Setelah berbaikan dengan Megumi dalam satu episode khusus, drama baru mulai bersemi.

Bahasan di bawah ini mengandung bocoran jalan ceritanya, stop membaca bila belum menonton sampai episode ini. 

Pemimpin yang tidak efektif

Utaha memasuki masa kelulusannya. Tomoya, yang memutuskan tidak ingin membebani Utaha dengan lebih banyak beban, hadir meminta pendapat mengenai naskah untuk game terbarunya. Tomoya hadir masih dengan suasana suci (kalau bukan naif), keinginan mulia untuk menghadirkan apa yang menurutnya baik baginya dan berharap mampu menciptakan the dream team-nya.

Tetapi resep kesuksesan sebuah tim – pelajaran klasik manajemen dasar – adalah menentukan target pencapaian. Ketika mendengar Tomoya ingin memintanya bergabung karena ia tidak perlu khawatir akan target tertentu, Utaha berang. Dengan penuh kemarahan, tanpa target lebih buruk daripada target yang mustahil dicapai. Ketika seseorang bekerja tanpa target, seorang kreator tidak bisa berkembang.

Keprihatinan Utaha ini selaras seperti yang disuarakan dua episode lalu. Tomoya, seorang pengonsumsi produk otaku yang baru kali pertama terjun menciptakan produknya sendiri, hadir dengan nol pengalaman dalam bekerja tim. Kemarahan Utaha sebelumnya ketika mengetahui Tomoya tidak mengharapkan apapun dari Eriri berubah menjadi kemuakan setelah mengetahui Tomoya tidak mau memasang target apa-apa.

Utaha menyadari bahwa ia sangat ingin bekerja kembali bersama Eriri dan teman-temannya. Tetapi ia sadar dengan kondisi saat ini, tidak realistis untuk tetap bersama dalam satu tim dengan Tomoya.

Sementara itu, masa depan mereka kini terombang-ambing.

Halo, House of Cards – sort of

Machida menawarkan Utaha untuk bergabung ke dalam tim pengembang game tempat Akane bekerja, namun merasa Utaha, yang besar dan masih berada dalam suasana kisah kasih di sekolah,

Kehadiran Akane Kosaka memberi nuansa berbeda. Sebagaimana digambarkan Machida, Akane digambarkan sebagai sosok “pro-nya pro”, tanpa ragu-ragu bisa menghancurkan orang lain di dalam dunia profesional. Sebagaimana yang muncul saat Eriri dan Utaha menghadap ke Akane, mereka berdua dihadapkan akan tekanan profesional.

Akane melemparkan sebuah proposal tebal ke hadapan mereka berdua. Proposal pengembangan game oleh perusahaan Maruzu, Fields Chronicle. Sembari membiarkan Eriri dan Utaha melihat portofolionya, Akane meminta sebuah syarat pada mereka berdua: mereka harus fokus dalam pengembangan game ini selama satu tahun penuh. Sembari menekan, Akane menantang mereka berdua menyampaikan pendapat mereka – bila mereka berani -.

Eriri enggan menerima ajakan sepihak ini, dan Utaha berkeberatan dengan posisinya sebagai “pengasuh” Eriri. Akane membalikkannya, meminta Eriri menggambar sebagus tujuh gambar terakhirnya untuk cherry blessing, kemudian berteriak membentaknya yang “loyo” hanya dengan kegagalan saat Comiket.

Lebih dari sekadar drama biasa, Akane menggunakan taktik yang sangat khas dipergunakan oleh Frank dan Claire Underwood. Ketika menekan Eriri yang berhenti menggambar sejak Comiket terakhir, Akane memberi tamparan kenyataan, melempar satu buah amplop berisi sketsa dengan gambar buatannya sendiri – yang sangat mirip dengan gaya Eriri -.

Tentu saja ironi di sini adalah seluruh gambar stok non-animasi dalam anime ini, termasuk “hasil karya” Eriri dan Akane, digambar oleh ilustrator novel aslinya, Kurehito Misaki.

Saekano yang (akan) berakhir flat

Sebagaimana terlihat sejak episode 3 dan terlihat blak-blakan dalam eksekusi plot Eriri, pembawaan Saekano Flat secara umum gagal menghadirkan nuansa yang hadir dalam novel ringannya. Eksekusi seri secara umum, dengan nada ceria atau netral, membuat suspense yang ditampilkan di sejumlah titik menjadi gagal, setengah matang, dan berakhir hanya sebagai konflik selayang pandang di dalam sebuah musim anime.

Penyutradaraan anime ini sejak awal mengikuti pola yang sama persis seperti musim perdananya, tidak banyak penekanan pada pembangunan situasi. Gaya ini mungkin berjalan bila fokus Saekano adalah romansa cinta segiempat dengan sang Tomoya, tetapi novel ringan (dan garis besar keseluruhan cerita dalam anime ini) seakan berteriak, hendak membawakan intrik yang seharusnya bisa digarap lebih berat, lebih gelap, dan (mau tidak mau) mengurangi faktor keceriaannya.

Bagian intrik antara Akane, Utaha, dan Eriri terlihat hendak menyampaikan intrik ini. Begitu pula bagian #Utahaexit dan #Eririxit yang seharusnya digambarkan sebagai sebuah pukulan telak, momen de jour akan nasib Blessing Software yang dicita-citakan Tomoya. Episode 7, 8, dan 9 seharusnya menjadi poin penting ketika cerita Saekano berbalik dan seluruh potensi tersebut tertutup sia-sia, tertutup dengan eksekusi animenya yang mendegradasi ceritanya, mengarahkan fokusnya menjadi jualan Megumi Kato. What a hard selling.

Masih ada tiga episode tersisa, tetapi dengan buruknya kinerja episode-episode sebelumnya, jangan berharap apa-apa.

KAORI Newsline | oleh Kevin W

 

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses