Merasa setting sekolah di mana karakter cowok utama duduk di samping jendela dan menjadi magnet cewek terlalu tidak realistis? Sambut Shin Atashinchi, anime untuk masyarakat dengan cerita-cerita yang dekat dengan keseharian (tentu saja, keseharian masyarakat Jepang.)

Bila sudah lupa, “musim pertama” seri Atashinchi pernah ditayangkan di televisi lokal pada hari Minggu pukul 0730 pagi. Premisnya masih sama: keluarga Tachibana dengan segala kesehariannya. Ada ayah (disuarakan oleh Kenichi Ogata) sebagai seorang salaryman yang sayang keluarga, ada ibu (Kumiko Watanabe) yang sangat hitung-hitungan khususnya soal uang, ada Yuzuhiko (Daisuke Sakaguchi) sang anak pertama yang sangat logis, dan ada Mikan (Fumiko Orikasa) yang sangat kodomo-poi.

Sebagai anime komedi, Shin Atashinchi membawakan segala sesuatu dengan ringan namun penuh dengan referensi terhadap etika dan etiket masyarakat Jepang. Misalnya, ibu, Mikan, dan Yuzuhiko yang hendak menikmati kue tart (episode 20). Yuzuhiko berpikir keras bagaimana agar bisa membagi kue secara benar-benar rata dan memperhitungkan segala kemungkinan, namun Mikan yang gregetan mengambil pisau dari tangannya dan memotong kue tersebut menjadi tiga, yang kemudian diprotes oleh Yuzuhiko karena tidak 100% sama besarnya. Bahkan saat hendak menyantap kue tersebut, Yuzuhiko masih berpikir keras mana kue yang potongannya lebih besar. Tentu saja akhirnya bisa ditebak: Mikan dan sang ibu melahap kue itu karena sudah terlanjur bosan menunggu.

Pada episode lain, dikisahkan tentang payung yang dipinjam oleh sang ibu saat bertamu ke rumah temannya Misumi (episode 21). Menyadari ada payung yang belum dikembalikan, sang ibu berpikir keras bagaimana suasana dan momen yang pas saat mau mengembalikannya. Perhatian terhadap situasi masyarakat Jepang terlihat di sini: saat sang ibu merasa tidak enakan bila mengembalikan payung saat bertemu di tengah jalan karena merasa meiwaku (merepotkan) bagi temannya. Atau saat sang ibu berpikir saat ia hendak mendatangi langsung rumah Misumi dan kemudian berpikir, kalau bertamu tentu ia harus membawa bingkisan bagi si tuan rumah. Terlalu banyak berhitung, akhirnya sang ibu pun memutuskan menunggu Misumi di tengah jalan dan dengan basa basi kilat, menaruh payung tersebut di lengan temannya dan mengambil langkah seribu.

Ada pula lawakan lain yang universal seperti saat keluarga Tachibana berjuang melawan kecoa (episode 1). Dengan berbagai usaha dan daya yang telah dikeluarkan sampai-sampai membeli semprotan pembunuh kecoa termutakhir di toko, pada akhirnya kecoa tersebut berhasil dibunuh setelah sang ibu melempar kecoa tersebut dengan kaleng semprotan yang baru saja dibeli (setelah menghabiskan isinya) dan mencabut nyawanya dengan tangannya sendiri.

Animasi dalam seri ini sederhana, bebas dari efek aneh-aneh, dan tidak berubah banyak sejak Atashinchi yang dahulu (dan kini bisa ditonton dengan resolusi 1080i dalam format layar lebar 16:9). Lagu latar yang dipakai pun sangat familiar dipakai dalam anime-anime sejenis dan mirip sekali dengan yang dipakai dalam anime Crayon Shinchan. Gayanya yang sangat jauh dari anime otaku-muke seperti Konosuba dan DanMachi mungkin menjadi masalah bagi mereka yang sudah dimanja anime demikian, namun akan mudah dinikmati oleh orang-orang biasa yang tidak menonton anime-anime tipikal otaku tersebut.

Eksekusi cerita dalam anime ini juga bebas dari kesalahan maupun plot hole yang mendera anime-anime lain. Penonton bisa menikmati bagaimana interaksi ayah dan ibu dengan segala miskomunikasinya, bagaimana Yuzuhiko memiliki pemahaman dunia yang berbeda dari anak-anak seumurnya, dan bagaimana Mikan yang terkadang bisa semalas Umaru saat disuruh oleh ibunya. Bahkan dalam beberapa kesempatan, penonton disajikan hal-hal konyol seperti ucapan “terima kasih telah menjaga WC ini tetap bersih” (episode 7) atau saat teman-teman Yuzuhiko berlomba-lomba menciptakan chara-ben (bento makan siang yang didekorasi menyerupai karakter).

Sang ibu dan Mikan yang sedang mencari semprotan pembunuh kecoa (episode 1). (Shin-Ei / Asatsu DK / Kadokawa)
Sang ibu dan Mikan yang sedang mencari semprotan pembunuh kecoa (episode 1). (Shin-Ei / Asatsu DK / Kadokawa)

Menariknya, cerita tidak hanya berputar di sekitar keluarga Tachibana. Penonton pun bisa melihat bagaimana Mikan dan Yuzuhiko di sekolah, bagaimana sang ibu dengan tetangganya, dan sang ayah dengan situasi di kantornya sebagai seorang salaryman. Dalam blok-blok individual tersebut, karakter-karakter dalam Shin Atashinchi dikembangkan dengan sangat baik dan memperkuat tutur dan laku masing-masing karakter saat mereka kembali berkumpul di dalam rumah.

Walau demikian, eksekusi cerita Shin Atashinchi yang sederhana tersebut hendaknya tidak dipandang sebelah mata: tidak mudah menciptakan anime bertema keseharian yang menarik untuk ditonton. Eksekusi lawakan dalam Hidamari Sketch, Kiniro Mosaic, maupun Teekyuu! masih bisa dirasakan hit and miss-nya di mana terlihat jelas poin-poin yang menunjukkan di mana penonton “seharusnya akan tertawa melihat ini.” Dengan format satu episode dengan tiga blok, alih-alih penonton dipaksa untuk menangkap “ini lucu nggak ya?”, dalam Shin Atashinchi penonton diajak menikmati satu set penceritaan di mana twist muncul bukan dari gerakan-gerakan karakter tersebut, namun dari hasil eksekusinya yang akhirnya menyisakan rasa “dafug?”, tetapi bila dipikir-pikir, ternyata cukup realistis dalam dunia nyata.

Shin Atashinchi memang tidak mencapai (serta tidak didesain untuk mencapai) kepopuleran seperti Osomatsu-san yang secara khusus dibangun ulang dengan berbagai materi yang memikat otaku. Namun dengan segala kesederhanaan dalam premis dan eksekusinya yang sangat baik, anime ini boleh berbangga dengan hasilnya yang lebih baik ketimbang anime-anime lainnya saat ini. Seri ini barangkali adalah anime keseharian paling underrated di kalangan otaku saat ini, namun coba tonton dan saksikanlah, pasti akan ada hal-hal menarik dan trivial yang bisa menambah pengetahuan para penontonnya.

Positif

  • Cerita keseharian yang dikemas secara menarik.
  • Di balik ringannya cerita, banyak hal-hal menarik yang bisa dipelajari untuk melihat perilaku masyarakat Jepang.
  • Pengembangan karakter dan cerita yang sederhana namun dieksekusi dengan sangat baik tanpa perlu menghadirkan narasi besar yang jelas terlihat.

Negatif

  • Sekalipun memiliki cerita yang ringan, padatnya referensi akan situasi masyarakat Jepang membuat sebagian lawakannya kurang mengena
  • Sifatnya yang episodik menjadikan tiadanya motivasi kuat bagi penonton untuk melanjutkan ke episode berikutnya (bisa dipandang sebagai kelebihan atau kelemahan)

Yang Disayangkan

  • Karena anime ini tidak ditujukan oleh otaku, sepertinya akan terasa lebih hipster jika menyebut judul ini saat berkumpul dengan teman-teman yang lebih ingat Aqua dan sudah lupa dengan Hestia.

KAORI Newsline | oleh Kevin W

Fakta dan Data

Karya Asli Komik karya Eiko Kera
Pengisi Suara Daisuke Sakaguchi sebagai Yuzuhiko Tachibana
Fumiko Orikasa sebagai Mikan Tachibana
Kenichi Ogata sebagai Ayah
Kumiko Watanabe sebagai Ibu
Hikaru Midorikawa sebagai Iwaki
Kappei Yamaguchi sebagai Fujino
Rikako Aikawa sebagai Mizushima
Sakiko Tamagawa sebagai Toyama
Wasabi Mizuta sebagai Kawashima
Yuko Iida sebagai Shimi-chan
Yûsuke Numata sebagai Yoshioka
Sutradara Hirofumi Ogura (Kuroshitsuji II)
Penulis Skenario Eiko Kera
Desain Karakter Shuichi Hara
Musik Masato Kamata
Lagu Pembuka Let’s Go! Atashinchi oleh keluarga Tachibana
Lagu Penutup Rock-a-bye My Baby oleh Haruomi Hosono
Studio Shin-Ei Animation
Situs resmi http://www.animax.co.jp/special/atashinchi/
Mulai tayang pada 6 Oktober 2015

1 KOMENTAR

  1. Wah artikel yang menarik. Saya selaku orang yg tidak terlalu menggemari anime, merasa sangat terhibur dgn kartun Atashinci. Mungkin mas nya punya gak rekomendasi kartun dengan genre serupa seperti Atashinci atau Crayon Shinchan? Terima Kasih

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses