Ongaku (musik) dan seishun (masa muda): dua kata itulah yang ditonjolkan dalam trailer-trailer yang mempromosikan penayangan anime ini. Dan karya terbaru Kyoto Animation ini benar-benar menghadirkan apa yang dijanjikan. Adaptasi novel karya Ayano Takeda ini mengangkat satu sisi dari kehidupan sekolah yang sarat drama, yaitu perjuangan orkes tiup1 SMA Kitauji untuk mencapai kompetisi orkes tiup nasional2. Orkes tiup sekolah itu sedang dalam kondisi payah, tapi sekarang hadir guru pembimbing baru yang melatih mereka dengan lebih tegas dan ketat. Kisah dramatis tersebut dipadukan secara piawai dengan penggambaran penampilan bermain musik ansambel yang indah dari sisi musik maupun visual. Hasilnya adalah pengalaman menonton yang memanjakan dan menggugah indra dan emosi.
Ulasan ini akan membahas beberapa aspek yang menjadikan Sound! Euphonium menarik untuk disimak. Sebagai peringatan, beberapa poin akan berisi spoiler terkait dengan pengembangan cerita dan karakternya.
Penggambaran Permainan Musik Ansambel
Sebagai cerita tentang orkes tiup, musik menjadi salah satu suguhan penting dari seri animasi ini. Musik yang dimainkan dalam konteks ceritanya cukup beragam, mulai dari karya-karya “klasik” seperti Orpheus in the Underworld Overture gubahan Jacques Offenbach, karya yang lebih modern seperti Rydeen dari band musik elektronik Yellow Magic Orchestra, hingga gubahan asli Akito Matsuda sendiri untuk Mikazuki no Mai (Tarian Bulan Sabit) yang menjadi andalan orkes tiup Kitauji di kompetisi regional. Ada musik yang dimainkan oleh orkes tiup lengkap, dimainkan oleh dua atau tiga instrumen saja (Twinkle Twinkle Little Star di episode 6 dan Ai wo Mitsuketa Basho di episode 8), sampai yang dimainkan secara solo (seperti New World Symphony di episode 3).
Permainan musik dalam anime ini juga disajikan dengan apik. Tidak hanya enak didengar (terutama setelah para anak-anak menempuh perbaikan melalui latihan), tapi penggambaran penggunaan alat musiknya juga cukup terperinci. Puncaknya tentu ada pada penampilan dalam kompetisi regional di episode terakhir yang terdengar sekaligus nampak sangat energik dan menggelora.
Kita juga dapat melihat pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam memaknai kegiatan bermain musik. Bagi Goto, salah satu personel bas yang memainkan tuba, bermain musik sendirian itu membosankan. Ia lebih senang bermain dalam ansambel dan mendengarkan semua alat bermain musik bersama secara harmonis, karena di situlah permainan tubanya terasa menjadi bagian tak terpisahkan dari musik yang dimainkan. Keindahan bermain musik dalam ansambel itu juga yang kemudian mempesona Hazuki yang baru pertama kali bermain tuba, sehingga ia tidak putus asa menjalankan latihan dasar tuba yang monoton.

Sementara bagi Reina yang memainkan trompet, ia justru ingin tampil menonjol, menjadi seorang yang istimewa, berbeda dari yang lain. Dan dalam memainkan trompet itulah ia bisa menunjukkan keistimewaannya. Karena sebagai pemain trompet, ia dapat mengincar bagian solo di mana permainan trompetnya dapat ditampilkan sendiri secara menonjol.