Ulasan Anime Tamako –Love Story–

2

Salah satu film yang dihadirkan dalam Japanese Film Festival 2015 di akhir November lalu adalah film animasi Tamako –Love Story yang diproduksi oleh studio Kyoto Animation. Film yang aslinya dirilis tahun 2015 ini menghadirkan kembali karakter-karakter dari seri televisi Tamako Market yang tayang di musim dingin 2013. Sebagaimana seri televisinya, film ini kembali disutradarai oleh Naoko Yamada (K-On!, Koe no Katachi), dengan naskah dari Reiko Yoshida (K-On!, Aria, Tamayura), bersama Yukiko Horiguchi (K-On!, Lucky Star) sebagai desainer karakter dan animation director.

tamakolovestoryDalam film ini, Mochizō, teman masa kecil Tamako yang tinggal di seberang rumahnya, sedang galau. Ia telah memutuskan untuk pergi ke Tokyo untuk melanjutkan belajar mengenai film. Namun sebelum pergi, ia ingin terlebih dulu mengungkapkan perasaannya kepada Tamako yang selama ini ia pendam. Bagaimana Mochizō akan menyampaikan perasaan tersebut, dan bagaimana Tamako akan menanggapinya?

Tamako 1Film Tamako –Love Story ini adalah sebuah karya yang menarik. Karakteristik dari konten dan penyajian film ini membuatnya tidak sesuai diapresiasi dengan pakem penilaian yang menempatkan “cerita” sebagai unsur utama dari suatu anime atau film pada umumnya. Bukan berarti film ini tidak ada ceritanya atau ceritanya jelek. Tapi saya merasa hal yang esensial dari film ini akan terlewatkan jika menempatkan “cerita” pada posisi utama dalam penilaian. Animasi pada dasarnya adalah suatu bentuk ekspresi (hyōgen suru) melalui seni gambar bergerak. Dan subyek yang diekspresikan melaluinya bisa beragam, tidak selalu merupakan suatu cerita.

Tamako 2Dalam Tamako –Love Story ini, perasaan campur aduk masa remajalah yang terasa kuat terlukiskan olehnya. Tekad untuk mengejar impian, keraguan mengenai masa depan yang belum pasti, kebimbangan menghadapi perubahan, kecanggungan insan yang sedang dirundung rasa cinta, emosi-emosi itulah yang terasa melalui karya animasi ini. Lukisan animetik dari kegelisahan remaja ini menggulung aspek-aspek lainnya untuk menjadi bagian darinya. Animasi karakter, karakterisasi tokoh, interaksi antar karakter, dialog dan pengisian suara, musik dan tata suara, efek kamera, cerita, humor, dan lain-lainnya; semuanya menjadi warna yang berpadu bersama.

TamakoMaka film ini perlu dihayati dengan menghanyutkan sepenuh perasaan dalam emosi yang meliputi keseluruhan aspek film ini; dalam gerak-gerik karakter yang digambarkan dengan fokus, percakapan sehari-hari yang terkadang berakhir gaje, lagu cinta yang konyol namun tulus, penggambaran lingkungan yang detail dan hidup melalui interaksi karakter yang menempatinya, drama yang dibawakan dengan ringan tanpa kesan cengeng. Walau tidak memberikan kejutan-kejutan besar, namun alunan aspek-aspek tersebut tetap merajut suasana yang berwarna-warni. Seperti pengalaman masa remaja yang seperti tidak tentu arah, kadang terasa gundah, kadang menggembirakan, atau kadang malah menggelikan. Menyesuaikan diri mengikuti alunan irama film ini terasa manis.

Tamako –Love Story adalah sebuah film remaja yang baik. Lukisan emosi masa muda yang ia tampilkan terasa pas dan mengena. Kyoto Animation mungkin sering dianggap menghasilkan karya berisi moeblob yang cuma disukai oleh maniak. Namun jika dipahami tanpa prasangka yang menghakimi, hal itu tidak tepat. Dua orang penonton perempuan yang duduk di sebelah saya nampaknya menikmati film ini. Dan bahkan saat melihat tingkah laku Tamako atau teman-temannya, mereka sesekali berkomentar “ini cewek banget.” Tidakkah itu berarti film ini mengandung hal yang dapat diapresiasi oleh kalangan remaja secara lebih luas?

KAORI Newsline | oleh Halimun Muhammad

2 KOMENTAR

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses