Membuat suatu karya yang bagus dan laris manis adalah suatu hal yang diinginkan oleh developer game di seluruh dunia. Biasanya, formula yang sudah terbukti ini tidak akan pernah tergantikan, namun tidak bagi Katsura Hashino. Setelah merilis Persona 5 pada 2016, Hashino memutuskan untuk banting setir dan keluar dari IP Persona, dan mendirikan studio internal baru bernama Studio Zero. Bersama dengan rekan-rekan lamanya di P-Studio (developer Persona), Hashino memutuskan untuk membuat proyek baru bernama Project Re:Fantasy. Setelah menunggu hampir 8 tahun lamanya, game tersebut akhirnya rilis dengan judul Metaphor: ReFantazio.

Memasuki Dunia Fantasi Baru
Cerita dari game Metaphor: ReFantazio terjadi di Kerajaan Euchronia, di mana negara tersebut terdiri atas 8 jenis suku atau ras yang menghuninya. Sang Raja terbunuh oleh salah satu bawahannya, Count Louis, dan menyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan antara Louis dan pihak kelompok bangsawan yang dipimpin oleh Pontifex Forden. Kita kemudian akan memainkan tokoh utama tanpa nama yang hidup yang berasal dari ras Elda yang dianggap oleh masyrakat dan pihak gereja sebagai ras paling rendah.
Baca Juga: Buriram United Esports Jadi Juara FFWS SEA 2024 Fall!
Berbeda dengan seri Persona, sang tokoh utama dari awal telah memiliki misi besar atau tujuan yang ingin dia raih, yaitu menyelamatkan pangeran Euchronia yang menderita kutukan. Misi besar ini kemudian semakin dielaborasi saat terjadi kejadian ‘bangkitnya’ sihir Raja yang terbunuh dan dimulainya pemilihan raja berikutnya bagi siapapun yang merasa pantas menjadi raja baru. Sang tokoh utama yang percaya bahwa kutukan sang Pangeran adalah ulah Count Louis kemudian ikut bergabung dalam kompetisi pemilihan raja baru Euchronia. Ini yang kemudian menjadi cerita utama dari game Metaphor: ReFantazio.


Gameplay yang Masih Terasa Familiar
Memainkan Metaphor: ReFantazio sangat terasa seperti memainkan perpaduan antara game fantasy tradisional dengan unsur-unsur khas dari RPG rilisan Atlus. Metaphor masih menggunakan sistem pertarungan berbasis Turn-Based dan sistem elemen ala RPG rilisan Atlus. Namun berbeda dengan Persona yang menggunakan turn based tiap orang, Metaphor menggunakan sistem Turn Stone yang biasanya digunakan di seri Shin Megami Tensei (SMT). Metaphor juga membagi sesi dungeon menjadi overworld atau sesi eksplorasi dan sesi pertarungan.


Baca Juga: Koseki Bijou Rilis Lagu Original Pertamanya, “Prism no Mahou”!
Hal lain yang masih terbawa atau mirip dengan seri game Persona adalah sistem Character Virtue seperti Wisdom dan Courage, serta sistem Follower Bond yang mirip dengan sistem Social Link. Sistem Follower Bond adalah sub-story yang berhubungan dan lebih spesifik dengan tiap karakter yang menjadi pengikut atau kawan dalam cerita Metaphor: ReFantazio. Cerita-cerita tersebut mampu memberikan worldbuilding yang lebih dalam pada dunia game-nya. Berbeda dengan Social Link, Follower Bond hanya akan tersedia saat kita sudah mencapai titik tertentu pada cerita utama, beberapa kondisi seperti side quest, serta level Character Virtue kita. Tingkatan level dari Follower Bond akan memberi beberapa manfaat kepada kita seperti unlock evolusi Archetype hingga diskon-diskon yang dapat kita manfaatkan.

Metaphor: ReFantazio masih menggunakan sistem waktu seperti di Persona dan SMT, namun yang membuat Metaphor berbeda adalah sistem eksplorasinya. Di game ini, semua dungeon yang ada untuk main story maupun side quest memerlukan kita untuk berpergian dan hal ini sering memakan waktu. Berbeda dengan Persona di mana dungeon dapat langsung kita akses dan tidak membuang waktu, di Metaphor mayoritas lokasi memerlukan kita untuk pergi dan seringkali menghabiskan malam di perkemahan. Hal ini membuat diperlukannya manajemen waktu kita dan planning dalam berpindah-pindah tempat agar pemain tidak membuang waktu untuk bolak-balik ke tempat yang sudah kita datangi. Selain itu sistem cuaca yang mempengaruhi mekanik pertarungan juga membuat kita harus merencanakan traveling plan.
Ulasan game Metaphor: ReFantazio berlanjut ke halaman selanjutnya.