Kereta Commuter Indonesia, Saatnya Peduli Hal-Hal Ini

0
Di mana petugasnya?

Saat Para PPK Pemalas dan Penumpang Musiman Berpesta Pora

Ketika para cosplayer sekota Depok ini berangkat bersama emak-emak yang tadi, ternyata bantal empuk dan nyaman bergambar Dia Kurosawa milik salah satu anggota tersangkut di pintu kereta. Usut punya usut, ternyata petugas bertindak serampangan dalam melakukan buka-tutup pintu.

Demi alasan keselamatan, Petugas Pelayanan Kereta (PPK, meski sebenarnya tugas ini dikerjakan oleh kondektur di perusahaan-perusahaan kereta Jepang) harus berdiri di kabin belakang (ekor kereta). Ketika melakukan buka-tutup pintu, kedua kaki mereka harus turun dengan sempurna, menginjak bumi. Setelah pintu menutup dengan sempurna, mereka baru naik kembali ke kabin kereta, sembari menampakkan kepala mereka di luar sampai kereta benar-benar meninggalkan peron. Hanya dalam kondisi darurat-lah mereka boleh berada di kabin depan.

Mengapa kacanya diburamkan, ya?

Masih sangat mudah menemukan PPK yang mengabaikan prosedur keselamatan ini. Naikilah KRL secara random pada jam-jam tertentu dan jumlahnya masih banyak. Padahal prosedur ini sudah disosialisasikan sekitar dua tahun lebih (dan walau tidak terekspos pers, sudah ada laporan kejadian penumpang yang terseret karena keteledoran PPK). KCI, ayo tegakkan slogan Keselamatan Anda Adalah Prioritas Kami.

Tentu jangan ditanya mengenai keseriusan mengedukasi perilaku penumpang. Bila ada penumpang yang meludah atau makan di dalam rangkaian, penumpang harus memviralkan perilaku mereka sampai menjadi diskusi oleh warganet. KCI hanya sebatas menyampaikan himbauan dengan bahasa formal, tanpa berusaha proaktif mengedukasi sebagaimana yang dilakukan operator kereta api di Jepang.

Papan informasi berukuran mikro yang menantang penglihatan pembacanya. (KAORI Nusantara / Kevin W)

Cerita ini diakhiri dengan rombongan cosplayer sekota Depok yang turun di Jakarta Kota. Di Kota, mereka turun di peron jalur 12 dan tanpa sadar, keluar melalui pintu baru yang ada di ujung peron. Walhasil, mereka harus berjalan memutar karena pintu keluar ini jauh dari kawasan Kota Tua, selain karena petunjuk (signage) yang ukurannya sangat kecil. Jangan-jangan, di suatu titik yang tidak kita ketahui, ternyata ada tulisan dilarang memotret?

Semoga Terus Menjadi Lebih Baik

Perubahan nama KCJ menjadi KCI adalah momentum besar. Entah rencana apa yang hendak disiapkan oleh KCI ke depannya. Telah banyak hal-hal positif dalam bentuk pembangunan prasarana seperti pembangunan terowongan penyeberangan (TPO atau underpass) dan pembangunan pintu keluar baru.

Tetapi kini masalah-masalah baru tiba. Bila benchmark-nya JR East, hal-hal sepele ini otomatis berubah menjadi hal penting yang harus diperhatikan saat ini juga. Bila memasang eskalator dan lift di setiap stasiun terasa memberatkan, no problem! Yang penting, bereskan terlebih dahulu masalah-masalah sepele seperti ini, yang tidak membutuhkan tender atau anggaran miliaran rupiah untuk memperbaikinya.

Bukankah langit adalah batas dari pelayanan dan Anda adalah prioritas kami?

Oleh Kevin W

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses