Nama Comiket sering terdengar bagi mereka yang menggemari doujinshi (karya buatan fans), tapi acara apakah ini?
Tokyo Big Sight adalah tempat acara bergengsi diselenggarakan. Besarnya secara kasar dapat dibandingkan dengan areal JIexpo tempat Jakarta Fair diselenggarakan. Di sini, acara sekelas Tokyo Motor Show yang dihadiri 900.000 orang digelar dan rencananya juga akan menjadi venue untuk Olimpiade 2020. Juga, tempat penyelenggaraan acara terbesar bagi para pecinta kebudayaan anime.
Comic Market, atau yang lebih lazim disingkat Comiket, adalah acara pasar kreatif di mana penggemar dan kreator bisa saling berbagi dan mengekspresikan dirinya di sini. Berbagai produk derivatif dari karya-karya terkenal (doujin) berbentuk komik, aksesoris, poster, maupun cosplay muncul di sini.
Bila acara seperti AFA maupun Hellofest di Indonesia sudah termasuk besar, tunggu dulu. “Pada Comiket musim panas kemarin, 590.000 pengunjung datang ke acara kami,” tutur Satomi Naoki, humas Comic Market Commitee (CMC) yang menyelenggarakan Comiket.
Acara yang diselenggarakan selama dua-tiga hari ini memecahkan rekor pengunjung terbanyak. Bila Tokyo Motor Show dibuka selama 10 hari, Comiket umumnya hanya diselenggarakan dua hari saja, kecuali Comiket 84 yang pada musim panas lalu, diselenggarakan 3 hari berturut-turut.
Dari segi kepadatan pengunjung per hari, jelas sekali Comiket unggul.
Meski acara ini memang lautan manusia, inilah tempat di mana banyak penggemar melakukan hal-hal kreatif: selain membuat karya untuk dijual, penggemar mengaransemen ulang musik anime, grup musik indie membawakan lagu mereka, penggemar cosplay tampil di sini, atau menyambangi stan perusahaan-perusahaan besar yang merilis karya terbaru atau merchandise resmi mereka di sini.
Bahkan pada Comiket 85 mendatang, Disney juga akan berpartisipasi di acara ini.
Perjalanan Panjang
Tentu hal ini tidak datang tiba-tiba. Saat Comiket pertama dimulai pada 21 Desember 1975 di Toranomon, Tokyo, pengunjungnya hanya 700 orang dan hanya diikuti oleh 30 circle, sebutan untuk grup (kumpulan orang) yang membuat karya kreatif.
Kini, ada 54.000 partisipan yang melamar untuk mendapatkan tempat di Comiket, di mana hanya 35 ribu saja yang diterima akibat keterbatasan tempat. Ada 11,4 juta publikasi yang dicetak di acara ini, dan 8,4 juta di antaranya habis terjual.
Comiket juga menjadi surga bagi cosplay, sebutan untuk penggemar yang berkostum seperti karakter kartun/komik/film kesukaannya. Dari 6.000an cosplayer, dua pertiga di antaranya adalah wanita.
“Kami tidak mungkin menyelenggarakan Comiket lebih dari dua kali setahun dan lebih panjang dari tiga hari karena keterbatasan SDM,” tutur Satomi.
“Bisa saja kami mempekerjakan lebih banyak orang, namun kami tidak mau acara ini menjadi bermotivasi bisnis,” menurut Kanemitsu Dan, salah satu staf CMC.
Yang patut dibanggakan dari Comiket adalah dengan begitu banyaknya pengunjung, tidak ada insiden serius selama 38 tahun Comiket diselenggarakan.
Staf CMC lain, Yasuda Kahoru, menjelaskannya sebagai berikut,
“Tidak ada orang yang terluka dalam acara ini. Di antara partisipan, selalu ada semangat saling menolong. Bila ada seseorang yang tidak tahu, orang di sekitarnya akan menolong dengan baik hati. Antrian sering mengular di depan Tokyo Big Sight, namun semuanya berjalan teratur. ”
Tidak hanya bersenang-senang semata, di Comiket juga ada aksi kemanusiaan, seperti donor darah. Setiap harinya dalam Comiket, ada sekitar 500 pendonor darah. Comiket pun diapresiasi oleh Palang Merah Jepang atas prestasi ini.
Tantangan
Acara sukses tentu tidak bebas dari tantangan. Satomi menyoroti beberapa hal dari Comiket.
“Belakangan ini semakin banyak pengunjung dari luar negeri, dan kami membutuhkan sukarelawan di bidang penerjemah. Kami dikunjungi banyak orang Spanyol dan memerlukan penerjemah.”
Konten dewasa juga menjadi sedikit masalah. Di negeri yang cukup liberal dalam hal mengekspresikan pendapat, masalah bukan pada apakah karya akan dibeli oleh anak di bawah umur atau tidak, melainkan isi karya itu sendiri.
Seperti konten pornografi anak yang dilarang oleh pemerintah. Gonjang-ganjing perubahan peraturan pornografi membuat panitia mengetatkan pengawasan agar konten semacam itu tidak lolos.
Namun di luar itu, “ini adalah tempat mengekspresikan diri dan kami ingin menjaganya.”
Para partisipan di Comiket pun sebagian besar merugi saat mengikuti acara ini. Hanya sekitar 20% saja yang berhasil kembali modal atau mendulang keuntungan.
“Mengapa mereka tidak memasarkan secara online yang lebih hemat biaya, karena mereka ingin menikmati suasananya. Mereka bisa berbagi dan menikmati hobi bersama-sama.”
“Comiket adalah matsuri dengan ekosistem yang unik, di mana penggemar animasi dan komik saling menikmati karya mereka, berbagi inspirasi, dan semakin mencintai seni,” tuturnya.
KAORI Newsline | sumber | ilustrasi
mudahan comifuro bisa serame comiket di jepang 😀
Pebgen ke sini!!! wew