalah dari rekan senegaranya sendiri.

Begitu pula dengan FC Bayern Muenchen. Harus kalah terlebih dahulu setelah sebelum malam Minggu kemarin mereka dua kali mencapai final dan dua kali pula digagalkan. Pendek kata, kedua tim ini adalah tim yang sangat saya respek dan hormati.

Baik, yang tadi cuma komentar soal pertandingan sepakbola belaka. Yang lebih penting dari itu adalah bahwa saya merasakan dalam waktu satu tahun ini, ada banyak hal yang lebih memerlukan perhatian pengguna secara keseluruhan, tidak bisa lagi mentok hanya memohon perhatian staf saja.

Saya mengikuti seminar branding di kampus beberapa hari yang lalu. Seminar ini membuat saya semakin teguh akan pentingnya konsep “positioning” komunitas di tengah-tengah menjamurnya FP-FP gajes, spoiler di mana-mana, society society gajes yang bahkan mereka acuh tak acuh dengan perkembangan anime di Indonesia sendiri.

Pencitraan (yang dibuktikan dengan kerja nyata itu) sudah sangat baik, sampai-sampai orang pun mengenal nama KAORI sebagai salah satu yang “anomali” di Indonesia ini. Mungkin bagi pengguna internal KAORI ini terdengar berlebihan, tapi percayalah, orang lain memandang diri kita lebih baik ketimbang kita memandang diri sendiri. #iklansabun

Lalu komunikasi yang sudah dibangun begitu bagus ini pun tersandung di kalangan internal. Ibaratnya kalau partai, kaderisasinya masih belum mampu menanamkan nilai-nilai partai tersebut (bukan pustun tentunya).

Misal, ada undangan bagi KAORI untuk bermain ke studio dubbing. Tapi responnya tidak terlalu bagus. Atau ada tawaran untuk mengunjungi raja komik Indonesia maupun ke pameran Retro Man, tetapi saya sangat ragu apakah mungkin teman-teman di Daop 1 bisa diajak, karena sepertinya pengetahuan teman-teman (dan bahkan saya sendiri) jimplang, tidak konek, dan khawatir malah bingung sendiri setelah sampai TKP!

Salahkah teman-teman (dan saya sendiri) karena tidak tahu apa itu komik Indonesia? Saya akui itu salah, tapi ada pernyataan menarik yang saya dapatkan dalam acara ngobrol bersama Is Yuniarto dan Galang Tirtakusuma kemarin.

Mungkin karena setelah era 90-an, sempat ada kevakuman sekitar lima-sepuluh tahun dalam komik Indonesia. Awal 2000an adalah kemunculan generasi yang tidak lagi terlalu mengenal Ksatria Baja Hitam, Koo Ping Ho, dan RA Kosasih. Generasi yang lekat dengan serbuan komik dan kartun impor Jepang dan Amerika ini pun mengalami kegamangan identitas.

Masih teringat dalam diri saya ketika Seno Gumira Ajidarma menyindir Tatsu Maki yang lahir di Bandung, dan karena jasanya lah banyak sekali “Indoneshia-sei manga” alias komik gaya Jepang buatan Indonesia. Tapi toh sebagaimana Seno merangkum, baginya tidak penting dari mana asalnya, yang penting adalah bagaimana ke depan.

Pergumulan Is Yuniarto yang mengerjakan Garudayana yang bagi saya, “ini masih manga, tapi sudah cukup ‘lokal!'” lah yang mungkin dialami oleh rekan Kaorin saat ini. Terlalu lama dilenakan manga membuat orang terasing. Akhirnya merasa aneh melihat komik Indonesia dahulu karena terbiasa melihat manga.

Bicara soal kegamangan ini sudah ada sejak dahulu, dan obatnya pun masih terus dicari-cari selama lima tahun belakangan ini. Dengan keluarnya Garudayana dan game bikinan Inheritage, saya merasa ini saat yang tepat untuk membangun dasar ke-Indonesiaan yang baru dan mungkin melakukan rekonsiliasi dengan sejarah komik Indonesia dahulu.

Raja komik Indonesia pun akhirnya harus mengakui bahwa kini komik Indonesia sudah tidak bisa lagi memaksakan diri untuk tumbuh di atas bangunan Hans Jaladara. Nisianya sudah beda, dan dasar komik Indonesia mulai sekarang adalah dari kebudayaan anime Jepang.

Kembali ke konteks KAORI, karena masalah diskoneksi ini sudah begitu sistemik (lebih sepuluh tahun; sudah eksis sebelum KAORI itu ada), saya memohon bantuan teman-teman KAORI agar bisa membantu menyambung diskoneksi ini.

Tidak mungkin hanya saya, saddam, 8devil, atau R10 saja yang ikut dalam menyambung diskoneksi ini. Harus dari kesadaran teman-teman sendiri, maukah teman-teman ikut berjalan bersama. Pun tidak mungkin hanya Daop 1 Jakarta saja yang bergerak karena teman-teman di daerah pun harus kreatif dan semangat untuk membuka ide-ide baru ini. Minimal inisiatif untuk mengadakan gath, berkunjung bersama ke pusat-pusat kreatif maupun acara pameran seperti ini.

Sulit melakukannya dan tentu saja melakukan hal bermanfaat biasanya lebih sulit daripada yang kurang bermanfaat. Nah, seni dari branding itu sendiri adalah bagaimana mengubah agar yang menyenangkan ini terlihat menyenangkan, mengemas pencitraan yang bagus.

Bagaimana yah supaya acara-acara gath bertema seperti ini menarik minat member yang baru, atau yang kurang “in touch” dengan KAORI? Seperti apa pendekatan, konsep, dan cara yang pas supaya mereka ini tertarik mau datang? Karena saya yakin, meskipun mereka tidak tahu apa-apa soal komik Indonesia misalnya, mereka akan datang kalau mereka tertarik dan mau tahu.

Ini salah satu tantangan yang harus kokoro konek. Bila ini bisa gol, pasti akan sangat besar sekali manfaatnya bagi KAORI dan kemajuan anime di Indonesia.

Memang berat, tidak mengenakkan, dan tidak populer, tapi percayalah, ketika hal ini dimulai sekarang, teman-teman di akhir akan dapat berdiri dengan kepala tegak: menjadi bagian dari gerakan mencintai industri kreatif Indonesia. Sejajar posisinya dengan komikus dan artis kreatif Indonesia, dan menjadi penggemar yang akan diteladani masyarakat sehingga industri kreatif Indonesia akan kembali mendapat tempat di negerinya sendiri.

Shin Muhammad
Administrator KAORI

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses