Para pekerja Jepang sedang berkumpul di XL Hiroba Shimbashi Tokyo
Karyawan kontrak Jepang semakin dipersempit masa kerjanya. Dari semula maksimum tiga tahun dan bisa diperpanjang lagi, kini RUU yang baru dan disahkan Jumat (19/6/2015) di majelis rendah parlemen Jepang, tidak bisa lagi diperpanjang, termasuk 26 tenaga profesional seperti penerjemah dan sekretaris. Kecuali perusahaan yang mengontrak, akhirnya mengangkat dia jadi pegawai tetap perusahaan yang bersangkutan.
Majelis rendah Jepang dengan voting (pengambilan suara) di parlemen Jepang kemarin mayoritas (LDP, Komeito dan partai inovasi Jepang Isshin no kai) menyetujui perubahan RUU tenaga kerja tersebut. Sementara partai oposisi demokrat (DPJ) dan partai komunis semua meninggalkan gedung parlemen boikot tak ikut voting. RUU akan dibawa ke majelis tinggi minggu depan untuk disahkan lebih lanjut dan kemungkinan baru September atau Oktober selesai disahkan lengkap oleh parlemen Jepang.
RUU tenaga kerja ini mendapat tentangan berkali-kali dari oposisi Jepang sejak Desember tahun lalu. Lalu harus ditulis kembali bulan lalu dan ketiga kali barulah bisa disahkan dengan cara voting Jumat kemarin, setelah ribut-ribut di parlemen karena Ketua Sidang, Hiromichi Watanabe akhirnya menghentikan perdebatan dan memutuskan untuk voting segera.
Koalisi pemerintahan memang menguasai kursi parlemen baik di majelis rendah maupun di majelis tinggi, sehingga voting minggu depan di majelis tinggi pun diperkirakan tak akan ada masalah dan RUU akan jadi UU yang baru.
Pihak oposisi mengatakan, kalau RUU yang baru ini akan semakin menguntungkan pihak Perusahaan, dengan mudah mengganti karyawan kontraknya tiap tiga tahun. Sementara bagi para pekerja akan semakin meningkatkan ketidaktenangan bekerja karena setelah tiga tahun pasti berhenti dari perusahaan tersebut dan harus mencari perusahaan lain untuk bisa bekerja.
“Jadi tidak ada ketenangan bekerja,” kata Katsuya Okada, Ketua Partai Demokrat (DPJ) kepada pers sebagaimana dilansir dari Tribunnews.
Sementara itu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe tidak sependapat.
“Justru dengan RUU yang baru ini orang akan semakin mantap bekerja dan semakin spesialis dalam pekerjaannya,” kata Abe.
Data Kementerian Tenaga Kerja Jepang tahun 2013 menuliskan jumlah pekerja kontrak di Jepang sebanyak 1,26 juta orang. Dari jumlah tersebut 490.000 orang atau sekitar 40 persen termasuk kategori 26 pekerja profesional seperti penerjemah dan sekretaris.
Sementara itu kemarin Abe juga meminta maaf kepada masyarakat atas data Badan Dana Pensiunan Jepang yang bocor ke masyarakat sebanyak 1,25 juta.
“Kami mohon maaf sebesarnya akibat kebocoran data tersebut yang membuat keprihatinan di tengah masyarakat,” kata Abe dalam rapat komisi tenaga kerja, kesehatan dan kesejahteraan majelis rendah parlemen Jepang.
KAORI Newsline