Parakin Sebagai Kapital

Penggemar menikmati handshake dengan personel Kamen Joshi.

Dalam industri media hiburan, fans dan penonton merupakan salah satu indikator dari valuasi ekonomi dari sang idola. Banyaknya fans dan penonton akan membuat market yang berkelanjutan. Fans sebagai konsumen akan membeli produk dari sang idola dan bahkan fans yang dalam jumlah besar juga dapat menjadi sarana promosi bagi produk-produk lain yang dapat diiklankan oleh si idola. Ini berarti hubungan parakin yang baik merupakan hal vital dalam ekonomi idol jepang.

Untuk menjaga image parakin yang dekat pada fansnya, pihak manajemen mengontrol kegiatan sehari-hari seorang idol dengan memberikan aturan yang harus diikuti. Di antaranya seperti manajemen baru memberikan tawaran pekerjaan kepada idol dalam jeda waktu yang cukup singkat agar mereka bisa fokus dengan pekerjaannya (Sasetsu, 2019).

Idol juga diharapkan bisa menghindari membahas topik-topik yang terlalu berat seperti politik (Oi, 2016). Hal ini mungkin karena topik-topik berat umumnya akan menimbulkan keberpihakan tertentu yang akhirnya dapat melukai hubungan parasosial yang diinginkan, yaitu dekat dan terjangkau oleh semua fans.

Pentingnya Status “Single” Idola: Ekonomi Parasosial

Jika dilihat secara kritis, hadirnya pasangan dari seorang idol akan menciderai hubungan parasosial yang telah dibangun dari imajinasi para fans, yaitu kedekatan artifisial. Ini terlihat dari salah satu aturan yang paling penting bagi idol di Jepang, yaitu larangan untuk berpacaran. Sanksi yang diberikan kepada idol yang ketahuan berpacaran sangat berat dan dapat berpengaruh pada karirnya seperti dikeluarkan dari idol group hingga kehilangan banyak fans.

Kehilangan fans ini kemungkinan besar terkait dengan hubungan parasosial yang telah dibentuk oleh sang idola. Keberadaan pasangan dari si idola akan menutup pemikiran para fans untuk berimajinasi sebagai orang penting dari idolnya. Para fans yang kehilangan ruang berimajinasi dalam hubungan parakin ini kemungkinan akan berhenti “bermimpi” dan kemudian mengurangi kegemaranya akan sang idola.

Sebagai analogi, ketika seseorang yang Anda taksir tiba-tiba memiliki pasangan, Anda akan patah hati dan akhirnya berusaha menghindari melihatnya. Ini dikarenakan imajinasi Anda untuk bersamanya telah tertutup oleh fakta bahwa dia telah memiliki pasangan dan bukanlah Anda. Jika ini terjadi dalam konteks seorang idol dan fansnya, maka kemungkinan besar sang idola akan mengalami penurunan popularitas, penjualan produk serta peluang iklan karena penurunan konsumen.

Alhasil, kehilangan konsumen dan pasar akan membuat nilai valuasi sang idol menjadi turun dan bahkan menjadi hilang. Hal inilah yang kemudian berusaha diantisipasi oleh para produser idol group Jepang menerapkan “Golden Rules” dan membuat sang idola tetap “single” dimata audiens. Dengan menjadi single, ruang para audiens untuk menikmati hubungan parasosial menjadi lebih besar dan lebih logis. Ini dikarenakan menjadi single membuat imajinasi audiens terus berfokus pada probabilita kemungkinan untuk dekat dengan sang idol tanpa terbentur fakta bahwa peran tersebut telah diisi oleh orang lain.

Referensi

Oleh Angga Priancha dan Muhammad Daffa Putra | Angga Priancha adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menggemari dan mendalami topik Kekayaan Intelektual dan Pop Culture | Muhammad Daffa Putra adalah Fresh Graduate dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dengan keingintahuan pada interaksi sosial yang terjadi berkaitan dengan Fandom dan Geek Culture

Artikel ini adalah pendapat pribadi dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.

KAORI Nusantara membuka kesempatan bagi pembaca untuk menulis opini tentang dunia anime dan industri kreatif Indonesia. Opini ditulis minimal 500-1000 kata dalam bahasa Indonesia/Inggris dan kirim ke [email protected]

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses