Opini: Memperbaiki Hal-Hal Kecil Dalam Event

0

Artikel ini adalah bagian dari laporan KAORI di Wonder Pop Matsuri Malang, 13 Maret 2016.

Bagian 1: Dengan Beragam Kegiatan, Wonder Pop Matsuri Malang Dipadati Pengunjung
Bagian 2: Mika Kobayashi Sambut Penggemarnya di Wonder Pop Matsuri 2016
Bagian 3: Meriahnya Stan KAORI di Wonder Pop Matsuri Malang
Bagian 4: Opini: Memperbaiki Hal-Hal Kecil Dalam Event

“Setiap hari adalah hari keselamatan bagi saya karena keselamatan tidak pernah mengenal libur.”

Kata-kata tersebut sering saya lihat dalam proyek-proyek, terutama yang kontraktornya perusahaan Jepang atau bekerja sama dengan Jepang. Begitu pula ketika masuk ke dalam proyek tersebut, imbauan akan keselamatan tidak pernah bosan diperdengarkan. Kalau saja keselamatan begitu penting dan fundamental dalam sebuah proyek, semestinya pelayanan diperlakukan sama dalam sebuah acara.

Membuat event sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pelayanan di transportasi maupun di bank: banyak detail-detail kecil yang bersentuhan langsung dengan pelanggan kita dan justru memengaruhi kesan secara tidak langsung. Masalah besar seperti apakah guest-nya ampas atau tidak merupakan hal yang minor dibandingkan dengan hal-hal kecil seperti senyum pelayanan maupun sampah. Meski bahasan kali ini dikhususkan pada Wonder Pop Matsuri, ini berlaku umum untuk segala event apapun.

Dalam Wonder Pop Matsuri, hal pertama yang paling terasa adalah manajemen antrian. Masalah antrian adalah masalah laten dan paling fundamental dalam setiap acara-acara sehingga panitia acara apapun sudah harus menghitung bagaimana kondisi antrian yang akan terjadi. Ada beberapa acara yang kurang memperhatikan hal ini seperti Gelar Jepang, di mana antrian mengular sampai ratusan meter tanpa ada mitigasi apapun.

Bila bercermin dalam kondisi kemarin, ada beberapa masalah yakni tidak adanya pengecekan terhadap isi tas, sistem boarding yang tidak jelas, dan tentunya panitia yang kurang efisien. Pengecekan keamanan adalah hal yang penting mengingat adanya potensi benda-benda berbahaya dibawa ke dalam arena maupun item-item lain seperti rokok atau air minum (yang tertulis dilarang oleh panitia.) Skematik boarding harus diatur sehingga meski antrian cukup panjang, pengunjung bisa bergerak masuk dengan cepat alias tidak berdiri terlalu lama. Hal ini disiasati dengan menempatkan dua lapis boarding: lapis pertama untuk pengecekan tiket di mana panitia secara aktif mengecek apakah pengantri seluruhnya telah memiliki tiket dan di pintu masuk, seluruh pengunjung yang telah dicek tiketnya kemudian dicek isi tasnya. Begitu pula letak konter pembelian tiket juga bisa diatur sehingga pengunjung yang membeli tiket pada hari acara bisa langsung boarding saat itu juga tanpa harus dicek kembali apakah sudah memiliki tiket atau belum. Tentu jumlah tiket harus disesuaikan sehingga bila acara diproyeksi akan mengumpulkan 10 ribu pengunjung, jangan sampai ada panitia yang sibuk menyiapkan tiket pada hari-H. Sebagai perbandingan, saat mengelola FAI beberapa waktu lalu, KAORI menerapkan sistem boarding yang efisien: 100 orang dalam 15 menit hanya dengan satu meja dan dua lapis: pengecekan registrasi dan pembayaran.

Alur keluar dan masuk pun perlu diperhatikan. Sempat terlihat adanya pengunjung yang “melawan arus” dengan alasan harus memutar jauh untuk keluar. Hal ini ada benarnya: jarak dari pintu masuk ke pintu keluar sekitar 100an meter, tidak memperhitungkan bagaimana jarak yang harus ditempuh saat menyeberangi jembatan ke jalanan di luar. Apakah jalan harus dibuat satu arah atau dua arah, tentu harus diperhitungkan bagaimana dampaknya ke pengunjung dan bila masih mungkin diakomodasi, sebaiknya diakomodasi.

Masalah lain yang sangat mengena kepada pengunjung adalah masalah rokok. Saat pertengahan acara, ada beberapa booth komunitas yang kedapatan pengelolanya sedang merokok. Selain itu, pengunjung juga asyik merokok ketika hujan turun tanpa terlihat adanya teguran dari panitia. Hal ini terlihat remeh namun bisa membawa efek negatif, khususnya bagi pengunjung yang tidak merokok. Bahkan salah satu pengunjung yang merokok pun mengeluh, mengapa mereka bebas merokok sedangkan ia yang taat aturan harus menahan diri untuk tidak merokok.

Terakhir, masalah regulasi terhadap pengisi acara (tenant komersial) juga perlu menjadi perhatian bagi panitia. Ada regulasi di mana satu buah booth tidak boleh menggunakan lebih dari satu macam banner dan pengeras suara. Alasan yang dikemukakan pun tergolong aneh: mengambil contoh dari acara-acara indie di mana pesertanya membawa barang jualan dalam hitungan kontainer dan khawatir mengganggu sponsor yang pada acara sebelumnya, kalah heboh promosinya ketimbang tenant yang hanya membayar biaya stan saja. Pembatasan ini baru kali pertama ditemui sepanjang KAORI mengikuti beragam acara baik yang kelas SMA sampai yang kelas internasional. Dalam satu acara lain yang semi-outdoor, bahkan panitia acara tersebut membebaskan KAORI membawa sound system karena menjamin suaranya akan kalah dari suara panggung. Mengapa sesuatu yang sebenarnya merupakan tanggung jawab dari sponsor yang membuka stan justru ditimpakan ke pihak tenant non-sponsor?

Masalah tersebut mungkin terjadi dengan alasan kekurangan panitia dan sejenisnya, namun saya berpikir hal tersebut seharusnya tidak relevan dan sudah harus diperhitungkan dari awal, terlebih saya yakin bahwa Japan Culture Daisuki (JCD) telah berpengalaman dalam menyelenggarakan acara dan tentunya menyadari hal-hal yang cukup mendasar seperti ini. Walau demikian, saya berharap mudah-mudahan catatan-catatan di sini bisa disikapi secara bijak dan tentu saja membantu memperbaiki penyelenggaraan acara pada kesempatan berikutnya maupun oleh orang lain yang berminat membuat acara bertemakan Jepang.

oleh Kevin W | Artikel tidak merefleksikan kebijakan editorial KAORI

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses