Flashfic: Yume, by luminescence
Mimpi.
Iya, aku tahu kalau aku sedang bermimpi. Aneh sekali.
Tapi aku rasa hal ini tidaklah sepenuhnya aneh. Aku pernah tahu kalau seseorang bisa mengetahui kalau dia sedang bermimpi, lalu menguasai jalan cerita mimpinya.
Hanya saja untuk kali ini berbeda ; beda sekali dengan semua mimpiku yang sudah-sudah.
Karena apa? Karena aku bertemu dengan dirimu lagi, kekasihku.
Kisah kasih yang sempat terputus, dan hal itu sempat membuatku terpuruk cukup lama…
Untung aku segera tersadar, kalau keterpurukan yang terlarut-larut itu tidak akan membawa suatu kebaikan sekecil apapun.
“Halo. Sudah 4 tahun, ya?”
Aku hanya tersenyum mendengar kalimat tanyamu. Aneh, meski kita sudah lama sekali tidak berkomunikasi apalagi bertatap muka, namun, aku tidak mengalami suatu euforia. Aku tetap terpaku dengan memandangi wujudmu lekat-lekat, sebagai bentuk rasa kangen yang paling sopan aku rasa. Dalam momen ini, aku sadari kalau wujudmu sangat rupawan, jauh lebih cantik ketika terakhir kita bertemu dulu.
“Iya, kamu gak kangen?”
Ganti, kamu yang tersenyum lalu tertawa kecil kali ini. Pemandangan nostalgia ini, aku benar-benar rindu akan sunggingan bibirmu yang manis. Tawamu yang tidak pernah gagal untuk meneduhkan hati, juga salah satu aspek yang selama ini kuanggap sangat berharga bagiku…
“Ya pasti kangen, dong. Gimana kabarmu?”
“Baik, kok.”
“Kabar yang lain, adik Nadin misalnya?”
“Baik juga. Kemarin aku ke rumahnya dan masih sehat-sehat. Aku denger dia juga menang lomba debat tingkat SMA.”
Sekali lagi, kau tertawa kecil mendengarnya, pertanda bahwa kau senang dengan kabar itu. Kalau bisa, aku ingin berada di momen ini untuk beberapa waktu.
“Jadi, apakah relung hatimu masih kosong?”
Rupanya kau mencemaskanku, ya? Baik hati dan anggun seperti biasa, wahai kekasihku.
“TIdak apa. Waktu adalah obat yang mujarab. Tapi kadang bisa juga menjadi pedang bermata dua.”
“Ini lagi, omonganmu yang sok filosofis tidak berubah, ya?”
“Kalimatku tadi filosfis, toh? Aku kira biasa aja.”
“Menurutku sih, iya.”
Kembali, kita tertawa lagi. Harus kuakui, benar-benar menyenangkan mengobrol denganmu lagi, meski hal yang sepele sekalipun. Bahkan, aku rasa hal kecil itulah yang sebenarnya merupakan hal yang penting dan terindah.
Kamu menghilangkan senyummu mendengar pertanyaanku. Pandanganmu menunduk dan sedikit kelam. Kemudian, kamu kembali menatapku lagi dengan mengembalikan senyumanmu tadi. Tetapi, senyuman itu adalah senyuman yang biasa kamu tunjukkan kalau dirimu merasa sedih.
“Kalau aku ceritakan apa yang terjadi di sana, aku kira orang jahat di dunia ini gak akan pernah ada.”
Aku terhenyak mendengar pernyataanmu.
“Pinginnya, sih, aku diberi satu hari saja, untuk menghapus segala kesalahanku, apapun caranya.”
Sambungan kalimatku benar-benar memasuki pikiranku. Iya, kamu ingin agar aku tidak akan seperti dirimu. Kamu dengan baik hati berusaha mengingatkanku, bahkan sampai masuk di mimpi sampai seperti ini.
“Bagaimana kalau aku sekarang ikut kamu?”
“Tidak usah. Semua pasti ada waktunya sendiri-sendiri, hanya perlu menunggu saja.”
“Begitu ya…”
“Iya. Sekarang sudah dulu, ya. Masih ada yang membutuhkanmu, kan? Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja.”
Kau mengucapkan kata terakhir itu persis seperti hari terakhir kita bertemu, dengan gestur tubuh seperti itu, senyuman itu, nada dan kata yang sama, meski kau melakukan semuanya lebih enerjik daripada dulu, ketika masih berada di kasur. Aku mengerti kalau ternyata sudah waktunya untuk kita berpisah lagi.
“Baik-baik ya, semoga tetap sehat, dan tetaplah menjadi orang yang baik hati seperti dulu.”
Aku terbangun, dengan kata-katamu yang terakhir berputar-putar di kepalaku.
Tanpa terasa, air mataku turun perlahan. Cukup lama aku terpaku menatap kain jendela yang mulai terang karena tersinari oleh mentari yang mulai meninggi. Semua mimpi yang barusan terjadi masih jelas terekam di memoriku, sebuah kenangan.
Aku tersenyum. Segera kuhapus air mataku dan memulai hari untuk melakukan hal baik, apapun itu. Karena, kamu yang meminta untuk itu ; kekasihku yang sudah tiada.
“Aku akan senantiasa mendoakanmu. Semoga istirahatmu akan semakin nyaman…”
*cerita ini hanya fiktif belaka, bukan pengalaman pribadi penulis, dan kesamaan nama, tempat, maupun cerita semata kebetulan belaka. Tautan cerita : Yume