Tiongkok Mencoba Menumpas Fiksi Erotika Sesama Jenis

0
lgbt
X / errslance

Gelombang penangkapan terhadap penulis fiksi erotika sesama jenis tengah mengguncang Tiongkok. Sejak awal tahun, lebih dari 30 penulis—sebagian besar perempuan berusia 20-an—telah ditahan karena menulis dan menerbitkan karya bergenre danmei atau fiksi romantis sesama jenis. Mereka dianggap melanggar hukum pornografi dengan mendistribusikan konten yang dinilai cabul.

Haitang: Rumah Bagi Karya LGBT

Mayoritas karya tersebut diterbitkan di platform Haitang Literature City, situs yang populer untuk fiksi boys’ love. Platform ini telah lama jadi tempat ekspresi kreatif kaum perempuan Tiongkok dalam menulis cerita yang berpusat pada karakter pria. Di balik genre ini, banyak penulis merasa bebas mengekspresikan diri dan mengeksplorasi identitas di luar batasan sosial tradisional—terutama yang berkaitan dengan LGBT.

Penindasan Hukum dan Trauma Sosial

Dalam laporan yang beredar, penulis menggunakan nama samaran untuk membagikan kisah penangkapan mereka di media sosial Weibo. Dari diinterogasi, dipermalukan, hingga harus mengembalikan “penghasilan ilegal”—semuanya meninggalkan luka yang dalam. Beberapa bahkan ditahan hanya karena karya mereka mendapatkan 5.000 klik—batas minimal untuk disebut “penyebaran cabul” menurut hukum setempat.

Perempuan dan Representasi LGBT dalam Sastra

Para akademisi dan aktivis menyoroti bahwa karya-karya ini bukan sekadar hiburan, melainkan saluran suara bagi perempuan yang ingin menghindari tekanan tradisional dalam peran gender. Dalam banyak cerita danmei, hubungan emosional dan kerentanan pria digambarkan dengan cara yang lebih seimbang, membuat genre ini digemari oleh penulis dan pembaca perempuan yang mendambakan alternatif dari romansa heteroseksual konvensional.

Reaksi Masyarakat dan Ketakutan yang Meningkat

Tagar #HaitangAuthorsArrested sempat viral di Weibo sebelum dihapus pemerintah. Banyak masyarakat mempertanyakan keadilan hukum dan hak untuk berkarya. Meski sebagian besar penulis kini bungkam karena takut, banyak yang tetap menyuarakan tekad untuk terus menulis. Bagi mereka, fiksi LGBT bukan sekadar tulisan, tapi ruang aman untuk menyuarakan mimpi dan identitas.

KAORI Newsline | Sumber

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses