Wandering Witch: The Journey of Elaina (Majo no Tabitabi) tayang pada musim gugur 2020,  tahun yang jauh dari kata normal. Sebuah anime yang di masa normal mungkin penerimaannya akan biasa saja, tetapi di luar dugaan, anime ini sangat populer di media sosial penonton anime di Indonesia. Kok bisa?

Kisah Menuju Kedewasaan

Elaina (Kaede Hondo) sedikit berbeda dari protagonis anime pada umumnya. Sifat paling menonjol dari Elaina adalah ia bukan seigi no mikata, bukan pembela keadilan, dan dalam usianya yang masih 18 tahun, ia berada dalam periode mencari jati dirinya sendiri. Pada masa kecil, ia sangat terpesona dengan buku The Adventure of Nike. Walau sang Nike (Shizuka Itou) dan ibunda Elaina sama-sama memiliki rambut putih perak dan mengenakan kostum yang senada dengan Elaina (bahkan diisi oleh seiyuu yang sama), dalam anime ini tidak ditegaskan bahwa mereka berdua adalah orang yang sama.

Ditempa sejak dini oleh sang guru Fran (Kana Hanazawa), Elaina mempelajari teknik sihir dari dasar. Sebagai orang yang sedikit banyak membentuk Elaina, Fran mengajarkan prinsip kepercayaan diri pada Elaina, sehingga ia tidak hanya berdiam diri menerima kenyataan. Setelah ia menjadi penyihir, Elaina memulai pengembaraan ke berbagai negeri sebagaimana yang tertulis dalam buku kesukaannya.

Dalam perjalanannya mengembara, Elaina – seperti Nike – selalu bertanya jumlah uang yang ia terima sebelum menerima tugas. Melalui tugas-tugas ataupun yang ia terima, sedikit demi sedikit penonton melihat sisi kemanusiaan dari seorang Elaina.

(© Jougi Shiraishi / SB Creative / Wandering Witch Production Committee)

Kompas Moral

Episode 3 dan 4 anime ini sempat menjadi perbincangan hangat. Dari reaksi-reaksi yang beredar di jagat internet, tampaknya lumayan banyak orang yang menduga anime ini akan “hitam-putih”, kemudian terkejut ketika mengetahui bahwa ternyata Elaina bukan pejuang keadilan sosial.

Dalam banyak kesempatan, Elaina adalah sosok yang manusiawi. Terlihat mudah bagi penonton untuk menilai bahwa Elaina sosok arogan; tetapi jika dipikirkan kembali, apa yang dilakukan Elaina adalah hal yang manusiawi. Di sini, kita melihat dua sisi (atau 16 sisi di episode terakhir) dari seorang Elaina: Elaina yang antusias dan mudah tertarik akan hal-hal baru, dan Elaina yang sangat logis dan manusiawi, bahkan terlihat “dewasa sebelum waktunya” (umur Elaina baru 18 tahun).

(© Jougi Shiraishi / SB Creative / Wandering Witch Production Committee)

Tetapi pesan utama anime ini ditampilkan pada episode 3, yang akan terus kita temui dalam episode-episode berikutnya. Menghadapi cinta tak berbalas. Menghadapi pengkhianatan teman masa kecil. Atau prinsip kompromi dan praktis yang diajarkan oleh Nike kepada Fran dan Sheila. Prinsip praktis ini sangat terlihat ketika Elaina berkunjung ke Negeri Orang Jujur (episode 5), di mana Elaina dan Saya mengakali ketentuan yang dibuat sang raja. Obviously following the letter of the law while actively subverting it. 

Karena Elaina adalah sosok protagonis yang sangat manusiawi dan sangat praktis, anime ini tentu akan ditanggapi berbeda oleh penontonnya. Bagi yang senang dengan anime-anime “realis” seperti Ranpo Kitan atau Classroom of The Elite, menonton Majo no Tabitabi adalah pengalaman yang menyenangkan. Ada kesenangan intelektual yang dinikmati saat menonton seri ini.

(© Jougi Shiraishi / SB Creative / Wandering Witch Production Committee)

“Apa yang kamu pikir perlu kamu lakukan untuk kebaikan orang lain belum tentu hal yang benar.”

Wanginya Elaina

Tidak lengkap menikmati Majo no Tabitabi tanpa membicarakan wangy-nya Elaina. Seri ini digarap oleh C2C dan disutradarai oleh Toshiyuki Kubooka. Sekilas, dominannya warna biru pada sebagian episode-episode seri ini mengingatkan akan birunya pantai di seri Harukana Receive.

(© Jougi Shiraishi / SB Creative / Wandering Witch Production Committee)

Salah satu kejutan menarik adalah bagaimana seri ini menjadi salah satu seri paling hangat dibicarakan oleh penonton anime di Facebook. Dengan cerita yang agak sulit dicerna oleh penonton anime kasual, tentu menarik bagaimana Elaina bisa menjadi karakter yang waifu-able. Puncak kemaniakan masyarakat FB muncul di episode 11 dan 12. Di episode 11, ditampilkan adegan Elaina (yang sebenarnya Saya) sedang tergila-gila melihat Elaina di bayangan kaca sebuah restoran. Adegan menjilat-jilat kaca Elaina yang sebenarnya hanya berlangsung sepersekian detik itu pun menjadi templat meme di media sosial. Low-angle shoot Elaina yang sebenarnya sangat sopan dan tidak pernah menampilkan satu pun celana dalam, menjadi bahan delusi wibu di Facebook.

Setelah melihat sendiri konteks adegan tersebut muncul, Majo no Tabitabi sukses mengembangkan karakter Elaina dengan trait-trait yang sebenarnya sangat memancing wibu. Rambut perak? Yes. Rok panjang? Yes. Badan pendek? Yes. Senyum ngehe? Yes. Pakaian lengan pendek berenda dengan rok hitam? YES! Ketek? YES! Jilat-jilat? YES! Innuendo wins!

Elaina adalah karakter sejuta umat wibu 2020. No debat.

Elaina Memang Wangi

Akhir kata, Majo no Tabitabi adalah anime yang menyenangkan. Di tengah ceritanya yang tidak berkesinambungan antara satu episode ke episode lain, ataupun pola penyutradaraan yang terlihat melompat-lompat dan krisis identitas (Episode 9, halo Re:Zero), anime ini menjadi enak ditonton karena kuatnya karakter Elaina. Elaina bukan MC yang sok asyik, kepribadiannya beresonansi dengan banyak penontonnya, dan sekaligus menjadi karakter yang waifu sekali. Elaina anime yang gue banget, dan Elaina karakter yang waifu gue banget.

Positif

  • Karakter Elaina yang no tipu-tipu dan jujur apa adanya
  • Elaina wangy wangy
  • Elaina wangy wangy

Negatif

  • World building tidak terlalu jelas
  • Alur penceritaan yang melompat-lompat dan pacing yang tidak konsisten
  • Lagu latar belakang yang medioker untuk anime seperti ini (saran, coba ajak MANYO kalau mau ada musim keduanya)

Yang Disayangkan

Banyaknya kontradiksi dalam Elaina dan Elaina membuat anime ini berada di posisi yang ambigu. Entah orang akan sangat menyukai ini, atau orang akan sangat membenci ini, atau orang akan melupakannya.

KAORI Newsline | oleh Kevin W

Majo no Tabitabi (Wandering Witch: The Journey of Elaina) bisa ditonton secara gratis dan legal untuk waktu tertentu di kanal Muse Asia dan Muse Indonesia

2 KOMENTAR

  1. Bukannya rambut Elaina itu kelabu ya? makanya dia dijuluki “Hai no majo” yg artinya penyihir abu, karena rambutnya kelabu. Guru Fran juga bilang begitu kan?

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses