Pada 2020 lalu, film spin-off dari seri Violet Evergarden yang berjudul Violet Evergarden Gaiden: Eien to Jido Shuki Ningyo (Eternity and the Auto Memories Doll) telah diputar di layar bioskop Indonesia. Walau statusnya menjadi film “spin-off” yang tidak menghadirkan kisah utama dari serial utamanya, film tersebut berhasil mengaduk-ngaduk emosi penonton dengan penceritaan yang penuh rasa.

Setahun kemudian akhirnya film utamanya dirilis dengan judul yang to-the-point, Violet Evergarden the Movie. Setelah kemunculannya di Jepang dan juga Indonesia (oleh distributor Feat Pictures) sempat tertunda karena kondisi pandemi, akhirnya film ini diputar juga di bioskop (walau sedikit disayangkan waktu tayangnya di tanah air terhitung begitu singkat). Apakah film ini berhasil menjadi penutup yang sempurna untuk serial animenya?

Baca Juga: Review Film Anime Violet Evergaiden Gaiden: Melalui Surat, Perasaan Tersampaikan

violet evergarden
© Kana Akatsuki/Akiko Takase/Kyoto Animation/Violet Evergarden Production Committee

Plot di Violet Evergarden the Movie sendiri terbagi menjadi dua. Masih menjalani hari-harinya sebagai Auto Memories Doll alias penulis surat bayangan, Violet Evergarden (disuarakan oleh Yui Ishikawa) suatu hari dihubungi oleh seorang anak yang tengah dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit yang dapat mengancam hidupnya. Sang anak meminta Violet menulis surat wasiat untuk keluarganya jika suatu hari ia akhirnya tiada. Ketika Violet menjalankan tugasnya, Claudia Hodgins (Takehito Koyasu) yang menjadi kepala kantor Layanan Pos CH secara tidak sengaja akhirnya mengetahui nasib rekannya di pasukan militer dulu yang selama ini juga begitu dirindukan oleh Violet, Gilbert (Daisuke Namikawa).

Di samping itu, ada subplot lain di awal filmnya yang menyambung (begitu jauh) dari salah satu episode di serial animenya. Kita diperkenalkan dengan Daisy yang baru saja ditinggal pergi oleh neneknya yang baru saja wafat, Ann. Daisy kemudian menemukan setumpuk surat milik Ann yang dikirim oleh sang nenek buyut yang ternyata tetap ditulis walau sang nenek buyut telah tiada. Penasaran, Daisy kemudian mencari sosok penulis surat-surat yang dikirimkan untuk sang nenek.

Bila belum menonton versi serial animenya (atau mungkin lupa-lupa ingat), bagian awal Violet Evergarden the Movie mungkin akan membuat penonton bingung; prolog di awal filmnya yang ternyata berlatar di “masa depan”, serta kemudian ceritanya kembali “ke masa kini” yang diawali dengan “flashback” tentang apa saja yang telah dilakukan Violet sebagai seorang Dolls dan kelakarnya bersama teman-teman sejawatnya, seolah filmnya mengharapkan Anda minimal telah menonton versi serial animenya (atau setidaknya sampai di episode ke-10). Jika sudah menamatkan serial animenya, bagian ini akan membuat Anda kembali familiar dengan Violet dan kawan-kawannya.

Diputar dengan durasi yang cukup panjang (140 menit) cerita di film Violet Evergarden the Movie dihadirkan dengan tempo perlahan, terutama di paruh pertama filmnya. Meskipun begitu, cerita yang naskahnya ditulis oleh Reiko Yoshida pun berjalan tanpa terasa terlalu bertele-tele dan efektif dalam menampilkan segala konfliknya, sehingga filmnya pun berhasil memberikan impact emosi yang kepada penontonnya.

Berbicara tentang impact, hal ini sebenarnya sudah dibangun dengan begitu baik sejak paruh awal filmnya. Cerita di bagian ini sekilas terasa tidak jauh berbeda dengan episode di serial animenya, di mana Violet bertemu dengan kliennya dan kemudian ditutup dengan akhir yang mengharu-biru. Bagian ini sebenarnya menjembatani tema cerita “perjalanan Violet dalam mencari makna cinta” yang nantinya akan menjadi klimaks di filmnya. Satu hal yang saya suka di bagian ini adalah sosok Violet, di balik sedikit ke-kikuk-annya yang efektif memancing tawa penonton, kini sudah begitu berkembang di mana ia sudah bisa memahami perasaan orang lain. Interaksi Violet dengan para karakter lain yang tak kalah menarik membuat cerita di film ini semakin berbobot.

violet evergarden the movie
© Kana Akatsuki/Akiko Takase/Kyoto Animation/Violet Evergarden Production Committee

Selain Violet, kita juga diajak untuk kembali menyelami masa lalu Gilbert lewat konflik antara kakaknya, Dietfried (Hidenobu Kiuchi) dengan Hodgins. Walau sekilas terasa seperti “numpang lewat,” bagian cerita ini berhasil menjadi jembatan menuju bagian kedua filmnya nanti karena memuat konflik mengenai hubungan Gilbert dengan sang kakak, serta rahasia kelam hubungan Gilbert dengan Violet di masa lalu ketika mereka masih menjadi tentara dan usaha mereka untuk saling “menyembuhkan” luka satu sama lain.

Satu hal lain yang menurut saya menarik dari ceritanya adalah film Violet Evergarden the Movie juga menyentuh tema tentang perkembangan teknologi. Dengan latar dunia yang terinspirasi dari awal abad ke-20, filmnya juga sempat menyentil bagaimana Kantor Pos CH yang menjadi tempat Violet bekerja lambat laun mungkin akan terkikis waktu oleh kehadiran teknologi “canggih” yang mulai muncul di masyarakat (dan “ironis”-nya juga digunakan oleh kantornya). Rasa kebingungan penonton terhadap “prolog” filmnya yang berlatar di “masa depan” lambat laun mulai terjawab dengan kehadiran berbagai teknologi lain yang disempilkan dalam cerita utamanya.

Memasuki paruh keduanya, cerita film Violet Evergarden the Movie mulai tancap gas setelah kita menemukan petunjuk dari keberadaan sosok yang selama ini begitu dirindukan oleh Violet, Gilbert. Berbagai set-up cerita dan sub-plot yang ditempatkan di awal cerita (termasuk bagian “prolog”-nya) akhirnya bergerak ke satu tujuan yang sama dan saling melengkapi satu sama lain lewat eksekusi yang apik sekali. Hasilnya pun sudah bisa ditebak, Violet Evergarden the Movie menjadi film yang sukses mengaduk-ngaduk emosi penontonnya, bahkan mungkin melebihi versi serial animenya.

Mengenai ending-nya sendiri, saya pun awalnya sempat ragu bagaimana tim studio Kyoto Animation mengeksekusi puncak cerita di film Violet Evergarden the Movie, mengingat film ini menghadirkan dua subplot yang sama-sama penting. Apakah adegan tersebut akan dihadirkan berturut-turut tanpa mengurangi intensitas emosi dari ceritanya? Sedikit spoiler, hal itulah yang memang terjadi di film ini dan luar biasanya dua adegan tersebut berhasil dieksekusi dengan begitu… epik, lengkap dengan lagu penutup dari serial animenya, “Michisirube”, yang mengiringi adegan pamungkasnya.

Hal yang benar-benar saya suka di bagian ini adalah salah satu adegan klimaks tersebut menghadirkan subplot mengenai “perkembangan teknologi” yang muncul di awal film. Tak hanya jadi hiasan semata, subplot ini akhirnya menjadi salah satu poin yang berhasil menguatkan momen dramatis di adegannya.

Satu hal yang membuat Violet Evergarden the Movie akhirnya berhasil menjadi tontonan yang mampu menguras air mata penontonnya adalah, selain menghadirkan adegan menyentuh yang diarahkan dengan begitu baik oleh Taichi Ishidate sang sutradara, naskah ceritanya juga berhasil menghadirkan “rasa” yang begitu kuat. Hal tersebut juga didukung dengan visual dan animasi khas studio Kyoto Animation yang begitu ciamik dan indah, performa para seiyu yang begitu jempolan, serta gubahan scoring (musik latar) dari Evan Call yang mampu menghantarkan daya emosi yang begitu kuat. Akhir kata, film ini berhasil menjadi penutup yang sempurna bagi kisah Violet Evergarden dalam mencari makna cinta…. dan juga Gilbert.

The Good

  • Walau bertempo lambat dan durasi filmnya panjang, penceritaannya tidak terasa bertele-tele
  • Naskah cerita yang ditulis dengan “rasa” dan turut didukung dengan animasi dan visual indah khas KyoAni serta gubahan scoring yang berhasil menghanyutkan emosi.
  • Berhasil menjadi penutup pamungkas dari serial anime Violet Evergarden.

The Bad

  • Jika lupa-lupa ingat dengan cerita di serial animenya, bagian awal film ini mungkin akan membingungkan Anda.
  • Waktu tayang yang sangat singkat di bioskop Indonesia. Saat ulasan ini dibuat, film ini sayangnya sudah turun layar di sejumlah bioskop.

The Random

  • Mungkin seluruh plot cerita Violet Evergarden bisa digambarkan dengan salah satu karya grup band Dewa 19, “Kangen”.

KAORI Newsline

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses