Bagi sidang pembaca yang menikmati anime di sekitar tahun 2012, mungkin sudah tidak asing lagi dengan Hyouka. Anime yang diadaptasi dari novel yang diterbitkan tahun 2001 itu bercerita tentang Houtaro Oreki yang pemalas namun memiliki kecerdasan untuk menganalisis misteri layaknya detektif. Novelnya sendiri, yang diserialisasikan dengan nama antologi Klub Sastra Klasik (古典部, Kotenbu) sudah terbit 6 volume di Jepang, sementara di Indonesia sudah terbit hingga volume ke-5. Yang unik dari anime ini (selain karena hanya merupakan satu dari dua judul yang ditangani oleh Kyoto Animation di tahun itu) adalah bagaimana pendekatan genre misteri diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bukannya mengambil tema kriminal seperti pada umumnya, sehingga terciptalah sebuah cerita misteri yang santai namun tetap menantang.

Ceritanya yang sedikit “keluar dari kebiasaan” menjadikan Hyouka cukup populer di masanya. Namun perlu diketahui bahwa penulisnya, Honobu Yonezawa, adalah penulis novel misteri yang sering menulis cerita yang cukup serius, bahkan sampai memenangkan beberapa penghargaan misteri. Tentunya kita penasaran bagaimana jadinya kalau cerita Hyouka dibuat lebih serius dari aslinya, misal sampai melibatkan politik dan perang. Menarik untuk membayangkan kalau hal itu benar-benar terjadi.

Faktanya, naskah asli kelanjutan dari Hyouka memang dibuat dengan tema santai, seperti Hyouka yang kita ketahui. Namun sebelum naskah kelanjutan ini terbit, pihak penerbit menghadapi masalah yang menyebabkan naskah tersebut tidak dapat terbit. Lalu bagaimana nasib naskah kelanjutan Hyouka ini?

Rupanya ada penerbit lain yang mau menerbitkan naskah tersebut sebagai sebuah novel yang baru. Maka oleh penulis tokoh-tokohnya diganti, dan ceritanya diubah menjadi “lebih serius”. Ia berubah menjadi novel lain yang keluar dari antologi Klub Sastra Klasik, dengan judul Goodbye Fairy.

Dari Naskah yang ‘Dibuang Sayang’

Sampul Goodbye Fairy Tahun 2016 yang diterbitkan Tokyo Sogensha

Goodbye Fairy (さよなら妖精, Sayonara Yousei) adalah novel misteri yang diterbitkan di Jepang pada tahun 2004 oleh penerbit Tokyo Sogensha. Novel ini pada awalnya ditulis sebagai kelanjutan dari Hyouka di bawah penerbit Sneaker Mistery Club (sub label dari Kadokawa Sneaker Bunko). Namun karena permasalahan di penerbit, novel ini tidak bisa diterbitkan sebagai bagian dari antologi Klub Sastra Klasik. Sampai akhirnya Tokyo Sogensha berminat untuk menerbitkannya, dengan beberapa perubahan dari naskah aslinya. Pada tahun 2020, Penerbit Haru telah menerbitkan versi terjemahan Bahasa Indonesia dari novel ini (yang saya rasa cukup mengejutkan mengingat belum ada terjemahan Bahasa Inggrisnya).

Tokoh utama dalam cerita ini adalah Maya, gadis asal Yugoslavia yang karena sesuatu dan lain hal merantau ke Jepang. Ia ditemukan sedang tersesat oleh dua orang murid SMA Fujishiba, Moriya Michiyuki dan Tachiarai Machi. Setelah ditawari bantuan yang diikuti oleh obrolan sejenak, Maya malah membahas kebiasaan orang Jepang yang menurutnya aneh. Moriya dan Tachiarai pun berusaha menjelaskan hal tersebut, sehingga kemudian terungkaplah bahwa Maya adalah gadis penuh rasa penasaran dengan perbedaan kebudayaan yang ia temui di Jepang. Setelah menemukan tempat tinggalnya untuk sementara waktu, cerita akan berlanjut dengan bagaimana Maya menjalani kesehariannya di Jepang, sekaligus berhadapan dengan berbagai sisi lain kebudayaan Jepang yang ia anggap menarik.

Sekilas ceritanya nampak seperti buku almanak kementerian pariwisata yang dibuat dalam bentuk novel untuk tujuan memperkenalkan kebudayaan Jepang. Tapi perlu diingat bahwa Maya hanya tinggal “sementara waktu” di Jepang, yang itu berarti bahwa suatu hari nanti ia harus kembali ke negeri asalnya di Yugoslavia. Kepulangannya tidak bisa ditawar, dan ini karena beberapa alasan yang menjadikan novel ini cukup serius: Yugoslavia di pertengahan tahun 1991

Pecah Kongsi di Negeri Slav Selatan

Sampul Goodbye Fairy tahun 2004 yang diterbitkan Tokyo Sogensha

Yugoslavia, atau pada waktu cerita di novel berlangsung bernama resmi Socijalistička Federativna Republika Jugoslavija atau Republik Sosialis Federal Yugoslavia, ialah sebuah negara berhaluan komunis yang terletak di semenanjung Balkan, Eropa Timur. Memiliki arti nama “Slav Selatan”, awalnya Yugoslavia adalah sebuah kerajaan yang dibentuk dari wilayah bekas Austria-Hungaria dan Serbia. Pada tahun 1946, di bawah kepemimpinan Josip Broz Tito, Yugoslavia berubah dari kerajaan menjadi Republik Sosialis. Yugoslavia sendiri terbagi menjadi beberapa Republik: Serbia, Montenegro, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, dan Makedonia. Meskipun tergabung dalam satu pemerintahan, setiap republik memiliki suku, budaya, dan agama masing-masing, dengan tiga bahasa yang berbeda pula: Serbia-Kroasia, Slovenia, dan Makedonia.

Pertengahan tahun 1991 merupakan masa yang tidak begitu menyenangkan bagi Yugoslavia. Ini disebabkan oleh nasib negara-negara berhaluan komunis di sekitarnya. Jerman baru saja menjadi negara baru setelah Jerman Timur yang komunis kembali bergabung ke Jerman Barat. Uni Soviet, role model negara-negara komunis yang sedang menghadapi gelombang kudeta oleh republik-republik bawahannya, sedang dalam tahap menuju pembubarannya (Uni Soviet resmi bubar Desember 1991). Yugoslavia, negeri dengan haluan ideologi yang sama, juga sedang berada dalam ancaman yang sama mengingat perbedaan budaya wilayah-wilayahnya, ditambah kesenjangan ekonomi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Negara itu tentu saja berupaya untuk mencari cara mencegah hal tesebut terjadi. Salah satunya caranya adalah dengan mempelajarinya dari negara lain sambil mengirimkan kader-kader muda yang diharapkan menjadi penerus impian Yugoslavia yang satu.

Maya merupakan salah satu orang yang dipilih untuk mengemban tugas itu. Ia datang ke Jepang dalam rangka mempelajari negara itu untuk mengubah perspektifnya tentang dunia, sehingga ketika kelak ia kembali, ia siap untuk menjadi orang yang mampu untuk mempertahankan Yugoslavia dari kehancurannya. Maya sendiri merupakan putri dari seorang diplomat Yugoslavia untuk Amerika Serikat, sehingga tentu ia diharapkan menjadi calon pemimpin di negara itu. Berpindah-pindah negara demi mengikuti jejak ayahnya sudah merupakan kebiasaannya. Meskipun ia datang karena orang tuanya sedang ada pekerjaan di Jepang, ia menolak untuk meminta bantuan kepada ayahnya dan ingin mencoba mempelajari negara itu dengan kemampuannya sendiri. Nantinya kita akan tahu bahwa Maya, selain mendapatkan tempat tinggal di penginapan milik temannya Moriya, ia juga bekerja di tempat itu sebagai pelayan.

Sayangnya, kita semua tahu bahwa sejarah berkata lain. Sebagaimana yang dikatakan Paul Barbado tentang negara-negara di Balkan sebagai “Keluarga paling disfungsional di Eropa”, Republik-republik di Yugoslavia memang jarang akur satu sama lain karena berbagai perbedaan ekonomi dan budaya yang ada. Keadaan ini terus berlanjut hingga 1991, ketika beberapa Republik di Yugoslavia mulai menyatakan diri berpisah dari Federasi. Tentu saja perpecahan negara ini juga diikuti dengan konsekuensi perang, yang publik kenal sebagai Perang Yugoslavia: konflik berdarah yang berlangsung dari 1991 hingga 2001, yang berujung pada pembubaran Federasi Yugoslavia.

Namun kisah Maya tidaklah selalu soal perang. Betul bahwa ia merupakan bagian dari pusaran konflik yang sedang berlangsung di Yugoslavia. Tapi inti cerita dari novel ini bukan hanya soal Yugoslavia. Ia juga tentang bagaimana orang asing melihat Jepang dari sudut pandang yang sedikit berbeda.

Ulasan ini berlanjut di halaman selanjutnya.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses