Perdebatan hari Valentine tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Jepang, sekelompok pemuda beraliran Marxis berdemonstrasi mengecam perayaan hari Valentine.
Kelompok yang mengklaim diri sebagai Kakuhido ( 革命的非モテ同盟 (革非同) Kakumei-teki hi mote dōmei)) atau secara harafiah berarti Aliansi Revolusioner Lelaki yang Tidak Laku Oleh Perempuan ini melambaikan bendera besar di trotoar Shibuya, Tokyo, sebagai bentuk tuntutan mereka agar masyarakat berhenti merayakan Valentine.
Di pinggir jalan, mereka meneriakkan yel-yel seperti “Berpacaran di tempat umum adalah bentuk terorisme” sembari menghujat komersialisasi perayaan ini dan kehadirannya menarik perhatian pejalan kaki di daerah tersebut.
Dilansir Japan Times, Takayuki Akimoto, humas grup ini menyatakan bahwa target mereka adalah menghancurkan kapitalisme cinta ini. Ia menerangkan bahwa orang-orang sepertinya yang tidak menemukan arti dalam cinta saat ini sedang ditindas oleh masyarakat.
“(Valentine) adalah permufakatan jahat dari orang-orang yang berpikir lelaki tidak laku punya derajat lebih rendah, atau pecundang – berpelukan di tempat umum misalnya, membuat kami tidak nyaman. Tak bisa dimaafkan.”
Sebelumnya “ormas” ini juga memprotes istri-istri rumahan yang dinilai menindas laki-laki yang dipaksa bekerja siang dan malam di kantor.
Di Jepang, Valentine adalah bisnis dengan perputaran uang yang besar. Para perempuan umumnya membelikan coklat bagi laki-laki, baik sebagai pasangan maupun sebagai rekan kerja. Lalu pada 14 Maret, laki-laki membalasnya dengan membelikan coklat bagi perempuan. Kegiatan yang dikenal dengan nama White Day ini sendiri adalah bagian dari strategi pemasaran perusahaan di Jepang.
Kelompok Kakuhido ini juga rutin mendemo perayaan-perayaan bertema kapitalis lain seperti momen hari Natal.
KAORI Newsline