Si Huma akan Kembali

0
si huma kembali

Dukut Hendranoto alias Pak Ooq (1920-1978), tak banyak dikenal namanya oleh generasi sekarang. Ia seorang juru gambar di Televisi Republik Indonesia (TVRI) tahun 1950-1960-an. Hobi dan keahlian melukis. Dikenal dekat dengan Presiden Soekarno.

Pak Ooq, sapaan akrabnya, juga mengajar seni lukis kepada anak-anak yang ingin belajar melukis. Ada yang membayar jasanya. Ada pula yang tidak. Tetapi, Pak Ooq tidak mengeluh karena tidak dibayar. Malah menikmatinya. Pada saat ngajar melukis, ia bercerita tentang perang dan sejarah kemerdekaan Indonesia kepada anak-anak didiknya. Cerita sejarah itu menjadi bahan lukisan. Ia senang dan bahagia dengan menjadi pengajar sejarah dan patriotisme bangsa Indonesia melalui lukisan.

Tahun 1955, Dukut Hendratono atas arahan Presiden Soekarno membuat animasi pertama di Indonesia dengan judul Si Doel Memilih. Animasi yang merupakan ajakan untuk ikut pemilu pertama di Indonesia, Pemilu 1955.  Si Doel Memilih adalah kampanye untuk menggunakan hak suara dalam perhelatan politik. Itu adalah buah dari disekolahkannya Pak Ooq di Walt Disney, Amerika Serikat oleh Proklamator Republik Indonesia tersebut.

Pak Ooq berkreasi tepat 60 tahun setelah animasi ditemukan pertama kali tahun 1895 oleh Lumiere Brothers di Prancis. Entah kebetulan atau kesengajaan, ketika menggelar pertunjukan sinematografi di Paris, Lumiere Brothers menjadikan animasi sebagai trik, siasat untuk menemukan rasa ingin tahu yang dicari penonton.

Trik itu kemudian dieksploitasi dan dikembangkan hingga dipakai oleh Arthur Melbourne-Cooper tahun 1899 dalam film animasi pendek dengan teknik stop motion pertama di dunia: Matches: An Apeal. Setelahnya berkembang dengan cepat ke berbagai penjuru dunia dan mencapai era emasnya pada tahun 1920-an.

Walt Disney bahkan sudah mampu memproduksi film animasi panjang berwarna pertama di dunia pada tahun 1937 yang berjudul “Snow White and Seven Dwarft”. Saat itupun, kualitas teknik, visual, cerita, media, dan teknologi menjadi lebih kompleks. Terus dan terus berkembang.

Siapa Huma dan Windi?

Bung Karno, seorang yang visioner, tidak ingin ketinggalan. Ia mengakses perkembangan yang terjadi dan mengaplikasikannya melalui tangan Pak Ook. Namun, film animasi pertama Indonesia yang disiarkan televisi bukanlah karya Pak Ooq itu. Tetapi, Si Huma yang diproduksi PPFN (Pusat Produksi Film Negara) – sebelum berubah nama menjadi Perum Produksi Film Negara (Perum PFN), atas kerja sama dengan UNICEF (United Nations Children’s Fund).

Si Huma diproduksi tahun 1970-an, tapi baru ditayangkan pertama kali tahun 1983 oleh TVRI dan dijadikan sebagai tonggak perkembangan animasi Indonesia.

Tahun 1970-an, animasi Indonesia sesungguhnya sudah mulai berkembang dengan munculnya studio animasi pertama, Anima Indah. Salah satu stafnya adalah Drs Suyadi atau Pak Raden yang kelak terkenal dengan Serial Si Unyil. Studio ini kemundian menghasilkan sejumlah animasi lain seperti Timun Mas, Trondolo dan Batu Setahun.

Si Huma ditayangkan tiga tahun sebelum Pixar Studio, studio animasi computer pertama di dunia didirikan oleh Edwin Catmull dan Alvy Ray Smith tahun 1986 di Richmond, California, Amerika Serikat. Ini salah satu studio animasi terbaik dunia saat ini.

Adalah fakta bahwa tahun 1980-an merupakan puncak perkembangan animasi setelah ditemukanya teknologi digital yang lebih maju. Komputerisasi makin massif. Hal itu membuat Walt Disney terus berimprovisasi dan melesat berkembang. Demikian juga halnya Pixar Studio. Buktinya, muncul animasi panjang seperti Terminator (1984) dan lain-lain hingga Forest Gump (1994).

Sayang di dalam negeri, perkembangan itu kurang disambut dengan gegap gempita sebagaimana di luar negeri. Si Huma yang menandai masa itu, tak banyak penerusnya. Si Huma adalah film animasi yang bercerita tentang dua pertemuan dua remaja: Satu lahir dan dibesarkan di lingkungan perkotaan (Windi) dan satu lagi lahir dan dibersarkan di pedesaan (Huma).

Perjalanan imajinasi pembicaraan mereka (Huma dan Windi) dalam animasi ini menjangkau macam-macam hal. Di antaranya, tentang kemajuan teknologi alat transportasi seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api. Huma dan Windi memotong kayu besar untuk membuat perahu dengan baling-baling diatasnya, lalu perahu itupun dapat terbang di angkasa.

Pemikiran mereka tentang pelestarian hutan agar anak cucu mereka tetap bisa mengenal dan melihat berbagai jenis binatang suatu waktu nanti; tentang embun dan manfaatnya bagi kehidupan manusia; tentang banjir yang sudah banyak melanda masyarakat perkotaan.

Bahkan gambaran Huma dan Windi tentang warga negara Indonesia, negara dengan dasar Pancasila, yang warganya suka tolong menolong dan bergotong-royong, tidak mengenal sekat perbedaan apapun dalam hidup bermasyarakat Harapan mereka untuk mendapatkan pemimpin yang adil, yang digambarkan dalam dioalog keduanya dengan kupu-kupu.

Recovery Asset

Saat ini Perum PFN dalam proses untuk menghidupkan kembali serial Si Huma. Selain jalan cerita yang masih sangat kontekstual dengan situasi Indonesia saat ini, juga sebagai upaya Perum PFN untuk mengoptimalkan asset yang dimilikinya.

Tentu saja akan ada kontekstulisasi dari apa yang terjadi pada tahun 1970-1980-an dengan apa yang terjadi sekarang. Proses penulisan skrip sedang berlangsung dan ditargetkan bisa diproduksi pada akhir tahun 2021 ini.

Selain Si Huma, ada sejumlah asset lain yang sedang digarap oleh Perum PFN dengan tujuan yang sama. Di antaranya adalah Antara Bumi dan Langit (1950), Inspektur Rachman (1950), Djajaprana (1955), Harmonikaku (1979), Kreta Api Terakhir (1981), Pelangi di Nusa Laut (1992) dan Surat untuk Bidadari (1992).

Sangat menarik. Mari menunggu kembalinya Si Huma!

KAORI Newsline | Sumber: PFN (penulis: pefenian)

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses