Dewasa ini, penduduk Jepang ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga, dan pengurangan jam kerja dibandinkan dengan 30 tahun yang lalu. Meskipun begitu, mereka tidak terlalu menuntut penambahan jumlah hari libur. Hal ini terungkap melalui survei yang dijalankan oleh lembaga Citizen Watch Co., sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Kyodo, dan dilansir dari The Japan Times.
Survey online yang diadakan selama 25 dan 26 September 2018, dengan responden sebanyak 400 orang, dengan rentang usia 20 tahun ke atas ini mengungkapkan bahwa penduduk Jepang semakin “tidak aktif” di tengah-tengah situasi ekonomi yang semakin melambat
Jika dibandingkan dengan survei serupa yang diadakan pada tahun 1989, di saat ekonomi Jepang kolaps akibat fenomena “bubble”, para pekerja Jepang masa kini menyebutkan bahwa mereka menghabiskan waktunya dalam meeting kantor selama sekitar 40 menit, setengah dari waktu yang dijawab responden di tahun 1989. Mereka juga menyebutkan lebih memilih untuk menghabiskan lebih sedikit waktu untuk makan bersama klien.
Waktu yang dihabiskan untuk peralatan otomatisasi kantor seperti komputer meningkat hingga lebih dari dua kali lipat menjadi 2 jam dan 53 menit dari 1 jam dan 17 menit pada tahun 1989. Persentase pegawai yang mengaku tidak menggunakan peralatan tersebut juga menurun 2% dari 22,8% di tahun 1989. Menurut sejumlah pihak, “era menggunakan pena dan kertas di tempat kerja sudah berakhit.”
Jumlah waktu lembur bulanan juga menurun hingga 12 jam dan 39 menit, dari yang sebelumnya 16 jam. Selain itu waktu yang dihabiskan bersama keluarga malah meningkat sebanyak 11 menit, menjadi 1 jam 49 menit. Hal ini menandakan bahwa semakin banyak orang yang memilih untuk menghabiskan lebih sedikit waktu dengan bekerja.
Mengenai kehidupan keluarga, waktu di mana pasangan merasa seperti pengantin baru disingkat menjadi sekitar 15 bulan dari 18 bulan. Sedangkan jumlah liburan musim panas disebut-sebut menurun menjadi 8,2 hari, lebih pendek dari 9,0 hari yang disarankan 30 tahun lalu.
Menurut seorang profesor dari Universitas Tokyo Yoshio Arai, banyak warga Jepang yang berpendapat tak ada gunanya terlalu banyak hari libur. Ada lebih sedikit waktu yang dihabiskan untuk minum-minum dan malah semakin sulit untuk membelanjakan uang dibandingkan dengan masa lalu. Arai juga berpendapat bahwa berkurangnya waktu untuk bersenang-senang membuat orang menjadi semakin menjadi semakin tidak aktif.
KAORI Newsline