Setelah dihentikan (lagi) operasionalnya sejak bulan Agustus 2014 lalu, perkeretaapian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) kini kembali mati suri. Layanan kereta api (KA) yang sebelumnya begitu diminati warga Aceh kini terhenti kembali. Ini mengakibatkan sarana dan prasarana perkeretaapian yang ada kembali mangkrak karena tidak beroperasinya layanan KA di wilayah yang termasuk bagian dari Divisi Regional (Divre) I Sumatera Utara dan NAD, PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini.

Sarana perkeretaapian di Provinsi Aceh memang sangat sedikit jumlahnya. Salah satunya adalah 1 rangkaian Kereta Rel Diesel – Indonesia (KRDI) buatan Industri Kereta Api (INKA), Madiun tahun 2008. Rangkaian ini seangkatan dengan rangkaian KRDI Banyubiru dan KRDI Kaligung yang pernah berdinas di Daerah Operasi (Daop) 4 Semarang. Bedanya hanyalah pada lebar sepur (gauge) yang digunakan dan jumlah kereta pada rangkaian, dimana rangkaian KRDI Aceh menggunakan lebar sepur standar internasional, 1435 mm dan hanya memiliki formasi 2 kereta (KRDI-3 08209 & KRDI-3 08210) sedangkan rangkaian KRDI lainnya memiliki lebar sepur sempit, 1067 mm dan berformasi 4 kereta.

KRDI Aceh ini pernah beroperasi selama 9 bulan untuk melayani penumpang KA Perintis Aceh, relasi Stasiun Krueng Mane s/d Stasiun Krueng Geukuh, sejauh kurang lebih 11 km dengan tarif sangat murah, Rp1.000,00 saja. Sayangnya, belum lama beroperasi, layanan tersebut akhirnya dihentikan karena alasan keamanan lintas, okupansi yang minim serta kurangnya dana operasional. Tak pelak, pada akhirnya rangkaian KRDI ini pun terparkir kembali di Dipo kecil di Stasiun Bungkah, sampai waktu yang belum ditentukan.

KRDI terparkir di Dipo Bungkah
Kondisi Rangkaian KRDI yang terparkir di Dipo Bungkah, NAD, setelah hampir 2 tahun tak beroperasi, Ahad (20/3) lalu

Sarana perkeretaapian lainnya di Provinsi NAD adalah sebuah Kereta Penolong (NR) senilai Rp4,3 milyar milik Direktorat Jenderal Perkeretaapian (Ditjen KA), Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Kereta penolong buatan INKA tahun 2014 yang tiba di Pelabuhan PT Asean Aceh Fertilizer (AAF), Krueng Geukueh pada bulan Februari tahun 2015 silam ini memiliki kondisi yang lebih pilu.

001
Kondisi kereta penolong yang tak terawat di Stasiun Kreung Geukuh, Ahad (20/3) lalu

Berbeda dengan keberadaan KRDI di Dipo Stasiun Bungkah yang tertutupi atap dan terlindung dari cuaca panas maupun hujan, kereta penolong bernilai milyaran ini hanya diletakkan begitu saja di emplasemen Stasiun Krueng Mane yang tidak terawat, dan hanya ditutupi terpal yang sudah rusak. Jangankan terlindung atap, lokasi letaknya pun sudah dipenuhi ilalang dan tumbuhan liar.

002
Terpal penutup kereta penolong yang tak terawat ini pun lekang dimakan cuaca

Setelah hampir 2 tahun mati suri, tentunya muncul harapan denyut nadi perkeretaapian Aceh kembali berdetak, seiring dengan aktifnya kembali pengoperasian KA di bumi Serambi Mekkah ini. Layanan KA yang kembali aktif tentunya akan membuat sarana-sarana perkeretaapian ini kembali terawat dan dapat dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin. Namun, selama masa nonaktif ini belum usai, akan selalu muncul pertanyaan, sarana perkeretaapian Aceh, kapankah akan digunakan kembali?

Cemplus Newsline by KAORI

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses