Mulai hari ini, sekitar setengah juta manusia dari berbagai bangsa akan berduyun-duyun mendatangi pasar komik terbesar sejagad raya, Comic Market. Memasuki penyelenggaraan ke-90 pada musim panas ini, media akan didominasi dengan cerita doujin-doujin yang diborong, foto-foto cosplayer yang berkeringat di tenggara Tokyo, dan hal-hal konyol seperti dakimakura ekstra besar yang habis terjual. Tetapi Comic Market menyimpan sisi-sisi humanis yang sangat jarang tersentuh oleh peliputan media-media mainstream maupun media wibu pada umumnya. Kali ini, mari melihat dunia dan melihat Comiket dari sisi berbeda.
Memang ini cerita tentang Comiket (Comic Market) 88 yang dilaksanakan tepat sekitar setahun yang lalu. Niat awal untuk menyusun laporan Comiket ternyata menjadi tantangan yang sangat luar biasa karena bayangkan, dengan panas 34 derajat dan berdesakan ala Commuter Line dalam skala venue sebesar JIexpo Kemayoran, pikiran pertama yang terlintas saat memasuki Comiket adalah segera keluar dari area tersebut.

Seperti Antrian Commuter Line Tanah Abang
Kalau Anda sempat berkunjung ke Comiket sebelum tahun 2014, ada fakta tidak penting yang menarik diperhatikan. Ada dua akses yang disarankan untuk hadir di Comiket (panitia tidak menyediakan parkir kendaraan di sekitar Tokyo Big Sight), yaitu menggunakan monorail Yurikamome dari Shimbashi (pemandangannya bagus, dengan harga yahudi) atau menggunakan KRL jalur Rinkai yang terintegrasi dengan jalur Saikyo milik JR East. Usut punya usut, jalur Saikyo dulu menggunakan KRL seri 205 yang kini sebagian besar rangkaiannya sudah wara-wiri di Jabodetabek.
Ketika menginjakkan kaki di stasiun Osaki, pemandangan khas ala Manggarai (mungkin di masa depan) akan segera terlihat. Sejumlah KRL hanya sampai Osaki seperti KRL jalur Yamanote. Pada pagi hari, kita bisa melihat pemandangan cosplayer yang menenteng-nenteng koper seolah hendak bepergian ke luar kota. Siapa sangka kostum yang mereka kenakan nanti akan membuat mereka tampil jauh berbeda dari keseharian mereka?
Berpindah ke jalur KRL Rinkai dan perhatikan ada yang berubah. KRL sudah disesaki masyarakat yang hendak menuju ke Comiket. Setiap Comiket, operator TWR khusus menambah jadwal perjalanan KRL pada pagi dan sore ini dengan menjalankan kereta luar biasa (KLB). KLB ini berjalan setiap lima menit sekali. Kepadatan dirasakan dalam KLB pertama yang dimulai pukul 04:40 dan akan terus merayap sampai sekitar jam 11 siang.

Turun di stasiun Kokusai-Tenjijo, pengunjung berpindah ke dunia lain, bukan Jepang pada kesehariannya yang membosankan. Saat menaiki eskalator, pengunjung sudah dibombardir dengan iklan-iklan dari kartun dan game. Di sebelah kanan stasiun sudah tersedia sebuah minimarket yang menjual puluhan ribu botol minuman bertema anime yang siap dibawa pulang. Usut punya usut, untuk ke Comiket perlu persiapan lebih cermat meski tidak terlalu luar biasa.
Bukan Untuk Mereka yang Lemah
Hal terpenting yang harus disiapkan saat memasuki arena Tokyo Big Sight adalah menyiapkan air minum, sebaiknya yang sudah dibekukan semalam sebelumnya. Your mileage may vary, tetapi acuan ini bisa dipakai untuk mengira-ngira: pada acara sekelas AFAID saya hanya membawa air minum 2 x 600 ml (botol air kemasan biasa), dan pada Comiket, saya harus menyiapkan air dua liter dan habis pada siang itu juga. Hal ini penting mengingat selain selisih harga yang jauh (air minum 2L normalnya dijual 100 yen di minimarket konvensional vs 200 yen di mesin otomatis di dalam venue), akan sangat merepotkan untuk tawaf mengelilingi Tokyo Big Sight demi sebotol air minum.

Bagi pengunjung biasa, antrian akan mengular sekitar hampir 1 kilometer dari Tokyo Big Sight dan sudah bisa terlihat sekilas setelah meninggalkan stasiun. Di antara mereka ada yang melakukan tetsuya, mengantri sejak semalam atau dua malam sebelumnya. Menurut Farhan, wartawan KAORI di Tokyo, antrian tetsuya ini tidak dilegalkan oleh pihak panitia, namun tidak dilarang. Jadi ada dalam ranah abu-abu. Hebatnya, sudah ada yang “mengkoordinasi” antrian ini, entah bagaimana caranya.
Pengunjung pertama kali (一般入場, ippan nyuujo) tidak disarankan untuk datang pada pagi hari. Berdasarkan pengamatan saya, ada semacam titik “delta” yang menentukan titik optimum lama menunggu di luar dengan prioritas masuk. Kurang lebih seperti di bawah ini.
Jam Mulai Antri | Lama Tunggu (Jam) | Jam Masuk |
Sehari sebelumnya, jam 8 malam | 14 | 10 pagi |
Jam 4 pagi (KRL pertama) | 7 | 11 siang |
Jam 9 pagi | 2,5 | 11.30 siang |
Jam 11 siang | 1,5 | 12 siang |
Tentunya orang sudah datang ke Comiket dengan persiapan berbelanja, tapi se-hectic apa suasana khilaf di Comiket?
Nantikan esok hari: lari, tawaf, dan pengalaman menggila di dalam arena Comiket
Kevin W
(Masih) Direktur Utama
KAORI Nusantara