Industri Broadcasting acap kali dianggap sebagai sebuah industri yang bergerak cepat dibandingkan dengan industri lain. Jadwal kerja yang tidak teratur serta tekanan kerja untuk dituntut profesionalitas menjadi pondasi dasar bila ingin berkiprah di industri tersebut. Sering kali, hal tersebut menjadi sangat melelahkan dan dapat berujung stres bila tidak dikontrol dengan baik. Salah satu kasus terkini, seorang karyawati TV Tokyo Seisaku, sebuah lembaga penyiaran yang bernaung di bawah TV Tokyo menggugat perusahaanya, setelah bekerja selama 48 hari berturut – turut dengan jam istirahat yang terbatas.
Dilansir dari Soranews, seorang karyawati berusia 51 tahun menuntut perusahaan TV Tokyo Seisaku terhadap tunjangan & gaji yang seharusnya didapatkan. Hal tersebut bermula dari tahun 2017 saat karyawati tersebut berselisih dengan atasanya yang menyebabkan karyawati tersebut dipindahkan ke divisi umum operasional. Meskipun begitu, atasanya tetap memberlakukan beberapa aturan yang diskriminatif kepada dirinya, bahkan sampai mengatur jam istirahat yang diminimalisir.
Tidak sampai di situ, karyawati tersebut yang sebelumnya berperan sebagai produser untuk beberapa acara di TV tersebut tetap menangani pekerjaan tersebut sambil melakukan tugas barunya di divisi umum operasional. Beberapa waktu, ia pernah merasakan bekerja selama 48 hari tanpa berhenti tanpa pulang ke rumah. Wanita tersebut harus merasakan stress dan gangguan mental yang cukup fatal, sampai mengalami traumatik dalam berinteraksi dengan orang lain.
Setelah mendengar kasusnya, Kantor Standar Tenaga Kerja Mita, Tokyo menyatakan bahwa kondisinya memenuhi syarat sebagai cedera psikologis di tempat kerja. Pengacaranya telah mengumumkan bahwa dia menuntut TV Tokyo Seisaku untuk upah lembur yang belum dibayar, dan juga mempertimbangkan untuk mencari ganti rugi tambahan sebagai kompensasi atas pelecehan di tempat kerja yang telah dialami akibat peraturan – peraturan diskriminatif oleh atasanya.
Sementara itu, TV Tokyo Seisaku membatah tuduhan yang dilayangkan oleh mantan karyawati tersebut. Namun menolak untuk menjawab secara spesifik apa yang sebenarnya terjadi saat gugatan tersebut sedang berlangsung di pengadilan.
Kaori Newsline