Kalau biasanya LSK mempersembahkan (baca: pamer) karya para senimannya, kali ini kita akan sedikit mengenal salah satu dari mereka. Korban perdana yang rela diobok-obok lemari pakaiannya adalah Hope atau yang lebih dikenal dengan nama Dwi Angga M S. Benar sekali, dia adalah seorang pria. Seorang pria yang memulai hobi bin karir menggambarnya berkat seretan penuh cinta dan kasih temannya waktu SMP dulu.
Berawal dari ajakan teman, dimulai dari sekedar tracing, seorang Dwi Angga mendapatkan ketertarikannya untuk menggambar. Menggoreskan pensil di atas kertas demi kepuasan hasrat seni pada tahun pertamanya di SMP. Sudah enam tahun sejak garis wiwitannya membentuk sosok Hayate si pelayan petarung. Selembar hasil karya yang memiliki nilai sentimentil tinggi dan sungguh sangat disayangkan gambar legendaris itu terpaksa hilang ditelan masa.
Seperti halnya manusia yang diciptakan tidak sempurna, harapan Dwi Angga sempat pupus saat melihat bakat kawannya. Kala itu, tahun ketiganya di SMP. Ia kagum dengan hasil gambar salah seorang temannya, namun hal itu justru memicu rasa putus asanya. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa sahabatnya tidak berusaha sekeras komikus yang tengah dikejar tenggat waktu untuk menghasilkan karya yang layak.
Namun tentu saja, tidak ada rintangan yang tidak bisa dilewati.
Secercah harapan baru datang dari teman masa kecilnya atau istilah kerennya, osananajimi. Individu yang tidak diketahui jenis kelaminnya ini berkata, “Saya lebih suka gambar kamu daripada gambar temen kamu,” bayangkan dia tersenyum manis, “dan kamu tahu kan, bakat tiap orang itu beda-beda.” Tutupnya kemudian. Mungkin dari kejauhan langit sana kita bisa mendengar Josh Groban menyenandungkan You Raise Me Up.
Siapa pun itu, bahkan tsundere sekali pun, sebenar-benarnya suka dipuji. Begitu juga dengan mas Dwi Angga ini. Tidak hanya bahagia namun juga mengangkat moral dan semangatnya saat karyanya dapat pujian, tak jarang ia juga bertemu kenalan baru berkat hobi bin karir menggambarnya yang salah satunya bahkan sempat menjadi mentor baginya hingga ada pula yang berujung pada komisi gambar gratis. Walaupun luka lama kadang terkuak saat melihat bakat lain yang sedikit lebih baik pada rentang usianya, hinaan dan tidak adanya rasa menghargai pada karya jauh lebih menyakiti hatinya.
Mengaku akan terus dan terus menggambar sebagai hobi—karena orang tua tidak mengamini profesi tukang gambar—sampai waktu tidak mengijinkan, seorang Dwi Angga memberikan wejangannya.
“Teruskan menggambar untuk kepuasan diri sendiri (atau orang lain), dan jadikan semua komentar sebagai saran untuk membuat gambar yang lebih baik.”
Di bawah ini sedikit oleh-oleh penuh keberanian dari sang seniman, gambar terburuk dan terbaiknya.