Di antara penggemar anime, terdapat berbagai selera dan minat yang berbeda-beda. Konsekuensi yang jelas dari fakta tersebut adalah bahwa orang yang berbeda bisa menggemari anime yang berbeda. Mungkin ada yang lebih menikmati anime petualangan seperti Sword Art Online; mungkin ada yang lebih menghayati anime santai seperti Aria; mungkin ada yang lebih menggemari anime yang membahas pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti Paprika; dan seterusnya.

Namun lebih dari itu, satu hal yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa anime yang sama bisa saja digemari oleh orang yang berbeda karena alasan yang berbeda. Hal itu dikarenakan ada anime-anime yang memadukan beragam elemen yang dapat menarik minat lebih dari satu macam penonton.

no-ally-among-fans
“Synch rate kita 99%” “Ah, masa?”

Seri Gundam adalah salah satu contoh bagaimana suatu anime dapat menarik minat lebih dari satu macam penggemar. Diprakarsai oleh perusahaan mainan untuk mempromosikan model robot-robotan plastik, desain robot nampak menjadi daya tarik utama dari seri ini. Namun apakah itu berarti anime Gundam hanya dapat digemari oleh penonton yang suka melihat robot keren dengan senjata canggih?

Kenyataannya tidak demikian. Yoshiyuki Tomino yang menggarap seri Gundam pertama di penghujung dekade 70-an mengungkap bahwa banyak penggemar awal Gundam adalah remaja putri. Dan yang menjadi daya tarik utama bagi para remaja putri itu dari Gundam bukanlah robot, teknologi, latar belakang setting fiksi ilmiah, ataupun intrik politik dan peperangan; tetapi penggambaran karakter dan hubungan antar karakternya yang atraktif dan tragis.

Lihatlah bagaimana dalam satu episode Kantoku Fuyuki Todoki, karakter Rompers yang merupakan representasi komikus perempuan Moyoco Anno mengakui bahwa ia sangat terpesona pada karakter Gundam Garma Zabi saat masih SD. Ketika saya membahas hal ini dengan seorang blogger anime dari Amerika, ia pun bercerita bahwa ia pernah kenal dengan seorang perempuan Jepang yang di masa kecilnya menggemari Garma Zabi. Contoh-contoh itu seperti mengkonfirmasi pendapat penulis feminis Mari Kotani (2014) bahwa penggemar fiksi ilmiah perempuan lebih berfokus kepada penggambaran karakter dibandingkan penggemar fiksi ilmiah laki-laki yang lebih memperhatikan penggambaran teknologi.

anime-garma-zabi
Pesona rambut ungu dalam kartun robot

Seri anime lainnya yang dikenal berhasil menarik penggemar dengan minat yang beragam adalah seri Macross dengan tiga pilarnya: variable fighters (mecha), penyanyi idola, dan cinta segi tiga. Akademisi Patrick Galbraith (2014) bahkan menyebut Macross sebagai seri yang bisa mengumpulkan penggemar mecha dan penggemar bishōjo, penggemar kisah peperangan epik dan penggemar drama cinta segi tiga, untuk menontonnya bersama dengan damai (itu pun belum memperhitungkan orang-orang yang menggemari hal-hal tersebut sekaligus).

VVotz dan sales SAAB sedunia, bersatulah!
VVotz dan sales SAAB sedunia, bersatulah!

Apa yang dikatakan Galbraith itu memberi harapan bahwa perbedaan alasan untuk menggemari anime yang sama tidak harus menyebabkan konflik seperti yang digambarkan oleh karakter Nagi Sanzenin dan Chiharu Harukaze di atas. Memahami adanya latar belakang minat yang berbeda-beda mungkin bisa membuat kita tidak perlu merasa kaget atau risau dengan perbedaan itu. Bagaimana orang lain menggemari suatu anime tidak harus menentukan atau membatasi bagaimana kita sendiri memilih untuk menggemari anime tersebut. Begitu pun kita tidak perlu memaksakan bagaimana kita menggemari anime kepada orang lain.

Mungkin ada penonton yang lebih menikmati unsur yuri dalam anime Izetta: the Last Witch. Namun itu bukan berarti Izetta hanya dapat dinikmati kalau penonton menggemari yuri. Penonton juga bisa memikirkan, misalnya, bagaimana Izetta menitikberatkan pada penggambaran pentingnya propaganda dalam peperangan modern; sebagaimana dijabarkan oleh sejarawan komunikasi internasional Philip M. Taylor (1997). Ini suatu pilihan yang patut diapresiasi dari anime tersebut karena mengakui bahwa peperangan modern, setidaknya sejak zaman Perang Dunia, berlangsung dalam konteks lingkungan media dan harus memperhitungkan realita konteks tersebut.

anime-izetta-propaganda
“The bombardment of the German mind is almost as important as the bombardment by the cannon.” -Lord Northcliffe

Sesungguhnya perbedaan-perbedaan yang ada dapat menjadi hal yang menarik karena memperluas perspektif yang ada dalam memahami suatu anime. Pertanyaannya tinggal apakah kita bisa menyikapi perbedaan itu dengan rukun seperti yang diharapkan oleh Galbraith? Semoga saja.

Baca Juga: Keluar dari Tempurung Selera Teman

Oleh Halimun Muhammad | Penulis adalah pengamat sekaligus penikmat budaya pop kontemporer Jepang yang telah menempuh studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, menikmati sekaligus mencoba memotret kebudayaan anime dari perspektif akademis | Gambar: Hayate the Combat Butler, Kantoku Fuyuki Todoki, Macross Delta, Izetta: the Last Witch

Artikel ini adalah pendapat pribadi dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.

Artikel ini adalah pendapat dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses