Dua Bersaudara Muslim ini Membawa “Warna Baru” di Dunia Fashion dan Art di Jepang

0

Dibesarkan dalam keluarga Muslim asal Indonesia di Tokyo, Jepang, dua bersaudara Aufa Yazid dan Ghufron Yazid memberikan perspektif cross-cultural baru di bidang fashion dan art, sembari tetap memegang keyakinan mereka. Aufa yang  mengenakan hijab adalah satu dari kaum minoritas Muslim di Jepang. Namun yang membuatnya spesial adalah gaya fashionnya, fashion Muslim di Jepang.

Aufa adalah bagian dari gerakan fashion sederhana yang banyak terdiri dari wanita Muslim yang ingin mengekspresikan dirinya secara stylist, namuan tetap sesuai dengan norma-norma Islam. Aufa sendiri mengaku bahwa gaya fashion sederhana memang tengah berkembang di Jepang. Apalagi Jepang sendiri memang memiliki tradisi busana wanita yang sederhana dalam bentuk kimono. Apalagi dewasa ini pakaian longgar yang bergaya juga cukup tren.

Di seluruh dunia, sudah banyak merek-merek terkenal yang mulai merambah sektor fashion sederhana. Di antaranya adalah Dolce & Gabbana, yang merilis koleksi hijab dan abaya pada tahun 2016, dan Burberry yang merilis koleksi Ramadan. Di Jepang sendiri Uniqlo juga menjual hijab.

Menurut laporan Thomson Reuters, wanita Muslim di Jepang diperkirakan membelanjakan uangnya sebesar 4 triliun yen, atau sekitar 500 triliun rupiah untuk fashion sederhana di tahun 2015, dan jumlahnya diperkirakan akan terus naik.

Aufa memiliki hampir 70 ribu pengikut di akun instagramnya. Di sana ia kerapkali mempublikasikan foto-foto selfienya dengan beragam busana yang dari gaya jalanan hingga jalanan, yang semuanya disesuaikan secara Islam.

Semua busana yang dikenakan di akun instagramnya ia dapatkan di Jepang. Aufa yakin brand dari negara Islam bukanlah satu-satunya pilihan dalam menerapkan penampilan yang sesuai dengan pandangannya.

Berbeda dengan wanita di Indonesia yang umumnya mengenakaan hijap dengan wanra terang, Aufa memilih warna beige monokrom dan khaki yang lebih sesuai dengan kehidupan sehari-hari di Tokyo.

Dalam berhijab, ia juga kerapkali menyesuaikan gaya hijabnya supaya terlihat seimbang dengan gaya berpakaiannya. Terkadang ia memakai hijab secara ketat, terkadang secara longgar, atau dipadukan dengan topi atau baret.

Walau banyak pihak menuding ajaran Islam cenderung “menindas” kaum wanita, Aufa tidak berpikir demikian. Dia melihat imannya sebagai yang meneguhkan dan membebaskan, tidak membatasi. Ia yakin ada nilai di balik mengenakan hijab. Baginya memilih apa yang perlu dikenakan adalah bagian dari kecantikan, dan hijab adalah salah satu busana untuk tampil secara cantik.

Di lain pihak, Ghufron, kakak Aufa yang juga beragama Islam tidak merasa dirinya terbatasi dengan imannya. Ia berujar bahwa orang tua mereka telah mengajari mereka dasar-dasar dari Islam, namun tidak pernah memaksa mereka untuk mengikuti iman kedua orang tuanya. Sebaliknya orang tua mereka selalu menasehati untuk memikirkan arti hidup mereka. Baik Aufa dan Ghufron sama-sama harus menjalani cobaan yang cukup berat di masa muda mereka, baik di bidang hubungan antar sesama, rencana hidup, hingga identitas mereka, sebelum akhirnya mereka memilih untuk hidup sebagai Muslim.

Sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan di bidang art di Amerika dan Inggris, Ghufron mengaku bahwa dirinya dipengaruhi oleh keterbukaan atas agama dan budaya dari kawan-kawannya, yang memberinya lingkungan di mana semuanya merasa diterima.

Ghufron yang berkerja sebagai kurator di Tokyo Camii, salah satu masjid terbesar di Jepang juga berkarir sebagai artis merangkai bunga. Ia memiliki workshopnya sendiri, dan menerima order membuat buket dan dekorasi untuk momen-momen khusus seperti pernikahan. Ia bahkan juga sempat mendekorasi bunga untuk sebuah toko permata terkemuka di Osaka dan menyiapkan buket bunga utuk hadiah di momen Hari Ibu.

Ia terinspirasi untuk memulai usahanya itu setelah membeli buket bunga untuk ulang tahun pernikahan orang tuanya, hingga akhirnya terinspirasi akan keindahan, juga kerapuhan dari bunga. Baginya mengagumi keindahan bunga adalah bagian dari agama, dan bunga adalah hadiah dari Tuhan. Apalagi di dalam Quran juga dijelaskan untuk melihat dunia, dan mencari tanda-tanda yang telah diberikan Tuhan.

Meski ia juga tidak merencanakannya, namun Ghufron juga merasa bahwa rangkaian bunganya juga merefleksikan aestetik tradisional Jepang, yang dikenal sebagai “wabi-sabi” dan “mono no aware.” Wabi-sabi seringkali diartikan sebagai kecantikan yang hening, simpel, dan sederhana, dengan berbasis kefanaan. Sementara itu Mono no aware adalah ide aestetik yang berbasis pada apresiasi atas empati yang dalam akan keindahan fana yang terwujud dalam kehidupan alam dan manusia, dan karenanya biasanya diwarnai dengan sedikit kesedihan. Pengalaman hidupnya yang tumbuh besar di Jepang inilah yang membuat Ghufron mengagumi aestetik seperti itu, di mana ia juga menganggap bahwa bunga adalah sarana baginya untuk mengekresikan hasratnya akan keindahan, juga agamanya.

Baik Aufa maupun Ghufron sama-sama sepakat bahwa aktivitas mereka bukan hanya untuk diri mereka sendiri, namun juga bagi para muda-mudi Muslim yang tumbuh besar di Jepang, negara dengan masyarakat homogen yang tidak terlalu terbiasa dengan konsep keberagaman.

Ghufron kerapkali menggelar acara di Tokyo Camii setiap bulannya sebagai ajang silaturahmi bagi para muda-mudi Muslim di Jepang. Karena harus diakui, bagi para muda-mudi Muslim di Jepang, Islam adalah agama dari orang tua mereka yang asing bagi mereka. Ghufron berharap apa yang dijalankan olehnya bisa menginspirasi para muda mudi Muslim, dan semakin mengenalkan budaya Islam kepada penduduk Jepang. Ia yakin dengan menunjukkan siapa mereka, dan bagaimana mereka hidup dapat memperkaya masyarakat madani di Jepang.

Aufa yakin daripada mencoba merubah pandangan masyarakt Jepang akan Islam, menunjukkan “keindahan dalam perbedaan” akan mengantar mereka menuju masyarakat yang lebih kosmopolitan. “Kita semua hidup dengan pola pikir yang berbeda. Saya yakin dunia dapat semakin indah dan kaya jika kita saling mengakui satu sama lain,” katanya.

KAORI Newsline | Diterjemahkan dari tulisan Yuka Nakao dalam KYODO NEWS

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses