Pemerintah Jepang Gunakan AI dalam Perjodohan Penduduknya yang Jomblo

0
© Musawo – Kodansha / Koi to Uso Production Committee

Permasalahan jumlah angka kelahiran di Jepang semakin mengkhawatirkan. Diprediksi pada tahun 2050 Jepang akan mengalami defisit jumlah penduduk di angka usia produktif, berbanding terbalik dengan angka usia lansia yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut memberikan perhatian khusus bagi pemerintah Jepang untuk menaikan angka kelahiran yang kian mengkhawatirkan.

Dilansir dari Yomiuri, pemerintah Jepang akan mengupayakan pengadaan teknologi AI dalam sebuah aplikasi penjodohan. Ditaksir biaya dalam pengadaan teknologi ini mencapai 2 miliar yen, atau sekitar 300 miliar rupiah. Mengacu kepada beberapa program yang telah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah, sebanyak 25 dari 47 prefektur telah memiliki program serupa untuk para penduduknya yang lajang.

Namun dari program yang telah berjalan tersebut tidak memperoleh hasil yang diinginkan. Menurut kantor kabinet pemerintah, beberapa hal yang menjadikan program yang telah berlangsung dikategorikan sebagai program gagal dikarenakan masih ada beberapa aspek yang tidak masuk sebagai indikator kecocokan pasangan yang diinginkan. Beberapa aspek seperti angka penghasilan, pendidikan, rentang usia dan berbagai hal lain yang mencakup ketertarikan hobi, kegiatan dan lain sebagainya belum dimasukan pada program sebelumnya.

Sistem AI yang nanti akan diterapkan pada awal musim semi tahun depan mengambil jawaban kuisioner dari usernya mengenai hobi dan beberapa nilai – nilai kepribadian didalamnya. Setelah kuisioner tersebut telah terisi, akan menghasilkan nilai persentase kecocokan dengan user lain dan diharapkan akan berujung kepada pernikahan. Meskipun program ini terlihat sangat bagus namun tetap tidak luput dari respon negatif di parlemen.

Penerapan teknologi AI ini akan meningkatkan belanja pemerintahan pusat dua per tiga lebih mahal dibandingkan dengan keseluruhan program pemerintah daerah 25 prefektur yang telah mempunyai program serupa. Sebagai contoh program yang telah berlangsung adalah prefektur Saitama yang telah memperkenalkan Couple Match pada tahun 2018. Biaya anggaran belanja pemerintah daerah memakan biaya sebesar 15 juta yen, atau sekitar 2 miliar rupiah. Pada tahun 2019, hanya 21 pasangan yang menikah melalui program tersebut (Meskipun itu masih lebih dari setengah dari total  38 pernikahan pada tahun 2019 yang dihasilkan oleh perjodohan offline).

Beberapa cara lain terus diupayakan oleh pemerintah Jepang dalam menaikan angka kelahiran. Usulan seperti memudahkan permanent residence, insentif kelahiran dan pernikahan dan berbagai program lain akan terus dievaluasi oleh pemerintah Jepang untuk terhindar dari kepunahan di masa depan.

KAORI Newsline

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses