Bulan Oktober kemarin, KAORI Nusantara berkesempatan untuk berbicara dengan Federico Antonio Russo (FAR), seorang produser anime asal Italia yang telah berpartisipasi dalam proses pembuatan anime-anime seperti Wonder Egg Priority, My Dress-Up Darling, dan Bocchi the Rock! sebagai penerjemah dan produser. Baru-baru ini, FAR bersama dengan rekan sesama produsernya, Blou, mendirikan studio animasi mereka sendiri: Buta Productions.
Dalam interview ini, FAR menceritakan tentang pengalaman-pengalamannya dalam industri anime yang mendorongnya untuk mendirikan studio animasinya sendiri. Selain itu, FAR juga mendiskusikan tentang kesulitan-kesulitan dalam mengelola suatu studio animasi, pengalamannya dengan Shouta Umehara sang produser Bocchi the Rock!, opininya mengenai industri anime, juga pendapat FAR mengenai prospek animator-animator Indonesia untuk bekerja di Buta Productions. Simak terus ya, #Kaoreaders!
Pertama-tama, mungkin bisa perkenalkan diri dulu dan juga menjelaskan sedikit mengenai Buta Productions kepada #Kaoreaders?
Perkenalkan, nama saya Federico Antonio Russo, namun biasanya orang-orang kenal saya sebagai ‘FAR’ di internet. Saya presiden dari Buta Production, studio animasi yang saya dirikan bersama dengan Blou. Saat ini, kami lebih banyak mengerjakan komisi dari berbagai klien, termasuk klien-klien dari industri anime di Jepang. Sebagai studio, kita berusaha untuk membuat anime dengan cara yang agak berbeda dengan studio anime pada umumnya; kami peduli dengan individu-individu yang mengerjakan anime di studio kami, sembari menciptakan alur keja yang sesuai untuk mereka.
Apakah bisa diceritakan lebih detail tentang kenapa anda memutuskan untuk mendirikan studio animasi setelah bertahun-tahun bekerja sebagai freelancer di industri anime? Apakah ada pengaruh dari pengalaman pribadi selama bekerja di sana dalam memutuskan hal ini?
Sebelum bekerja di bagian produksi, saya awalnya bekerja sebagai penerjemah untuk membantu animator-animator di luar Jepang yang bekerja di industri anime. Saya awalnya bekerja di studio animasi seperti SynergySP. Pada saat itu, salah satu kolega saya yang bekerja sebagai animator, Sai, menghubungi saya dan meminta saya untuk mencari animator yang dapat bergabung untuk mengerjakan anime Kakkou no Iinazuke. Di sekitar waktu yang sama, Kentaro Waki juga meminta hal yang serupa kepada saya untuk opening dari Girls Frontline. Setelah itu, saya mendapatkan kesempatan bekerja untuk judul-judul seperti My Dress-Up Darling, Bocchi the Rock!, Akebi-chan no Sailor-fuku, dan bahkan untuk opening video dari sebuah video game.
Karena saya bekerja sebagai freelancer yang ada di luar hierarki perusahaan dan juga bukan bagian dari entitas legal apapun, dulu saya mengalami beberapa kejadian yang tidak mengenakkan. Contohnya, saat proses produksi Kakkou no Iinazuke, saya dan animator-animator yang bekerja di produksi tersebut dibayar dengan upah di bawah standar karena kekhawatiran mereka atas kualitas pekerjaan kami; lucunya, setahun kemudian Sai pindah ke Studio Bind dan menghubungi animator-animator yang dulu bekerja dengan saya walaupun dulu dia bilang hasil pekerjaan kami di bawah standar industri anime.
Hal yang sama terjadi saat kami bekerja untuk Studio WIT. Pada saat itu, Studio WIT menghubungi saya dan teman-teman saya dan menawarkan kami untuk bekerja bersama mereka, tetapi sebagai volunteer. Saya menolak tawaran tersebut, dan memberi tahu mereka kalau saya punya hal lain yang perlu dikerjakan dan saya tidak bersedia untuk bekerja secara cuma-cuma. Apalagi untuk pekerjaan yang menghabiskan banyak waktu seperti ini.
Sehingga pada akhirnya, kami merasa bahwa masalah-masalah ini harus diperbaiki; Posisi kami sebagai pekerja di industri ini secara hukum memang agak abu-abu. Jadi, kami memutuskan untuk mendirikan studio. Keputusan ini ternyata sangat tepat karena studio-studio anime sendiri mulai bergerak ke arah yang berbeda dari yang awalnya saya pikirkan. Akhir-akhir ini, industri anime mulai booming dan sekarang jauh lebih mudah untuk mencari animator. Kalau kami tetap menjadi freelancer, kami bisa saja ada di situasi di mana kami merekomendasikan seorang animator ke suatu studio, tetapi studio itu sendiri malah akan merekrut animator tersebut secara langsung. Sehingga pada akhirnya kami malah jadi tidak berguna.
Jadi sebelum didirikannya Buta Productions, kalian yang menghubungi masing-masing animator sebelum mereka direkrut langsung oleh studio klien, tetapi sekarang kalian yang merekrut animator-animator secara langsung. Apa benar begitu?
Iya, sekarang klien-klien kami hanya menghubungi kami dan menanyakan apakah studio kami dapat mengerjakan animasi untuk suatu proyek atau tidak. Dulu, mereka biasanya menanyakan “Beri tahu kami siapa animator yang bisa menganimasikan bagian ini”. Jadi ya dulu kami kurang lebih seperti pencari bakat. Sekarang, kami yang menghubungi dan merekrut para animator secara langsung, dan studio-studio yang menjadi klien kami tidak terlalu ambil pusing mengenai siapa yang mengerjakan bagian tertentu.
Sebelum memulai Buta Production, kalian juga pernah membuat Studio Tonton. Di tweetnya, Blou pernah bilang kalau Buta Production itu “cabang professional” dari Studio Tonton. Apakah bisa dijelaskan lebih jauh mengenai ini?
Sebenarnya, Studio Tonton lebih seperti circle doujin untuk animasi. Studio Tonton awalnya dimulai oleh orang-orang di komunitas sakuga di tahun 2020, saat pandemi Covid-19. Pada saat itu, kami berpikir: “Mumpung sekarang ada waktu luang, kenapa tidak coba buat animasi kita sendiri saja?”. Jadinya Blou mulai mengerjakan proyek fan-made opening untuk Naruto. Dulu seharusnya ada fan-made ending juga, tapi tidak pernah selesai karena sutradaranya malah kabur (tertawa).
Studio Tonton juga melakukan beberapa hal lain, seperti animasi in-between dan digital painting untuk beberapa anime, dan juga video promosi untuk webkomik. Sekarang, Studio Tonton kebanyakan mengerjakan fan project, seperti misalnya fan project untuk hololive. Tapi mereka bukan entitas professional, hanya fan group saja. Di sisi lain, banyak orang yang ada di Studio Tonton akhirnya bekerja di Buta Production, salah satunya GitsAsh. Beberapa orang yang berasal dari Studio Tonton akhirnya bekerja secara professional untuk studio-studio lain juga, dan masih berhubungan dengan kami.
Makannya, kami menyebut Buta Production sebagai “cabang professional” dari Studio Tonton. Walau sebenarnya tidak ada hubungannya secara legal, ada beberapa orang yang berkerja di Buta Production yang dulunya anggota Studio Tonton. Orang-orang tersebut juga memiliki visi yang sama tentang apa yang kami ingin lakukan saat membuat animasi.
Apakah Studio Tonton masih aktif mengerjakan suatu proyek?
Studio Tonton masih aktif, tapi mereka bukan prioritas Blou lagi. Lagipula, Studio Tonton ini sebenarnya lebih ke proyeknya Blou daripada saya, yang dia lakukan saat sedang senggang. Awalnya, Blou sangat senang mengerjakan proyek original di Studio Tonton di saat senggang, tetapi lama kelamaan, anggota Studio Tonton mulai dikenal banyak orang. Sebagian staff di Studio Tonton mendapat tawaran untuk berkerja secara professional di studio lain, sehingga fan project di Studio Tonton semakin susah untuk diatur dan memakan banyak waktu. Jadinya, kami menganggap Studio Tonton sebagai proyek sampingan saja.
Tahun ini, rencananya Studio Tonton akan merilis adaptasi untuk komik yang berjudul Sable House. Studio Tonton juga sedang mengerjakan proyek fan music video untuk hololive, tetapi proyek ini sudah dikerjakan sejak lama sekali, sehingga orang-orang yang mengerjakannya juga sudah burn out sekarang. Konsepnya sudah lama sekali dibuat, sampai orang-orang yang terlibat kebanyakan sudah tidak di fandom hololive lagi, jadinya mereka tidak terlalu semangat dibandingkan dulu. Tapi proyek itu tetap akan dirilis nantinya. Jadi untuk sekarang Studio Tonton masih akan merilis animasi. Setelah dua proyek itu selesai, Studio Tonton sepertinya akan mengerjakan proyek-proyek yang lebih kecil.
Sable House Prototype is having its last cuts in compositing and will release soon! In the meantime, we got some illustrations from the staff that we will frequently share before release.
The 1st illustration is by @blazepoof who did LO and genga on the project! pic.twitter.com/Q9sW1p715K— Studio Tonton (@studio_tonton) October 14, 2024
Terimakasih atas klarifikasinya! Pertanyaan selanjutnya: Apa sih tantangan dalam mendirikan dan mengatur studio animasi seperti Buta Production?
Tantangan paling besar menurut saya ada di memastikan kami memiliki aliran uang yang cukup agar kegiatan di Studio dapat berjalan dengan lancar, dan semua staf yang terlibat bisa mendapat bayaran dengan tepat waktu. Saat ini, kami tidak punya banyak investor. Sumber uang utama kami hanya dari komisi proyek-proyek yang kami kerjakan dan juga dari anggota Patreon. Selain itu kami juga harus melakukan akunting dengan benar supaya bisa membayar hal-hal seperti gaji staff, tagihan listrik, internet, dan juga pajak.
Ngomong-ngomong tentang proyek anime, apakah ada hal yang anda tidak sukai mengenai proses produksi anime? Apa yang sebaiknya diubah atau malah dihilangkan agar proses tersebut lebih baik?
Menurut saya masalah terbesar di industri anime sekarang adalah betapa kacaunya rata-rata tim produksi anime. Faktanya, semakin banyak kekacauan, akan semakin sulit juga melakukan banyak hal di saat yang bersamaan. Supaya bisa lebih dimengerti, contohnya: Ada beberapa studio seperti MAPPA yang sama sekali tidak bisa diminta untuk menunda jadwal produksinya. Sehingga kalau ada animator, sutradara, maupun pihak lain yang gagal memenuhi deadline yang sudah ditentukan karena suatu masalah, keseluruhan tim produksi bisa saja langsung kolaps. Saya juga punya pengalaman bekerja di industri lain, seperti industri game, dan di sana staff masih bisa meminta waktu lebih dan memikirkan dengan baik apa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi suatu masalah. Tentu saja mereka akan meminta maaf karena sudah menunda produksi, tetapi kalau ada masalah dan proses produksi tidak bisa dilakukan, sudah pasti akan terjadi delay agar semua staf yang terlibat dapat mengerjakan tugas mereka dengan baik.
Sebaliknya, di produksi anime, sangat jarang studio ingin menunda proyek mereka. Yang berarti semuanya harus dilakukan tepat waktu dan karena itu juga produksi anime menjadi semakin kacau. Walau saya tidak terlibat dengan suatu studio, jika di studio tersebut terjadi masalah, ujung-ujungnya saya juga akan terpengaruh. Misalnya, ada saat di mana kami ditugaskan untuk mengerjakan sejumlah genga, tapi karena ada masalah di studio lain dan beberapa freelancer yang berkerja bersama saya juga berkerja di sana, mereka jadi mendapatkan pekerjaan tambahan secara tiba-tiba, dan saya sebagai produser harus menunda jadwal saya sendiri agar mereka bisa mengerjakan hal tersebut.
Ada juga beberapa kasus di mana perusahaan lain yang disewa untuk membuat video promosi untuk suatu anime menentukan cut mana saja yang akan ditampilkan di video tersebut, sehingga mereka menghubungi studio yang mengerjakan animenya untuk menyelesaikan cut yang akan digunakan secepat mungkin; walau sebenarnya adegan tersebut akan muncul di episode yang tayang satu tahun lagi, sehingga menambah ke kekacauan yang sudah ada. Terkadang studio-studio besar memiliki sumber daya yang cukup untuk mengatasi masalah-masalah ini, tetapi untuk studio kecil seperti kami, situasi-situasi seperti ini sangatlah sulit. Situasi-situasi seperti ini tidak bagus secara finansial untuk studio kecil karena menambah pengeluaran dalam suatu produksi, dan kadang mereka butuh mengambil pinjaman dari bank. Untungnya, Buta Production sendiri tidak ada di posisi itu sekarang, karena kita selalu beroperasi dalam kondisi keuntungan.
Secara finansial, menurut saya pendapatan yang kami dapatkan dari industri anime tidak cukup besar untuk membenarkan tingkat kerumitan dalam proses produksi anime sekarang. Untungnya, kondisinya semakin membaik dari tahun ke tahun. Beberapa bulan lalu, upah rata-rata seorang animator di Tokyo lebih rendah daripada upah minimum di sana. Sekarang, upahnya sudah naik secara perlahan. Belum lagi, studio-studio yang lebih besar juga bisa membayar lebih.
Masalah lain di industri ini adalah masalah komunikasi. Masalah komunikasi di sini bukan mengenai perbedaan bahasa, melainkan susahnya mengenali hierarki dalam suatu produksi. Sulit menilai siapa yang punya wewenang untuk mengambil keputusan, dan hal-hal seperti ini dapat menyebabkan miskomunikasi. Terkadang ketika memastikan ke seseorang apakah sesuatu bisa dilakukan, orang tersebut akan bilang iya, tetapi nanti atasannya, sutradara animasi, atau bahkan produsernya dari komite produksi sendiri malah tidak setuju. Hal-hal seperti ini dapat mengakibatkan stres saat mengerjakan suatu anime.
Masalahnya banyak juga ya. Tetapi di sisi lain, adakah yang disukai mengenai produksi anime?
Yang saya sukai adalah, kalau di industri anime biasanya mereka akan memberikan lebih banyak tanggung jawab dan kebebasan pada seseorang. Di produksi kartun barat misalnya, storyboard yang diberikan kepada para animator biasanya kurang lebih sudah jadi dan lebih mirip layout daripada storyboard. Sehingga sebagai animator, yang dikerjakan kebanyakan fokus ke gerakan dan memastikan gambar dari karakternya terlihat bersih. Di produksi anime, seorang animator bisa melakukan lebih dari itu. Storyboard yang diberikan biasanya masih kasar, dan seorang animator bisa menggambar dengan lebih bebas berdasarkan storyboard kasar tersebut; misalnya seperti menambahkan efek-efek pengomposisian, mengatur timing pergerakan kamera sesuai dengan kemauannya, dan banyak hal lainnya. Hal-hal seperti ini tidak terlalu dilakukan di industri kartun barat, dan itu yang saya suka dari produksi anime jika dibandingkan dengan proses produksi kartun di negara lain. Saya sebagai seorang produser juga lebih senang mengerjakan suatu proyek, karena alih-alih menilai suatu artis dari kemampuan teknis mereka, saya juga harus memikirkan apa yang artis itu dapat bawa ke proyek tersebut dalam tingkat yang lebih personal. Menurut saya, itu membuat pekerjaan saya sebagai produser jauh lebih menarik.
Jadi industri anime Jepang lebih memberikan kebebasan berekspresi dibandingkan dengan industri kartun barat?
Benar, ada kebebasan berekspresi di industri anime, tetapi menurut saya jauh lebih dari itu. Industri anime itu model industri yang memberikan semua orang yang terlibat sejumlah tanggung jawab. Misalnya di industri kartun barat, visual suatu animasi biasanya ditentukan oleh orang-orang yang mengerjakan storyboard pada saat proses pre-produksi, dan anggota tim produksi yang lain harus mengikuti apa yang mereka kerjakan. Pada saat pengerjaan anime Jepang, tim produksi masih harus mengikuti arahan sutradara, tetapi masing-masing animator masih bisa menambahkan ide mereka masing-masing bersama dengan visi sang sutradara.
Supaya lebih dapat dimengerti: di industri kartun barat, prosesnya seperti pengurangan, sementara di industri anime, prosesnya seperti penjumlahan. Di model produksi Barat, beberapa orang dalam tim produksi sangat penting dan yang lain harus mengurangi keunikan mereka untuk menyesuaikan dengan proses produksi di sana. Sementara dalam produksi anime, sang sutradara memiliki visinya sendiri, tetapi dengan berkerja sama dengan anggota tim yang lain, mereka dapat memperkaya visi tersebut.
Tentu saja, tidak semua studio kartun barat seperti itu. Saya sangat menghormati Cartoon Saloon karena studio tersebut seringkali menghindari dikotomi yang saya sebutkan tadi, tetapi memang umumnya di produksi barat orang-orang hanya mengikuti apa yang sudah ada di rencana pre-produksi. Beberapa orang merencanakan animasinya, lalu staf yang lain hanya tinggal mengikuti rencana yang sudah dibuat tanpa berfikir banyak asalkan masih sesuai dengan visi yang sudah direncanakan. Menurut saya, itu bukan hal yang ideal.
Apakah ada rencana Buta Production untuk membuat anime original mereka sendiri? Apa opini FAR mengenai artist dari Indonesia? Cari tahu lebih lanjut di halaman selanjutnya!