Gambar 3: Elevasi jalur MRT CP 106 Setiabudi – Bundaran HI
Gambar 3: Elevasi jalur MRT CP 106 Setiabudi – Bundaran HI

Tidak Takut dengan Banjir

Hal lain yang menjadi daya tarik tersendiri adalah bagaimana strategi PT MRT Jakarta dalam mengantisipasi banjir yang seringkali datang menghampiri kota Jakarta rutin setiap tahunnya. Selain itu, ada siklus banjir besar 5 tahunan yang menjadi ancaman besar bagi wilayah Bundaran HI dan sekitarnya beberapa tahun yang lalu. Calon operator KA bawah tanah pertama di Indonesia tersebut mensiasati hal ini dengan menaikkan level atau ketinggian pintu masuk utama (main entrance) menuju stasiun menjadi sekitar 1 m di atas muka tanah. Hal ini mencegah air tidak masuk ke dalam stasiun.

Belajar dari masa lalu, banjir-banjir sebelumnya termasuk siklus banjir 4 tahunan kota Jakarta tidak pernah mencapai ketinggian hingga 1 m atau lebih dari muka tanah sehingga rangkaian kereta tetap dapat melaju didalam tanah sebagaimana biasanya. Namun untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan semisal banjir besar yang melanda Jakarta akan melebihi ketinggian 1 m, maka ada sistem proteksi lain untuk stasiun, yaitu pintu darurat yang akan muncul dari dalam tanah untuk menutup pintu masuk menuju stasiun MRT, sehingga air tidak dapat masuk melalui main entrance.

Gambar 5: Pintu masuk dan keluar Stasiun Dukuh Atas
Gambar 5: Pintu masuk dan keluar Stasiun Dukuh Atas

Selain itu, letak kepulauan Indonesia yang berada dalam 3 lempengan tektonik besar yaitu, lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia membuat Indonesia rentan dengan terjadinya gempa tektonik. Antisipasi yang telah dilakukan adalah dengan mendesain terowongan bawah tanah agar lebih fleksibel dengan bergerak mengikuti getaran yang terjadi bila terjadi gempa. Tentu saja fleksibilitas yang terjadi tidak dapat terlihat secara kasat mata karena terjadi dalam skala millimeter. Ini akan mengakibatkan pengguna jasa dan pegawai yang berada di dalam terowongan ini tidak merasakan getaran gempa karena teknologi struktur terowongan mampu mengikuti getaran gempa.

Keadaan ini dibuktikan ketika terjadi gempa di Jakarta beberapa waktu yang lalu dengan kekuatan sekitar 5 skala richter, para pekerja MRT yang berada di bawah tanah mengaku tidak merasakan adanya gempa ketika itu. Hal ini berbeda dengan bangunan tinggi yang hanya memaku pondasi di dalam tanah, sehingga bila tanah yang mengelilingi pondasi bergetar maka bagian atas bangunan akan merasakan getaran yang lebih besar daripada yang terjadi di bawah karena ayunan dari struktur bangunan.

Bersambung ke halaman berikutnya

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses