Bisnis komik di Indonesia kini didominasi oleh pemain-pemain besar. Saat ini, Kosmik dan re:ON dominan sebagai penerbit komik besar dengan karakter-karakter (hak kekayaan intelektual, intellectual property/IP). Tetapi Scroll Down Comics mencoba menyajikan hal yang berbeda.
Didirikan pada Desember 2015 sebagai proyek konsolidasi oleh Jaka, Karina, dan Ababil, sejumlah staf memiliki latar-latar yang berbeda. Jaka Prawira memulai karirnya sebagai komikus di platform Line Webtoon dan Ababil sebelumnya berprofesi sebagai produser musik. Dalam acara launching di Popcon ASIA, mereka meluncurkan tiga buah IP baru dengan target yang ambisius.
IP pertama yang diluncurkan adalah Entytas dengan tujuan utama membangun setting dunia fantasi yang benar-benar baru, namun tetap terasa Indonesia. Berbeda dari karya seperti Grand Legend Ramayana yang “mendaur ulang” kisah pelakonan yang sudah ada sebelumnya, Entytas berusaha menyajikan apa yang dicoba oleh Granblue Fantasy, Final Fantasy, dan sejenisnya. Demi menghadirkan nuansa original, Scroll Down Comics membawa Jaka untuk tinggal langsung di Bali dan melihat berbagai-berbagai ornamen yang ada dan diaplikasikan ke dalam komik yang ia gambar.
Tetapi hal yang lebih menarik adalah proyek IP kedua mereka, yaitu CLOVERLINES. Proyek yang digarap bersama oleh grup “Doujin Dalam Botol” ini menghadirkan lika-liku berkarir dalam dunia musik. Tetapi, CLOVERLINES juga menggunakan program Vocaloid dan perangkat lunak instrumental lain untuk menghadirkan sebuah “band virtual” yang hidup dalam realm komik mereka. Sehingga, 14 lagu dalam album meGumi: a tone poem yang dirilis hasil cipta dan karsa para karakter yang diceritakan dalam dunia CLOVERLINES.
Karya terakhir yang diperkenalkan adalah The Animator. Komik purwarupa sepanjang 16 halaman ini menghadirkan realm bagaimana sisi lain seorang superhero. Bila biasanya superhero digambarkan kinclong dan memiliki hidup yang baik, The Animator mencoba untuk mengangkat apa yang mungkin bisa terjadi pada seorang superhero, apakah kehidupan “real” mereka menjadi berantakan atau apakah mereka mungkin bisa mengalami kecelakaan. Shit happens.
Tetapi dari ketiga peluncuran IP tersebut, semangat Scroll Down Comics sangat menarik diamati: bagaimana grup ini mencoba menjadi semacam “inkubator” dalam dunia komik Indonesia.
“Semua komikus mau ke re:ON, mau ke Kosmik karena hitung-hitungan pasarnya jelas. Nah sekarang kita berusaha untuk menghidupkan yang indie ini, menghidupkan barang yang tidak melulu mainstream, di mana kami sudah berkali-kali gagal tetapi kami tetap yakin bahwa akan tiba saatnya nanti demand tersebut akan tercipta,” tutur Ababil.
Dalam konteks dunia jejepangan, Scroll Down Comics berusaha untuk “membalik” apa yang dilakukan Yamaha dan Crypton dengan Vocaloid-nya. Ababil menilai saat ini Yamaha lebih memfokuskan penjualan IP Hatsune Miku dan kawan-kawannya, baru menjual program Vocaloid itu sendiri. Menurutnya, Vocaloid didesain untuk membuka jalan bagi orang yang ingin menciptakan lagunya sendiri namun tidak memiliki waktu dan tenaga untuk menghimpun vokalis dan kelengkapannya. Dalam proyek CLOVERLINES, Gumi didekonstruksi dari vocal bank-nya dalam Vocaloid dan dari Gumi sebagai karakter, dan diperlakukan sebagai “seiyuu” karakter dalam band virtual yang dibuat tersebut.
Tetapi bukan berarti peranan karakter Gumi dilupakan. Lagu yang keluar dalam CLOVERLINES, menurut Ababil, telah dimasukkan ke dalam album resmi kompilasi Gumi ke-7 di Jepang. Lagu tersebut dimasukkan dengan sampul karakter CLOVERLINES tersebut.
“Kita ingin CLOVERLINES bisa cepat digemari mereka yang senang dengan dunia Miku, namun juga menjembatani penggemar Sheila on 7 dkk agar mereka pun bisa masuk ke dalam dunia ini,” tutupnya.
KAORI Newsline | oleh Kevin W