Dalam sebulan terakhir (April-Mei 2015), terjadi dua peristiwa anjloknya kereta api (KA) di lintas Manggarai – Jatinegara, Jakarta. Walau pelayanan KA di Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik, tetapi masih ada masalah-masalah dalam keamanan dan keselamatan kereta api yang perlu diperketat.
Pada umumnya bila membahas KA terbaik di dunia, nama Jepang identik dengan layanan, keamanan, dan keselamatan kereta api terbaik di dunia. Selama lima puluh tahun, belum pernah terjadi kecelakaan tabrakan kereta Shinkansen. Tapi pada suatu masa, kereta api Jepang pernah ada dalam kondisi mirip dengan kereta api Indonesia atau India. Peristiwa kereta api baik anjloknya kereta maupun kecelakaan parah pernah menjadi hal yang sangat umum di Jepang pada era 1950-1960-an. Bagaimana Jepang menghadapi era “kegelapan” seperti ini?
Pembukaan jalur KA pertama di Jepang yang menghubungan stasiun Shimbashi di Tokyo dengan stasiun Yokohama menjadi titik awal sejarah perkeretaapian di negeri seruni tersebut. Dengan bantuan Inggris, kereta api menjadi tulang punggung penggerak industri Jepang. Boleh dikatakan industri itu digerakkan oleh kereta api dengan pembangunan jalur sibuk seperti Tokaido Main Line (Tokyo-Kobe-Kyoto-Osaka), Sanyo Main Line (Kobe-Shimonoseki) dan Tohoku Main Line (Tokyo-Sendai-Aomori) yang selesai pada 1869.
Ketika jalur kereta api semakin padat, diperlukanlah sistem keamanan dan keselamatan yang memadai sehingga kereta api bisa melaju dengan baik dan mulus. Berikut ini adalah gambaran kecelakaan perkeretaapian terbesar di Jepang, di era JNR (Japanese National Railway/Nippon Kokuyuu Tetsudou/semacam PNKA-nya Jepang)
PLH Kawashima, 3 Mei 1962

Tabrakan karambol ini terjadi ketika sebuah KA barang (KA 287) tujuan Mito melewati sinyal merah stasiun Kawashima di jalur Joban. Untuk menghindari tabrakan beruntun dengan kereta penumpang di depannya, sistem wesel otomatis pun membelokkan KA ke jalur yang kosong, namun karena KA berjalan terlalu cepat, maka terjadilah anjlok.
Rangkaian KRL tujuan Toride (KA 2117H) yang berangkat dari Ueno menghantam gerbong barang yang anjlok tersebut. Sampai sini belum ada korban meski penumpang terpaksa dievakuasi ke stasiun berikutnya. Petugas stasiun sibuk menangani tabrakan penumpang dan lupa memberi pemberitahuan bahwa telah terjadi kecelakaan di lintas.
Karena kealpaan dan miskomunikasi ini, tujuh menit kemudian rangkaian KRL dari arah berlawanan (KA 2000H) menghantam KA 2117H ini. Satu gerbong terlempar dan tiga lainnya tergelincir dari rel, menghantam penumpang KA 2117H yang sedang berjalan tersebut. Korban tewas 160 orang dan 296 lainnya terluka.
Tindakan Setelah Kecelakaan
Kesalahan ada pada tidak dipenuhinya reglemen oleh petugas di stasiun dan oleh masinis. Namun, semakin padatnya angkutan di lintas (utamanya di lintas Joban yang notabene jalur sibuk, meskipun saat itu lintas Joban sudah dilengkapi dengan double-double-track) menyebabkan JNR tidak bisa lagi mengandalkan mekanisme manusia untuk menangani keamanan lintas.
JNR memerintahkan pemasangan ATS (Automatic Train Stop) sebagai mekanisme sistem keamanan di seluruh lintas sibuk JNR. Sistem ATS pun terpasang di semua lintas JNR pada April 1966.
Sistem ATS memungkinkan kereta untuk berhenti otomatis jika terdeteksi adanya pelanggaran prosedur (seperti kesalahan sinyal, kereta yang melewati sinyal merah, deteksi kelebihan batas kecepatan, dan lainnya). Sistem ATS selanjutnya dimutakhirkan dengan sistem ATC (Automatic Train Control) yang mampu mengontrol kereta sehingga dapat meningkatkan ketepatan waktu.
PLH Tsurumi, 9 November 1963

PLH terjadi ketika sebuah gerbong dalam rangkaian KA barang mengalami anjlok. Gerbong ke 43 dan 2 lainnya ini menutupi lintasan di Tokaido Main Line, yang saat itu sudah memiliki empat jalur (double-double track). Akibatnya, dua buah rangkaian (yang satu menuju Tokyo dan yang satu menuju Yokohama) pun menabrak gerbong yang anjlok ini, menyebabkan 162 orang tewas dan 120 terluka.
Tindakan Setelah Kecelakaan
Investigasi oleh JNR saat itu tidak menemukan masalah di lintasan, gerbong, maupun dalam operasional. KA barang berjalan sesuai batas kecepatan (60km/jam), dan tidak ada hal yang abnormal di jalan rel. Rangkaian pun tidak mengalami kerusakan maupun diduga mengalami kerusakan yang berkontribusi terhadap terjadinya anjlok.
RTRI (Railway Technology and Research Institute, divisi litbang-nya JNR) mengadakan penelitian selama lima tahun dengan spesifikasi jalan rel, gerbong, dan prosedur operasional yang serupa. Hasilnya, ditemukan bahwa uji dan pengecekan rangkaian dan lintas yang biasa dilakukan saat ini pun tidak lagi memadai.
Semua komponen memiliki kontribusi terhadap kecelakaan.
Biasanya, jalan rel dan rangkaian KA/KRL hanya dicek dengan uji statis di depo sebelum dijalankan. Uji statis tidak dapat mendeteksi faktor-faktor di luar hal-hal normal. Karenanya, uji statis saja tidak dapat menghindari kecelakaan yang merupakan kombinasi dari berbagai faktor.
Mulai saat itu inspeksi statis baik lintasan dan rangkaian KA/KRL pun dilengkapi dengan uji dinamis yaitu pengecekan berkala kereta api di lintas dengan dijalankan. Persyaratan kelayakan jalan KA/KRL pun dinaikkan mengingat jalur yang semakin sibuk dan meningkatnya batas kecepatan kereta api.
Apa yang bisa dipelajari?
Bila ada kemauan, rentetan kecelakaan karena hal “sepele” ini bisa dihindari. Sistem keamanan yang tinggi dan perawatan yang baik merupakan jalan terbaik untuk menghindari kecelakaan KA, bukannya menurunkan batas kecepatan di daerah tersebut.
PT Kereta Api bisa berbenah dan meningkatkan kualitas pengawasan jalur dan lintas, walau dengan terbatasnya sarana dan prasarana membuat hal ini sulit dilaksanakan. Pemerintah sebaiknya memberikan dukungan baik berupa regulasi maupun investasi peralatan baik sarana (kereta ukur) atau prasarana (alat-alat di depo kereta api) untuk bisa menyelesaikan masalah paling mendasar dari kereta api selama ini.
KAORI Newsline | oleh Kevin W
Kamus istilah:
PLH = peristiwa luar biasa hebat, kejadian kecelakaan kereta api yang biasanya menyebabkan korban jiwa atau luka
KA = kereta api
KRL = kereta listrik, kereta yang digerakkan dengan tenaga listrik
Depo = tempat kereta api disimpan dan dilakukan perbaikan-perbaikan ringan