Ulasan Komik I Sold My Life For Ten Thousand Yen Per Year Vol.1: Berapakah Nilai Hidupmu?

0
Jumyou wo Kaitotte Moratta. Ichinen ni Tsuki, Ichimanen de.
© 2016 by Sugaru Miaki, Shouichi Taguchi / M&C!

Pernahkah kalian merasa hidup kalian tidak ada artinya? Sempatkah kalian memikirkan untuk menjual sisa hidupmu? Ya, itulah premis yang disajikan oleh adaptasi komik Jumyou wo Kaitotte Moratta. Ichinen ni Tsuki, Ichimanen de. atau dikenal juga dengan judul I sold my life for ten thousand yen per year.

Adaptasi komik I sold my life for ten thousand yen per year. berasal dari novel karangan Sugaru Miaki dengan ilustrasi oleh Shouichi Taguchi yang pertama kali dirilis pada tahun 2013 lalu dengan judul Mikkakan no Kofuku atau Three Days of Happiness. Adaptasi komiknya dirilis oleh Shueisha lewat label Jump Comic+ dan dirilis di platform majalah online Shonen Jump+ pada 2016 hingga 2017 sebanyak 3 volume. Komiknya dibuat oleh artist yang sama, yaitu Shoichi Taguchi.

Selain itu komik I sold my life for ten thousand yen per year. telah resmi dirilis oleh M&C! di Indonesia. Volume pertamanya telah dirilis pada 9 September 2020 lalu. Berikut merupakan ulasan volume pertama dari komik I sold my life for ten thousand yen per year.

Sinopsis

i sold my life ten thousand yen
© 2016 by Sugaru Miaki, Shouichi Taguchi / M&C!

Masa kecil sebagai bintang kelas tak membuat hidup Kusunoki jadi sukses ketika dia beranjak dewasa. Kini, Kusunoki tinggal dalam apartemen sempit, dikelilingi barang-barang bekas, dan sering kelaparan.

Gelapnya hidup yang dia jalani seolah mendapat setitik cahaya terang saat seorang memberitahunya ada pekerjaan sambilan yang bisa menghasilkan banyak uang. Syaratnya cuma satu, “menjual hidup”.

Penceritaan Komik – Memaknai Apa Itu Kehidupan

i sold my life ten thousand yen
© 2016 by Sugaru Miaki, Shouichi Taguchi / M&C!

Ceritanya diawali dengan ingatan masa kecil protagonis yaitu Kusunoki. Di kala itu ia bersama dengan teman masa kecilnya yang bernasib mirip dengan Kusunoki, kemudian melanjutkan penceritaan ke masa kini. Dengan kemiskinannya, Kusunoki tidak memiliki apapun selain buku dan CD musik, sehingga ia memutuskan untuk menjual barangnya yang tersisa guna menghidupi kehidupan sehari-harinya. Ia-pun disaranakan oleh petugas toko buku dan CD untuk mencoba menjual “hidup”-nya di gedung yang tidak jauh dari lokasinya.

Dalam gedung tersebut Kusunoki diberikan pilihan untuk menjual “waktu”, “kesehatan”, dan “hidup”. Ia memilih menjual sisa hidupnya dan setelah diestimasikan ia akan hidup selama 30 tahun dan 3 bulan lagi. Bila ia menjual hidup per tahunnya, ia akan mendapatkan 10,000 yen (Sekitar 1,3 juta rupiah). Kusunoki menjual 30 tahun sisa hidupnya dan menyisahkan 3 bulan terakhirnya. Waktu-waktu terakhirnya ia putuskan untuk tidak berbuat apapun. Namun, setelah menyadari bahwa ia masih memiliki beberapa tujuan yang mungkin bisa diselesaikan, ia mencoba menemui teman kuliahnya, teman lamanya, hingga menggali kapsul waktu.

Awalnya saya cukup bingung karena saya pikir tokoh utamanya adalah gadis yang ada di sampul volume pertama, yaitu Miyagi. Namun pembaca akan melihat sisi kehidupan Kusunoki terhadap masa lalunya dan apa yang terjadi pada saat ini. Membaca komik ini membuat saya berpikir lagi apa yang telah saya lakukan selama ini. Apakah hidup saya sudah berguna? Apakah saya bisa bertemu lagi dengan teman lama? Banyak hal yang saya pertanyakan kembali ketika melihat garis kehidupan Kusunoki.

Walau ceritanya tidak begitu suram ataupun sedih, membaca volume pertama komik ini sudah dapat membuat saya merefleksikan kembali apa yang saya lakukan pada saat ini dan sebelumnya. Itulah perasaan yang saya dapatkan ketika membaca komik ini. Namun, entah mengapa bukannya saya menjadi bosan karena mengingat masa lalu itu (dan juga Kusunoki), saya jadi semakin ingin mengetahui Kusunoki dan juga Miyagi ke depannya dalam penceritaan komik ini. Perasaan iba terhadap Kusunoki membuat saya ingin mengetahui apa yang ia lakukan di sisa kehidupannya. Apalagi akhir dari volume pertama ini semakin menambah rasa penasaran saya terhadap masa lalu Kusunoki sendiri. Sehingga dapat dibilang saya menjadi cukup terbawa terhadap penceritaan dunia komik ini.

Penggambaran Komik – Suram Namun Indah

© 2016 by Sugaru Miaki, Shouichi Taguchi / M&C!

Walau ceritanya dapat dibilang cukup kelam, suram, dan membuat saya berpikir kembali terhadap kehidupan saya, saya tidak merasakan kesuraman dalam komik ini, malah saya melihat lebih banyak gambar indah dan indahnya kehidupan ini. Entah mengapa, hal tersebut menjadikan saya sebagai pembaca untuk turut mencintai sisa hidup walaupun nantinya akan segera tiada.

Banyak momen indah seperti melihat kembang api hingga momen spesial antara Kusunoki bersama Miyagi. Ilustrasi akan latarnya sendiri juga digambarkan dengan baik, bahkan saya lebih menyukai latarnya karena digambarkan dengan begitu detil dan penuh dengan objek. Walau ekspresinya di sini digambarkan dengan begitu standar dan datar, saya pikir hal itulah yang membuat komik ini menjadi khas dan unik daripada komik lainnya. Komik ini semakin diperkuat dengan adanya flashback masa lalu yang digambarkan dengan baik, dari segi visual maupun penceritaan.

Kesimpulan

© 2016 by Sugaru Miaki, Shouichi Taguchi / M&C!

Ketika membaca komik ini, banyak sekali hal-hal yang saya ingat akan perjalanan hidup saya saat ini. Membaca komik ini lebih terasa seperti introspeksi diri terhadap masa lalu dan masa kini saya. Entah mungkin ini terasa aneh, tapi saya malah menyukai hal itu. Jarang sekali ada komik yang bagi saya pribadi mengajak pembacanya untuk menanyakan berbagai hal, terutama tentang nilai kehidupan itu sendiri.

Volume pertama komik ini juga dikemas dengan baik mengenai masa lalu Kusunoki dan apa yang akan ia lakukan setelah menjual hidupnya. Mulai dari rasa iba hingga rasa kesal saya rasakan ketika melihat jejak hidup Kusunoki. Hal itulah yang semakin menuat saya mencintai dunia komik ini serta membuat saya semakin penasaran apa saja yang akan dilakukan Kusunoki ke depannya.

Komik ini dibanderol dengan harga 28.000 rupiah (untuk pulau Jawa). Sama seperti komik di rentang harga yang sama, komik ini memiliki kualitas yang serupa dengan digunakannya kertas koran untuk bahan cetaknya. Pada komik yang saya dapatkan ini, kontras hitam dalam percetakannya cukup konsisten sehingga tidak terlihat adanya warna pudar, namun pada bagian sampul saya mendapati bagian yang tertekan (mungkin karena proses penyampulan plastiknya).

Sementara itu dari sisi penerjemahannya sendiri, saya kerap bingung dan harus berpikir dua kali. Entah ini memang dari kata aslinya atau memang kesalahan penerjemahan, namun salah satu contoh yang langsung membuat saya bingung adalah jenis uang yang digunakan. Ya, saya sudah paham bahwa sekarang sudah jarang komik di Indonesia yang mengkonversikan mata uangnya ke rupiah, namun saya cukup bingung ketika harus membaca beberapa ke-tidak-konsistenan dalam penyebutan uang. Pada suatu percakapan kerap disebutkan hanya dalam nominalnya seperti “100-200 Juta”, saya langsung bingung, “itu 100-200 juta yen atau apa?” Lalu berikutnya ada yang mengucap “300 Yen”.

Satu lagi ke-tidak-konsistenan terjadi pada penyebutan hari. Saya cukup bingung sebenarnya Kusunoki memiliki berapa lama lagi untuk hidup. Apakah 3 bulan, Ataukah 3 hari? Ke-tidak-konsistenan ini selalu terjadi dalam setiap halamannya. Ada pada suatu percakapan ia menyebutkan 3 hari namun percakapan lainnya menjadi 3 bulan. Sementara yang saya dapati di internet adalah 3 hari. Untuk yang kasus “berapa lama Kusunoki lagi akan hidup” sangat mengganggu saya dalam membaca komik ini. Semoga saja pada volume selanjutnya hal ini akan menjadi lebih konsisten.

Untuk mengakhiri ulasan volume pertama dari komik I sold my life for ten thousand yen per year, saya sangat merekomendasikan untuk membeli komik ini bagi segala kalangan pembaca. Walau itu terasa cukup luas sekali, namun itulah yang saya rasakan ketika membaca ini. Membaca komik ini terasa seperti mengingatkan kembali pentingnya kehidupan dan menghargai waktu yang terlewatkan maupun momen saat ini. Dalam segi penceritaan sendiri, saya merasa pembaca juga akan semakin tertarik pada kehidupan Kusunoki selagi ia masih hidup. Sampai jumpa juga pada ulasan volume selanjutnya!

KAORI Newsline | Oleh Cakra Bhirawa

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses