Diskusi semula berjalan suntuk. Presentasi dimulai dengan video promosi seri Uchuu Kyoudai, yang tidak membuat saya tertarik karena saya sudah menonton sekitar 20 episode awal. Begitu pula saat panelis mulai membahas masalah anime di Jepang saat ini.
Pada jam setengah sebelas itu, ada sebuah topik yang membangkitkan saya dari kantuk. Tepatnya saat mereka mulai membicarakan masalah pangsa pasar anime di Jepang. Ada fakta menarik yang diungkap di situ: pergeseran pangsa pasar anime dari mainstream audience menjadi otaku audience.
Koji Nagai yang hadir di acara ini pun menyiratkan kekhawatirannya. Khawatir bahwa fenomena yang sedang dialami baik di Indonesia, di UK, dan di negara-negara lain, kini sedang melanda industri anime Jepang. Industri mengesampingkan mutu dan kualitas, lebih memilih memproduksi acara yang mudah dijual, marginnya tinggi, dan pasti balik modal.
Kemunculan tayangan yang berorientasi moe, konten dewasa, fanservice yang dominan bahkan menurut Koji sudah sampai tahap mengkhawatirkan. Khawatir bahwa ketika anime hanya diorientasikan ke kalangan otaku, akan semakin sulit menarik masyarakat umum untuk menyukai anime, yang pada dasarnya saja sudah sulit untuk ditarik dengan persepsi a b c dan faktor-faktor lain yang sudah ada saat ini.
Oleh karena itu, ytv (yang juga membawahi produksi acara Gaki no Tsukai) rela menggelontorkan dana sekitar 500 juta yen (kira-kira hampir 65 miliar rupiah) per tahunnya supaya Uchuu Kyoudai bisa memiliki “impact”. Modelnya kurang lebih mirip seperti Doraemon, menargetkan supaya bisa digemari di seluruh dunia.
Kegelisahan tim produksi Uchuu Kyoudai yang didatangkan oleh Japan Foundation dalam seminarnya hari Sabtu lalu di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta ini seolah menjawab pertanyaan banyak kalangan. Mulai dari teman-teman saya hingga Aji-sensei dari Jayapoken pun ikut mengamini fenomena ini.
Saya juga bertemu dengan bung Ridwan (dari IMMG, yang melisensi Doraemon di Indonesia). Meski sedikit keluar dari topik, bung Ridwan pun sepakat bahwa memang anime sebaiknya merakyat dan mampu meraih pasar yang lebih besar.
IMMG sendiri kabarnya saat ini sedang mencari orang yang mampu dan berpengalaman dalam pengolahan skrip berformat .ASS maupun .SRT, berhubung mereka akan meluncurkan layanan streaming anime yang dimodel dari CrunchyRoll.
Ketika hal itu saya dengar, tentu saja saya menjanjikan seseorang yang sudah mampu bekerja dengan skrip takarir ini, dari KAORI, agar segera bisa mendapatkan pekerjaan bila memang proyek ini jadi diluncurkan.
Selain itu, saya pun menyarankan kepada tim Uchuu Kyoudai yang datang (berhubung bung Ridwan sudah terlanjur pulang) agar dapat mengontak IMMG. Sehingga ada harapan seri anime ini bisa tayang di televisi Indonesia.
Mengakhiri misi diplomasi penting di acara ini, saya dan R10 pun pergi meninggalkan acara ini dengan harapan yang semakin jelas. Saya ingin KAORI mampu menggelar acara (seperti Forbis Metro TV) yang menghadirkan pihak-pihak penting dari industri anime di Indonesia, baik lisensor, penggemar, dubber, televisi, dll, dalam satu acara. Supaya simpul kusut industri anime di Indonesia dapat terurai, minimal ketahuan seperti apa masalahnya.
Saya tidak tahu kira-kira kapan pastinya acara ini akan terselenggara. Namun sebelum 2013 berakhir, saya ingin acara ini bisa terlaksana. Apapun hasilnya.
Namun yang lebih penting bagi saya: jangan sampai orang Indonesia terperdaya dengan jebakan pihak asing yang hanya ingin mengeruk keuntungan dari pasar Indonesia. Kerja sama maupun tindakan strategis nanti harus dilakukan secara sederajat. Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, bukan jadi sapi perah pihak asing.
Harapan itu akan semakin terbuka bagi KAORI, dan tentu peran strategis ini harus diikuti pula dengan kemauan dari pengguna di forum KAORI untuk bergerak bersama, mendukung misi KAORI yang akan semakin sibuk di tahun 2013 ini.
Tentu saja, saya tidak akan lupa membawa pulang besek kue di akhir acara. Siapa yang mau ikutan?
Shin Muhammad
Administrator KAORI