Apakah kalian termasuk orang yang suka “khilaf” ketika berkunjung ke event pop culture seperti Jakarta Toys and Comics Fair 2017 yang diadakan pada tanggal 11-12 Februari 2017 silam? Apakah kalian yang bergerak dalam industri kreatif ingin memperkuat eksistensi kalian melalui merchandise atau wujud 3D yang telah dirancangnya? Semua ada jalan keluarnya selama kalian memiliki tekad yang kuat untuk mencarinya. Salah satunya dengan mendatangi 3D Printing Festival 2017 yang diadakan di pusat kebudayaan Amerika, @america di Pacific Place, SCBD.

Dalam event 3D Printing Festival 2017 kita bisa melihat bagaimana perkembangan industri 3D printing di Indonesia dengan partisipan booth yang berasal dari distributor 3D printer, 3D printing service atau studio, dan komunitas 3D print secara gratis. Selain itu, kita juga bisa menyimak presentasi dari orang-orang yang bergerak atau terlibat dalam industri 3D print, seperti distributor 3D print, perwakilan dari perusahaan software 3D, dan perwakilan dari komunitas 3D print.
Dimulai dari melihat booth, begitu banyak jenis 3D print yang dipamerkan dari booth mereka masing-masing, lengkap dengan cara kerjanya. Dari setiap booth, terdapat teknologi 3D print yang berbeda-beda, ada yang hanya butuh file 3D langsung dari SD card atau USB, ada yang membutuhkan komputer untuk menggerakkan mesin 3D print sesuai perintah file, bahkan yang tak kalah menarik adalah 3D pen, seperti alat tulis biasa namun bisa membuat benda 3D.
Partisipan booth yang berasal dari 3D printing service atau studio juga tidak kalah menarik dengan booth yang berasal dari pengusaha 3D print. Seperti booth salah satu 3D print studio, SugaCube, yang memiliki alat 3D scanner untuk membuat sebuah figur yang berasal dari foto sebanyak 75 angle (sudut) dari 1 kamera/angle, di mana salah satu prosesnya ditunjukkan melalui laptop yang dibawa ke meja booth. Setelah data didapat, proses touch-up harus tetap dilakukan seperti ketika kita melakukan pemotretan di studio foto. Dengan adanya teknologi seperti itu, untuk mengabadikan sebuah momen seseorang juga bisa dibentuk menjadi figur 3D layaknya membuat foto.
Tentunya masing-masing booth memamerkan hasil jadi dari 3D print yang telah dicetak untuk membuktikan bahwa produk 3D print yang mereka bawa bisa mencetak barang-barang sesuai spesifikasinya. Hal tersebut memberi pelajaran bahwa sebelum memutuskan untuk membeli 3D print, pastikan kita mengetahui betul antara spesifikasi 3D print dengan barang-barang yang akan kita buat, sebab untuk mesinnya sendiri dibanderol dengan harga yang sangat mahal. Apabila kita hanya berminat untuk memakai jasanya, kita harus memastikan bahwa karya 3d print yang ingin kita buat sesuai dengan kemampuan dari 3d print service atau 3d print studio tersebut dan tentunya sesuai dengan budget kita, meskipun soal budget, objek yang dibuat dalam software 3D-nya sangat menentukan ongkos 3D print, karena dihitung dari dimensi dan pemakaian filamen (barang consumable) untuk mencetak 3D print tersebut.
Luas area pameran yang kecil tidak berarti pameran ini hanya memerlukan waktu sebentar untuk mengunjunginya, karena event tersebut juga mengadakan presentasi dari panelis yang terdiri dari orang-orang yang terkait dengan industri 3D printing. Mereka yang menjadi panelis semuanya sudah sangat berpengalaman di bidangnya dan itu terlihat dari berbagai karya yang mereka tampilkan dalam presentasi. Selain itu, mereka juga menjelaskan keuntungan dari 3D print untuk menarik minat masyarakat umum lantaran mereka memiliki visi dan misi untuk memajukan dunia 3D printing di Indonesia.
Dimulai dari presentasi mengenai teknologi 3D print dengan panelis Sutenda dari PT Kirana Sakti Komputindo. Beliau mempresentasikan macam-macam teknologi 3D print yang sebaiknya diketahui oleh peminat 3D printing, sebab dari apa yang ingin kita buat dalam 3D print, teknologinya bisa berbeda yang akan berpengaruh terhadap hasil finishing-nya. Berdasarkan presentasi, ada 3 teknologi 3D printing, yakni Fused Deposition Modelling (FDM), Stereolithography (SLA), dan SelectiveLaser Sintering (SLS). FDM merupakan teknologi yang paling simpel lantaran mesin 3D print benar-benar mengandalkan lelehan dari filamen plastik atau kawat logam tanpa melibatkan perangkat lain seperti sinar ultraviolet. SLA merupakan teknologi yang lebih canggih dengan sinar ultraviolet dengan hasil yang lebih detail serta lebih tahan lama dari FDM, namun membutuhkan alat dan bahan lebih untuk finishing-nya sehingga cocok untuk benda yang memiliki detail kecil seperti cincin. SLS memiliki teknologi yang lebih canggih dari SLA karena menggunakan laser, alatnya lebih besar, hasil bisa full colour, finishing butuh alat lebih sedikit dari SLA, namun pengerjaan printingnya jauh lebih mahal. Meskipun teknologinya berbeda, satu hal yang pasti adalah desain dan hasil dapat direvisi kalau terjadi kesalahan, sehingga bisa menekan ongkos biaya manufacturing.

Berikutnya presentasi dari Eliketronics dengan panelis Brilly Nurhalim selaku pengusaha distributor 3D printer. Dalam presentasi tersebut, beliau menjelaskan keuntungan bisnis 3D print dan berdasarkan penjelasan beliau, 3D print itu ibarat kantung ajaib Doraemon lantaran dapat membuat benda hampir apapun. Tidak hanya bisa membuat, tetapi juga memiliki inovasi yang berguna untuk hidup seperti memperbaiki sebuah benda dengan produk yang ia jual yakni 3D pen, sehingga membuat bisnis 3D print juga memiliki peluang yang besar, menjanjikan, dan juga edukatif.
Semenjak proses 3D printing membutuhkan komputer untuk membuat benda, panelis Ali Hamzah, spesialis solusi manufacturing dari Autodesk mempresentasikan software andalannya untuk 3D modelling, namun sebelumnya ia menjelaskan mengenai masa depan membuat sesuatu yaitu manufacturing. Setidaknya ada 3 faktor yang membuat manufacturing memiliki masa depan, yaitu produksi lantaran banyaknya suatu benda yang dibuat dengan 3D print, permintaan generasi modern yang condong kepada selera, dan produk yang pengembangan dan inovasinya memiliki siklus lantaran memiliki lifetime value. Kemudian beliau baru mempresentasikan mengenai software keunggulannya yaitu Fusion 360, lengkap dengan tutorial performance menggunakan softwareyang ia lakoni untuk menarik minat memakai software 3D sebagai bagian dari proses 3D print.
Terakhir dari panelis Adiatmo dari Makernesia, sebuah komunitas 3D print. Awalnya ia berkecimpung di dunia robotik, namun pada akhirnya menjadi komunitas 3D print karena “keajaiban” dari sebuah 3D print, yakni lebih dari sekedar bisa membuat komponen robotik. Goal-nya adalah mengembalikan mindset pembuat benda 3D untuk generasi yang lebih muda di Indonesia ketimbang hanya menjadi konsumen, lantaran Indonesia masih berada di peringkat yang sangat rendah dalam indeks talenta kompetitif secara global.
Dari event tersebut, bisa disimpulkan bahwa 3D print memiliki masa depan yang cerah untuk industri, termasuk industri kreatif, sehingga mendorong negara kita menjadi negara produsen dan tidak melulu menjadi negara konsumen. “Khilaf” untuk sesuatu yang produktif dan memajukan industri, mengapa tidak?
KAORI Nusantara membuka kesempatan bagi pembaca utk menulis opini tentang dunia anime & industri kreatif Indonesia. Opini ditulis 500-1000 kata dlm bhs Indonesia/Inggris & kirim ke [email protected]