Laporan Khusus: Mengapa AKB48 Seperti Sebuah Agama

11

3982263869_bedc9b3873

Kepopuleran pekerja seni yang dianggap menyamai agama bukan barang baru. Saat The Beatles dalam puncak kejayaannya, John Lennon tahun 1966 sesumbar kalau Beatles lebih populer daripada Yesus.

Kini, pengamat jejaring sosial Satoshi Hamano mengeluarkan pernyataan serupa untuk AKB48, grup idola buatan Yasushi Akimoto yang begitu populer saat ini.

“Atsuko Maeda lebih populer daripada Yesus.” Demikian judul buku yang diterbitkan Hamano. Ia sengaja membuatnya “setengah serius dan sedikit dilebih-lebihkan”, mirip seperti apa yang biasa terjadi di dunia otaku Jepang saat ini.

Dalam wawancaranya dengan koran Asahi, Hamano juga mengungkapkan kemungkinan konsep “idola yang tumbuh bersama penggemar” ini diterapkan di luar negeri.

Berikut wawancara selengkapnya.

———-

Mengapa Anda membandingkan Atsuko Maeda, mantan “center” AKB48, dengan Yesus?

Saya tidak bisa menemukan kata yang lebih pas untuk menggambarkan Maeda, saat dia memberikan ucapan tahun 2011 lalu yang populer itu, “meskipun kalian membenciku, tolong jangan membenci AKB48.”

Kepopuleran AKB48 muncul dari cara kerjanya yang unik, di mana pengkritik grup atau anggotanya secara khusus ikut berperan dalam membentuk karir sang anggota.

Ini model “idola yang tumbuh bersama penggemar” yang sangat unik, sangat Jepang.

Dalam masyarakat di mana kita semakin sulit mewujudkan impian yang dicitakan, orang akan sinis saat melihat seorang gadis biasa bermimpi menjadi seorang bintang. Dia akan jadi sasaran keskeptisan publik dan dibuli di internet.

Bergumul dalam tekanan besar dari kritikus dan orang-orang yang skeptis, gadis-gadis ini mendapatkan kekuatan dan kharisma. Maeda menerima segala pendapat dan kebencian orang akan perannya sebagai “center” AKB48, dan ini membuat kehadiran Maeda terasa “sesuatu banget”.

Dalam buku Anda, Anda juga membandingkan AKB48 dengan sekte ekstrem Aum Shinrikyo, yang menyerang kereta bawah tanah Tokyo tahun 1995.

Kesamaan antara AKB48 dengan Aum adalah bahwa penggemar mereka berbagi sesuatu yang disebut “antusiasme skeptis”.

Di era dengan begitu banyak nilai-nilai, seseorang tidak bisa berpatok absolut pada nilai tertentu. Generasi muda Jepang di masa lalu justru memposisikan dirinya dalam bentuk yang terkesan sepele, absurd, bahkan tidak masuk akal. Inilah inti dari perilaku otaku orang Jepang.

Bagi pengikut sekte Aum, guru merekalah, Shoko Asahara, dan bagi penggemar AKB48, para anggotanyalah yang secara fisik, ekonomi, dan sosio-politik memiliki kedudukan yang amat lemah.

Apa yang membuat AKB48 berbeda dari grup idola lain adalah AKB48 penuh dengan kekonyolan dan lawakan internal. Dikreasikan dengan tangan dingin Yasushi Akimoto yang sebelum mendirikan AKB48, dikenal dengan kreativitasnya dalam skenario untuk acara “variety show”.

Penggemarnya melawak tentang para anggota AKB48 di dunia maya. Namun saya kira ia juga salah satu cara untuk menemukan sesuatu yang serius, atau benar-benar nyata dari sekian banyak hal-hal trivia yang penuh kelucuan.

Judul buku Anda terdengar seperti lawakan internal untuk penggemar AKB48.

Saya menulis buku ini secara serius, karena saya tahu banyak orang yang akan melihatnya sebagai bahan humor belaka, yang biasa ada di kultur AKB48.

Sepertinya ada perpecahan antara pembaca yang menganggapnya serius dan sebagian lain yang menganggapnya kalau saya cuma melawak mengenai fenomena AKB48. Tidak mengejutkan, karena seperti inilah lingkungan AKB48.

Pengkritik akan menyatakan kalau AKB48 cuma sekedar bisnis hiburan belaka, yang tidak bisa dibandingkan dengan agama atau aliran kepercayaan tertentu.

Tentu saja, AKB48 bermotif komersial, namun saya percaya keberadaannya jauh melebihi logika bisnis biasa.

Dua hal pemasaran yang membuat AKB48 unik adalah sesi jabat tangan berkala dan “pemilu”, di mana penggemar yang membeli CD yang dibundel dengan surat suara dapat memilih untuk menentukan anggota-anggota yang akan menjadi pemimpin dalam singel album grup berikutnya.

Dalam sesi jabat tangan, penggemar bisa datang dan berbicara dengan anggota favorit mereka, bahkan dengan mereka yang sering tampil di acara TV. Dalam kegiatan pemilu, penggemar bisa memberikan suara untuk menentukan masa depan anggota dalam dunia hiburan.

AKB48 adalah pelopor “kapitalisme cerdas” yang memasarkan informasi dan produk jasa yang menyentuh perasaan orang-orang di era ekonomi postindustrial saat ini.

Inilah mengapa hanya orang-orang yang ikut serta dalam acara-acara AKB48 yang bisa mengenali, betapa pandangan akhir dari model kapitalisme ini akan terlihat seperti agama atau aliran kepercayaan.

Lihat 100 ribu orang yang rela mengantri hanya untuk berjabat tangan dengan seorang gadis dalam waktu 10 detik, kemudian pergi dengan raut muka begitu senang. Bahkan orang-orang membeli ratusan keping CD yang sama untuk mendukung anggota kesayangan mereka menang dalam “pemilu”.

AKB48 memang tidak punya pemimpin, doktrin, atau filosofi apapun, namun saya tidak bisa menemukan kata selain “agama” untuk menjelaskan fenomena AKB48.

Bagaimana dengan dampak sosialnya?

AKB48 sudah tumbuh lebih dari sekedar ikon otaku. AKB48 sudah dikenal dan didukung masyarakat, bahkan remaja perempuan muda.

Apa yang ditunjukkan AKB48 adalah bahkan seorang gadis biasa bisa menjadi bintang bila ia punya karakter. Ia membuat industri idola lebih mudah diterima sebagai prasarana budaya bagi anak muda.

Di awal bulan ini, saya mendatangi konser N Zero, grup jiplakan AKB48, yang mengklaim dirinya sebagai “rival tidak resmi dari AKB48”. Mereka adalah grup idola bawah tanah yang muncul, mengikuti kesuksesan AKB48.

Mereka tampil dengan biaya mereka sendiri, lagu-lagu mereka ditulis oleh penggemar mereka sendiri karena mereka tidak dapat membayar pencipta lirik profesional.

Memang hanya tiga ratusan orang yang datang menonton, namun pencapaiannya harus disorot, mengingat grup dengan anggota sedikt mampu menarik perhatian banyak orang dan bisa tampil di panggung.

Saya percaya konsep idola amatir seperti ini akan tumbuh, berfungsi sebagai sarana pendidikan bagi anak muda, dan diharapkan mampu menjadi pilihan alternatif berkarir.

Akimoto sudah meluncurkan waralaba AKB48 di Jakarta dan Shanghai. Apa Anda berpikir model seperti AKB48 akan sukses di luar negeri?

Menghina dan menertawakan anak muda terlihat ekstrem di Barat. Model “cinta-benci, mendukung-mencaci” antara anggota dengan penggemarnya seperti ini mungkin tidak akan berjalan baik di Barat.

Namun di Cina dan Korea Selatan, anak muda ikut mengembangkan budaya berinternet yang mirip seperti di Jepang. Mereka membahas dan membuat lelucon mengenai apa yang terjadi saat ini dengan bahasa gaul ala internet. Saya lihat, penggemar JKT48 di Jakarta juga seantusias penggemar AKB48 di Jepang.

Saya percaya akan muncul kebutuhan akan konsep idola ala AKB48 yang menawarkan pengalaman menikmati proses untuk meningkatkan jumlah otaku di negara-negara ini.

Bintang yang populer dari waralaba lokal ala AKB48 ini tidak perlu meniru-niru Maeda. Gadis dengan karakter unik dan kisah hidup yang menarik masyarakat setempatlah yang akan dipilih sebagai bintang di negaranya masing-masing.

Saya pikir, inilah kelebihan model AKB48, yang menawarkan kesempatan sama pada banyak perempuan.

KAORI Newsline | via Asahi Shimbun | foto oleh mizukif

11 KOMENTAR

  1. Yah, menurut saya kalau dibawa serius fenomena seperti ini memang ada.
    Mirip seperti fenomena Haruhi-ism yg dulu sempat menyebar dimana2 (atau mungkin sampai sekarang juga masih?), 48 Group secara terselubung juga bisa disebut seperti itu.

    OOT: Saya jadi ingat tulisan soal AKB48 = Freemason LOL

  2. Mungkin ada benarnya juga. Kita lihat aja yg di teater. Pasti banyak orang yg rela meninggalkan ibadah wajibnya cuman demi Waiting List (WL) teater. Bukan maksud memojokkan penonton teater, tapi beneran ada.

  3. analisaku: fungsi agama adalah memberi kenyamanan dan ketenangan secara jasmaniah dan utamanya rohaniah…
    jepang adalah negara yang beberapa warganya menganut atheis, agamanya kadang ga jelas, kebanyakan ngikut2 situasi sekitar tempat tinggal aja, karena itu maknya keimanan mereka ga kuat, terutama anak2 mudanya.
    terciptanya Idol yang kata Mba Sherly membuat para fans nya berdelusi seakan2 pengen punya pacar atau pasangan kayak sang idol tersebut. (kalo soal delusi, bisa macam2 juga sih ngayalnya)
    juga pastinya perasaan kagum akan kelebihan2 maupun kekurangan yang dimiliki si idol membuat para fans yang tersisihkan dari pandangan masyarakat merasakan mendapat sosok ‘hero’ dari dalam diri si idol tersebut.
    makanya, kebanyakan yang sudah terlalu berdelusi cukup jauh, dan menganggap delusinya itu mmberikan kenyamanan secara rohaniah, itu bisa membuat mereka menjadikannya sebagai agama baru…

    tapi jangan samakan dengan indonesia, mungkin kita memang negara dengan perkembangan tekhnologi yang lambat, tapi,,, kita musti bangga bahwa warga negara kita semuanya sebagian besar memiliki keimanan yang kuat… jadi smoga kita mengidolakan seseorang cukup sebagai idola, bukan sebagai tuhan… best for all fans of JKT48

    • komennya ‘dalem’ mas. perlu garis bawahi “…warga negara kita semuanya sebagian besar memiliki keimanan yang kuat… jadi smoga kita mengidolakan seseorang cukup sebagai idola, bukan sebagai tuhan…” ya moga aja gitu.

  4. Idol itu secara harafiah artinya berhala kan? :)))

    Setuju sama kk Shin-chan. Indonesia punya masyarakat dengan kesadaran agamanya yg kuat, tidak seperti Jepang. Jadi tergantung sekuat apa iman orangnya masing2…

  5. Hamano-sensei, hati2 dengan ucapanmu lho…. Beatles bernasib tragis setelah berkatan seperti itu juga… Udah banyak fakta orang2 bernasib tragis karna itu…

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses