
Generasi muda di penjuru dunia saat ini cenderung membenci petahana yang sedang berkuasa dan menginginkan perubahan radikal. Di Inggris, generasi muda menginginkan Inggris tetap berada dalam Uni Eropa dan berlawanan dengan generasi tua yang memilih keluar (Brexit). Jeremy Corbyn, pemimpin partai Buruh, naik karena didukung anggota partai yang sebagian besar berusia muda dan menghadapi tantangan dari anggota parlemen yang sebagian besar konservatif. Di Amerika Serikat, Bernie Sanders dan Donald Trump populer di kalangan muda yang frustrasi dengan janji kosong tokoh-tokoh politik konvensional.
Jepang menghadapi masalah yang mirip. Terjebak resesi selama lebih dari seperempat abad dan dalam kondisi jumlah penduduk dan output industri yang terus menurun, perekonomian Jepang memerlukan terobosan. Lebih dari enam puluh persen keluarga Jepang mengalami kesulitan ekonomi dan normalnya, petahana Shinzo Abe akan kalah telak.
Tetapi dalam pemilihan umum parlemen Jepang yang diselenggarakan pada Minggu (10/7), Shinzo Abe dan kandidat partai Liberal Demokrat (LDP) justru menang besar – kecuali di wilayah Fukushima, di mana pemilih kecewa dengan janji-janji kosong politisi untuk menangani krisis nuklir -. Dilansir WSJ, survei yang dilakukan kantor berita Kyodo dan NHK memperlihatkan kecenderungan generasi muda yang menyukai Abe.
Survei Kyodo terhadap 75.000 pemilih menjelaskan bahwa 40% pemilih usia 18-19 tahun memilih partai LDP dan lebih dari 40% pemilih usia 20-30 tahun memberi mandat bagi sang partai penguasa. Menariknya, dukungan bagi LDP justru menurun di kalangan generasi tua.
Pemilih partai LDP menyadari bahwa program Abenomics tidak akan berhasil mengembalikan kekuatan ekonomi Jepang, jadi mengapa mereka memilihnya? Salah satu pekerja di bidang TI berusia 28 tahun menyatakan kepercayaannya karena Abe berhasil memberikan kestabilan ekonomi. Faktor meningkatnya penerimaan lulusan universitas dalam dunia kerja diduga menjadi faktor lain yang memenangkan Abe. Kampanye Abe mengklaim keberhasilannya dalam membuka lapangan pekerjaan, mengutip saat ini tersedia 132 lowongan pekerjaan tiap 100 lulusan baru.
Tetapi sebagian pemilih mungkin saja memang tidak peduli. Hiroto Shimazu, siswa SMA di Tokyo yang memimpin gerakan hak suara bagi remaja, berkeliling kelurahan untuk mengajak teman-temannya memilih. Banyak yang memilih partai LDP, tetapi ia merasa mereka memilihnya tanpa benar-benar mempertimbangkan janji-janji yang disampaikan setiap calon. Ia merasa para pemilih tidak terlalu merasa bermasalah dengan kehidupan mereka di bawah kepemimpinan LDP dan menghindari untuk memilih pilihan yang mengganggu status quo.
Farhan, wartawan KAORI di Tokyo, mengamati proses kampanye di Jepang dan melihat faktor mayoritas yang diam. Ia melihat diamnya generasi muda di Jepang yang belum tentu setuju dengan para politikus dan menyatakan bahwa orang Jepang lebih memilih untuk mengurus dirinya sendiri.
Mobil-mobil yang berkeliling dan menyuarakan janji-janji kampanye dirasakan sangat mengganggu dan dengan berkembangnya era media sosial, perdebatan pun terjadi di ranah internet. Alih-alih menyemaraki pertentangan, ia melihat sebagian besar memilih untuk diam.
“Suara-suara radikal di internet Jepang saat ini hanya dipimpin oleh segelintir neto uyoku (kalangan garis kanan radikal di internet) dan bukan berarti mereka setuju.”