Daisenkai Monogatari: Heavenly Days

0

Daisenkai Monogatari : “Heavenly Days” karya Kyon

Apa yang terbayang olehmu ketika nama Klub Jurnalis terlintas di pikiranmu? Kertas-kertas berhamburan, tinta bertebaran atau minum teh dengan damai sambil membaca majalah?


Seperti di atas? Mungkin ya kecuali bagian akhir.

Tapi hal itu yang kami nyaris kami lakukan bersama di dalam klub. Meski bernama Klub Jurnalis, kami bukan seperti Jurnalis di luar sana yang berlari-lari mengejar berita dan terkadang harus tidur di tepi jalan untuk mendapatkan berita. Logikanya, pemalas sepertiku tidak akan pernah masuk ke dunia seperti itu.

Namun, sejalan dengan waktu aku mulai berpikir bahwa aku merasa ini adalah tempat yang benar-benar menerimaku. Jika mengingat kenangan dimana aku bertemu dengan anggota klub ini, aku merasa bahwa semua seperti mimpi.

Sebelumnya aku tidak pernah berpikir akan masuk ke dalam klub mana pun. Keseharianku di sekolah aku habiskan dengan melamun dan membaca buku-buku. Hingga pada satu hari, ada seorang cewek yang merupakan tipe paling aku ingin hindari datang kepadaku.

Itu adalah kejadian sekitar awal naik kelas 2, dan itu bukan hal yang mudah aku lupakan.

“Kamu disana!”

Seorang cewek sedang berdiri di atas mobil milik wakil kepala sekolah yang mewah. Uuh, itu adalah BMW seri terbaru. Wakil kepala sekolah bakalan mengejarnya hingga ke Alaska.

“Hei, kamu! Aku sedang berbicara denganmu!”

Dia masih berteriak sambil melompat-lompat di atas mobil dan yang menarik perhatianku adalah dia sedang menunjuk ke arahku.

Atau tepatnya kepadaku?

“Jangan celingak-celinguk! Aku memang sedang memanggilmu!”

“Eh? A-aku?”

“Ya! Aku sudah memerhatikanmu selama ini dan aku ingin segera memberitahumu sesuatu yang penting.”

Saat itu, kepolosanku telah membodohiku. Aku berpikir bahwa dia akan menyatakan perasaannya, meski cewek itu sedikit—maksudku terlalu berani dan…gila? Mungkin ini yang disebut terlalu bersemangat.

“Aku sebenarnya selama ini ingin…”

Ini dia! Pernyataan cinta! T-tapi bagaimana aku harus menjawabnya?! Aku tidak begitu mengenalinya dan bagaimana kalau dia ingin jawabannya sekarang??

“Ingin…”

Tidak! Aku tidak boleh membuat cewek ini malu di hadapan banyak orang. Bagaimana pun dia akan menjadi cewek pertama yang akan menyatakan perasaannya kepadaku.

“Aku ingin kamu masuk ke dalam Klub Jurnalis!”

“Aku menerima perasaanmu!”

Selama beberapa menit aku tidak mendengar suara apa pun kecuali angin berhembus dan suara kucing yang berkelahi dari jauh. Selama beberapa menit itu juga akhirnya aku sadar apa yang baru saja diucapkan oleh cewek itu.

“Heh?”

“Yes! Selamat datang di Klub Jurnalis! Tempat di mana segala kebenaran akan terungkap!”

“Kebenaran kepalamu! Kamu baru saja membohongiku!”

“Berbohong? Kapan?”

“Uugh!”

Celaka. Jika aku menjelaskan semuanya, aku akan berakhir lebih daripada sekedar bahan tertawaan. Tapi cewek ini juga salah! Dia menjebakku dengan cara yang berbeda!

Setelah itu, dengan berbagai pemaksaan dan tipu daya lainnya akhirnya aku masuk Klub Jurnalis. Tidak ada yang paling bahagia selain Miyazawa Mei, sang ketua, melihatku bergabung dengannya. Aku tidak tahu dimana potensiku dan aku membiarkan dirinya yang membuktikan kalau aku adalah orang yang tepat.

Lalu, di Klub Jurnalis aku bertemu dengan seseorang yang menurutku sangat keren, dewasa dan…menakutkan. Aku sempat berpikir kalau dia menyeramkan dan punya sikap bossy, tapi ternyata dia sangat baik dan supel. Cowok itu adalah Nitta.

Nitta sangat populer di kalangan para cewek di sekolah dan sebenarnya dia juga cukup berprestasi dalam akademik hanya saja tidak fokus dalam pelajaran. Nitta bertolak belakang denganku sehingga aku sedikit merasa minder berada di dekatnya.

Tetapi seperti halnya Mei yang selalu melindungi anggotanya dengan pikiran dan mulut, Nitta terkadang menggunakan tangan dan kakinya meski dia tidak menyukainya. Tanpa sepengetahuan Mei dan Rin, kami sering membahas topik atau membeli majalah dewasa.

Dan yang terakhir adalah Minamoto Rin, teman kecil sekaligus berperan sebagai kakak angkatku. Berbeda dari Mei dan Nitta yang enerjik, Rin sangat kalem. Meski dia sering melamun dan ceroboh, Rin adalah sosok kakak di dalam klub. Rin adalah satu-satunya orang yang tidak berani dimarahi oleh Mei.

Aku selalu melihat kepada diriku sendiri bagaimana aku bisa berbaur dengan mereka yang jauh lebih hebat dibandingku. Tapi satu hal yang aku tahu, Klub ini adalah yang menyatukan kami semua.

Tuk*

“Hmm?”

“Hei pemalas, sudah sejauh mana kamu melamun?”

Mei berdiri disampingku sambil tersenyum lebar. Kemudian aku menyadari bahwa tidak ada orang lain di klub kecuali kami berdua.

“Mana yang lain? Sudah pulang?”

Mei menggembungkan sebelah pipinya dan dia terlihat manis dan lucu namun dia kembali memukul kepalaku dengan gulungan kertas.

Tuk*

“Kerjamu hanya melamun saja! Kamu lupa kalau kita mau menyebarkan brosur?”

“Ahh, brosur untuk acara sekolah. Aku dengar tapi tidak ingat.”

“Sudah kuduga. Bagaimana klub kita bisa maju kalau anggotanya seperti kamu?”

“Loh, bukannya seharian kamu main Uno dengan Nitta? Kenapa aku yang disalahkan?”

“H-hmph!”

Mei menjadi malu karena aku tahu dia bermain Uno. Aku tidak mau meledeknya karena dia hampir selalu kalah dengan Nitta. Mei bisa mengamuk besar.

“Ayo kita ambil sisa brosur dan menyebarkannya.”

Aku mulai membantu Mei menyiapkan brosur-brosur. Acara sekolah akan berlangsung dalam 1 minggu dan klub kami akan sangat sibuk lebih dari biasanya.

“Tadi aku bermimpi sewaktu pertama kali kamu mengajakku masuk ke dalam klub.”

“Oooh. Kamu sempat salah paham disitu, kan? Huehehe~”

Mei tertawa meledekku. Dia tahu soal aku yang salah paham waktu itu. Sebenarnya kenangan itu adalah salah satu “Peti Pandora” yang membuatku selalu mematuhinya.

“…Ya, terima kasih kepadamu.”

“Jangan marah~ Jodoh ada ditangan Tuhan.”

“Hati-hati. Bagaimana kalau kita berdua adalah jodoh?”

“Hmm. Aku akan mempertimbangkanmu.”

“Sama!”

“Setelah itu aku dikejar oleh wakil kepala sekolah, Eri dan anak buahnya. Padahal mobil itu tidak rusak, hanya perlu di bersihkan sedikit.”

“……”

Menyebalkan seperti biasa. Kenapa harus Mei yang membangunkanku?! Padahal tadi Rin juga ada di klub.

“Lalu, kamu mimpi apa lagi?”

“Berteman dengan Nitta dan menghabiskan waktu-waktu di klub ini. Aku bernostalgia di dalam mimpi.”

“Apakah menurutmu semua itu adalah mimpi yang bagus?”

Aku melihat kepada Mei yang menungguku dengan penuh harapan. Aku tidak perlu berpikir dua kali untuk menjawabnya.

“Ya, tentu saja. Meski aku berharap walau di dalam mimpi, kamu bisa jadi sosok yang berbeda.”

“Haah?! Apa maksudmu?”

“Maksudku punya sifat seperti Rin atau punya badan bagus seperti Eri.”

“Jangan membandingkanku dengan Eri!”

“Aduuuh!!”

Mei mencubit pipiku dengan keras. Aku berusaha keras lari darinya tapi terpojok di pinggir jendela. Tiba-tiba pandangan Mei tidak fokus kepadaku namun dibelakangku. Aku melihat ada banyak pesawat kertas yang berterbangan di langit.

 


“Mei, jangan-jangan itu…”

“NITTAAAA!!! Berani-beraninya melakukan hal itu!”

Wow, Mei marah. Ini akan seru melihat Mei membentak Nitta. Hahaha.

“Itu adalah ideku! Dasar penjahat kelamin pencuri ide!”

“Heh?”

“Ayo, Tomoki! Kita harus cepat-cepat membuat pesawat kertas yang lain sebelum Nitta dan Rin!”

“Jadi ini yang dimaksud dengan ‘menyebarkan’?? Mei, tunggu aku!”

Ini adalah bagian dari keseharian Klub Jurnalis. Klub yang memperkenalkanku dengan sahabat, cinta dan pertualangan.

 

=== The End ===
*cerita ini hanya fiktif belaka, bukan pengalaman pribadi penulis, dan kesamaan nama, tempat, maupun cerita semata kebetulan belaka. Tautan cerita: Heavenly Days

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses