
Hampir setiap hari, sebagai seorang yang bekerja di luar daerah seperti Jakarta, para commuter harus siap berdesak-desakkan selama di perjalanan. Mereka harus siap bersaing dengan penumpang lain demi mencapai tempat kerja.
Dalam artikel ini, penulis mencoba memfokuskan pada moda transportasi kereta api, termasuk KRL Commuter Line.
Di pagi hari, KRL pertama kali berangkat dari stasiun yang berada di sekitar Botabek menuju Jakarta. Bahkan ketika KRL pertama belum datang, stasiun sudah penuh dengan calon penumpang. Mereka datang lebih awal dengan harapan bisa duduk di dalam kereta. Akhirnya, KRL yang ditunggu pun datang. Ketika pintu dibuka, seluruh penumpang berebut masuk, saling sikut demi mendapat tempat duduk tanpa memperhatikan penumpang sekitar. Seketika KRL langsung penuh, bahkan sesak. Saya hanya berdoa semoga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. KRL yang penuh sesak ini akhirnya berangkat sesuai dengan jadwalnya.
Selama di perjalanan, beberapa penumpang yang tidak mendapatkan tempat duduk lebih memilih duduk di lantai atau menggunakan kursi lipat. Tingkah penumpang ini jelas mengurangi ruang berdiri penumpang. Namun, saya bersyukur semakin lama kesadaran penumpang tentang hal tersebut mulai tinggi. Para Walka (Pengawal Kereta) pun semakin sering mengingatkan penumpang yang duduk di lantai atau menggunakan kursi lipat ini.
Sesampainya di stasiun transit, langkah turunnya penumpang yang akan transit tak semudah membalikkan telapak tangan. Ketidaksabaran penumpang yang akan naik, menghambat keluarnya penumpang. Tragedi saling sikut pun kembali terulang. Sebagian penumpang yang sudah muak dengan kondisi ini, sudah tidak memperdulikan ketidaksabaran penumpang yang naik. Mereka lebih memaksa lagi untuk keluar dari rangkaian.
Masalah lainnya adalah kurangnya perhatian penumpang terhadap penumpang yang prioritas. Beberapa penumpang mengaku tidak melihat penumpang prioritas tersebut. Sebagian lainnya berpura-pura tidur demi tidak diganggu kenyamanannya. Bangku prioritas seakan hanya sekedar nama.
Selain dilarang merokok, di dalam rangkaian kereta pun juga tertera larangan makan dan minum. Larangan ini dilaksanakan demi terjaganya kebersihan kereta dari sampah makanan dan minuman. Namun, beberapa penumpang tetap saja makan dan minum di dalam kereta. Sampah sisa yang ada pun membuat kotor rangkaian. Bungkus makanan dan tissu sering menghiasi lantai dan bangku kereta. Sebagian penumpang memberikan sampahnya kepada cleaning service yang lewat. Meski begitu, peraturan tetaplah peraturan demi kenyamanan bersama.
Di akhir tulisan ini, penulis berharap kita semua bisa menjadi penumpang yang baik. Tidak hanya untuk pengguna KRL, pengguna angkutan umum lainnya juga diharapkan mampu menjadi penumpang yang baik.
Kesabaran dalam memasuki rangkaian KRL memang harus ditingkatkan demi kenyamanan bersama. Tidak perlu memaksakan diri demi mendapatkan tempat duduk, cukup berharap perjalanan KRL tersebut tidak terganggu saja. Ramai tidaknya kereta, lelah tidaknya kita semoga tidak mengurangi keinginan kita untuk memberikan tempat duduk untuk para penumpang prioritas. Sekecil apapun larangan yang ada, setiap penumpang wajib mematuhinya. Di balik larangan tersebut, pasti ada maksud baik dibaliknya.
KAORI Newsline