
Masalah Harus Diselesaikan, Bukan Ditutupi Dengan Pencitraan
Satu problematika yang besar ini akhirnya bisa membuat banyak orang tersadar bahwa banyak hal yang dilakukan Transjakarta hanyalah pencitraan semata. Hari Senin 12 Juni 2017 menjadi puncaknya ketika kedok pencitraan tersebut akhirnya terbuka kepada publik. Puluhan ribu penumpang Transjakarta tiba-tiba ditelantarkan begitu saja karena sengkarut masalah internal yang tidak kunjung usai. Tanpa informasi apapun, satu jaringan Transjakarta ditutup begitu saja; ketika banyak penumpang ada di bus, ketika penumpang sedang ada di halte. Semua efek-efek pencitraan seperti acara musik yang menutup akses penumpang di halte teramai dan koridor teramai itu seolah dibuka boroknya dengan gangguan operasional layanan Transjakarta di hampir keseluruhan koridor yang sifatnya sangat mendadak, tanpa pemberitahuan dan terkesan tidak memperdulikan hak-hak pengguna Transjakarta, seperti biasa.
Saya yang menulis artikel ini dalam jangka waktu beberapa hari tiba-tiba dibuat mudah membuat kesimpulan dengan apa yang jadi masalah yang Transjakarta miliki dalam cara mereka memberikan layanan transportasi kepada ratusan ribu penggunanya setiap hari. Komunikasi. Baik internal (yang tiba-tiba mengerucut dibawa ke publik) hingga dengan penggunanya sendiri; jargon “Kini Lebih Baik” itu seolah-olah direnggut seketika dengan aksi yang dilakukan oleh pihak internal Transjakarta kepada ribuan penggunanya; ketiadaan kesinambungan dalam perencanaan layanan secara jangka panjang secara langsung mengancam semua perubahan-perubahan jangka pendek dan sporadis yang dilakukan oleh Transjakarta karena flaw besar yang sebetulnya menghantui manajemen tersebut tidak dimitigasi secara baik; bak kapal yang sedang tenggelam bukannya diambilkan pompa untuk menyedot keluar sang nakhoda hanya menyuruh awak kapalnya mengeluarkan airnya dengan gayung, karena ternyata di kapal tersebut tidak ada satupun tertempel langkah-langkah darurat apa yang harusnya dilakukan dalam keadaan genting. Chaos lah.
Mau “Berani Berubah”, “Kini Lebih Baik”, atau apapun itu, Transjakarta jangan salah langkah dan harus punya rencana konkrit dalam membangun imej yang mereka inginkan; tidak bisa hanya sekedar memasang tagline di semua bus. Mulailah dari menata operasional layanan busnya itu sendiri, bukan tiba-tiba menghelat acara yang sama sekali tidak ada koneksinya dengan mereka sebagai layanan transportasi. Dari dulu saya coba utarakan bahwa informasi yang jelas bagi penumpang cukup jadi landasan awal untuk mereka untuk memperbaiki layanannya; baik dari peta, informasi layanan di halte yang professional, hingga pemberdayaan media sosial yang mereka miliki untuk menginformasikan layanannya; bukan hanya postingan orang main saksofon di tengah keramaian halte.
Belajarlah Ke KRL Commuter Jabodetabek
Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh dalam merubah imej tersebut; lihatlah KRL Commuter Line. PT KCJ (KAI Commuter Jabodetabek) yang imejnya berubah jauh dari apa yang kita tahun 4-5 tahun lalu itu bukan karena mereka menghelat acara-acara yang sifatnya eyecandy semata! Layanan diperbaiki, aksesibilitas penumpang ditingkatkan, baru setelah kepercayaan pengguna menjadi lebih baik maka eyecandy itu akan datang sendiri. Jika saja Transjakarta melakukan hal yang sama dengan apa yang KCJ lakukan untuk menata layanannya terlebih dahulu sebelum fokus kepada hal-hal kecil yang sifatnya pencitraan tersebut saya yakin sekali mereka bisa membuat “Berani Berubah” tersebut benar-benar jadi berani berubah; malahan yang ada fokus mereka malah terbuyarkan karena banyak permintaan yang datang tiba-tiba mulai dari layanan disabilitas, KWK, Koridor 13, hingga jualan sembako di halte; tanya satu karyawan Transjakarta akan fokus mereka saat ini dan saya yakin betul mereka tidak bisa jawab dengan konkrit. Sangat disayangkan Transjakarta cenderung malah menutup mata, atau menutup mata penumpang soal layanannya sampai harus meluberkan masalah internalnya ke publik dan mendorong seorang pemuda lulusan SMA untuk menulis artikel ini.
Jalan untuk membuat Transjakarta “Kini Lebih Baik” itu sebenarnya masih jauh kedepan, dan dengan semua masalah yang tiba-tiba tumpah saya harap Transjakarta mengerti apa sebetulnya makna ‘kini lebih baik’ tersebut. Jalan menata moda transportasi kebanggan Jakarta itu masih sangat jauh; namun jika sekarang mereka setidaknya mengerti apa yang dimaksud dengan spirit ‘berani berubah’ itu, rasa optimisme saya sebagai penggunanya akan saya selalu jaga demi membangun kota kita tercinta.
Oleh Adriansyah Yasin Sulaeman | Penulis merupakan mahasiswa di Academie voor Stedenbouw, Logistiek en Mobiliteit NHTV Breda, Belanda sekaligus aktivis transportasi Jakarta melalui grup Forum Diskusi Transportasi Jakarta