*Perhatian: Artikel opini ini mengandung spoiler isi cerita dari filmnya, disarankan untuk tidak melanjutkan membaca bila belum menonton film ini.

Tidak menyangka saya akan menonton kembali film anime Sayonara no Asa ini Yakusoku no Hana wo Kazarou (disingkat Sayoasa) atau Maquia yang dirilis pada 2018 lalu. Sebagai salah satu film yang mampu memberikan saya beragam emosi dalam waktu yang singkat, normalnya saya jarang sekali untuk tertarik untuk menonton sebuah film dengan info mengenai cerita dan karakter yang terdapat pada filmnya. Didorong oleh berbagai pembahasan yang saya temui di internet mengenai film anime ini, baik dari ulasan hingga penjabaran mengenai cerita filmnya, akhirnya saya mencoba kembali untuk menonton film Maquia yang merupakan film debut penyutradaraan pertama Mari Okada. Menonton kembali suatu film yang telah dipahami inti ceritanya, seringkali memberikan saya impresi berbeda dibandingkan ketika menontonnya pertama kali.

Menonton kembali film ini telah memberikan kesan terhadap saya bahwa anime Maquia tidak hanya bercerita mengenai legenda kuno ataupun perjuangan seorang ibu terhadap anaknya dan kasih sayang antara manusia. Akan tetapi, bagi saya sendiri Maquia telah menjelaskan kepada saya makna lain dari ungkapan milik  R.A Kartini, “Habis gelap terbitlah terang”. Seluruh penyajian aspek narasinya membawakan kata tersebut dengan penuh makna. Untuk itu, saya akan membagi aspek narasi tersebut menjadi beberapa bagian sesuai dengan konten ceritanya; adegan pra-penculikan, anak-anak, remaja, dewasa, dan hari tua.

Pra-penculikan

anime maquia
© Project Maquia

Kehidupan sempurna itu terasa seperti fantasi, tidak ada di dunia ini yang memiliki kehidupan sempurna. Pada adegan ini, sebagai penonton, kita telah disajikan pandangan bahwa dunia itu terasa sempurna dan tidak ada satupun hal yang dapat mengganggu alur waktu ini. Berfokus pada perasaan kesendirian dari Maquia selama di desa, adegan ini memberikan kesan bahwa walau bagi orang lain kehidupan terasa seperti cahaya sempurna setiap harinya, akan tetapi bagi Maquia terdapat kegelapan selama hidupnya di desa yang tidak dapat ia ungkapkan. Kehidupan tanpa memiliki keluarga dan kekasih. Ia tidak dapat menemukan seperti apa rasanya disayang atau dipedulikan orang lain, akan tetapi ada rasa sedih yang ia rasakan ketika melihat orang lain yang merasa bahagia (AH Brandon Anime Reviews, 2019). Rasa pedih tersebut membuatnya merasakan suatu kegelisahan, bahwa ada sesuatu yang kurang dalam hidup ini, dan rasa eksplorasi untuk keluar dari kegelapan tersebutlah yang ingin ia temukan.

Keinginan tersebut akhirnya diwujudkan oleh kejadian yang tak terduga, di mana pada akhirnya Maquia melihat dunia baru yang merupakan cahaya. Cahaya mentari pagi memberikan pandangan baru terhadap dunia yang ia huni, bahwa kehidupan ini tidak akan sama setiap harinya, namun akan ada suatu hari berbeda yang akan menyambutnya. Hal serupa ia rasakan ketika melihat mentari pagi tersebut, tentu kita sering melihat mentari pagi yang sama setiap harinya baik di desa manapun ataupun dengan orang lainnya. Akan tetapi rasa yang disajikan oleh mentari baru ini memberikan kesan bahwa hari esok telah tiba. Mari kita sambut hari baru ini dengan kebahagiaan.

Anak-anak

anime maquia
© Project Maquia

Setibanya di daerah baru tanpa orang yang mendampingi ataupun menemaninya, maka kesedihan akan menumpuk dan menyebabkan kepasrahan akan kehidupan. Secara perlahan Maquia mengingat bahwa ia ingin mencoba “melompat”. Di balik indahnya mentari pagi tersebut ia semakin meyakinkan dirinya. Namun, sebuah tangisan didengarnya walau berada di hutan lebat. Tangisan tersebut memberikan suatu realita bahwa saat ini ia masih hidup walau kegelapan masih menyelimuti hidupnya. Perlahan Maquia mendekati sumber tangisan dan menemukan sesosok bayi kecil pada genggaman seorang ibu. Kegelapan yang menyelimuti dirinya akhirnya menghilang dengan terangnya wajah sang bayi. Sadar akan kesulitan ke depannya dalam merawat seorang anak dan nasihat kepala desa untuk tidak jatuh cinta pada sesuatu, Maquia dengan tanggap telah menemukan cintanya, karena ia merasakan ada suatu persamaan antara mereka berdua.

Lahir di dunia tanpa pernah melihat ataupun disayangi seorang keluarga, Maquia memberanikan dirinya untuk menjaga bayi tersebut walau ia mengetahui ia akan menghadapi hal yang sangat sulit pada akhir hayatnya, yaitu kematian. Salah satu hal yang ditakuti oleh seluruh keluarga ialah anak mereka telah berpulang terlebih dahulu sebelum orang tuanya (Kor, 2019). Suatu rasa sakit yang sangat dalam untuk melihat seseorang yang dicintai meninggal dunia akibat hal yang sudah pasti di masa depan. Yakin suatu saat waktu itu akan tiba, Maquia tetap akan merawatnya karena apa yang ia temui pada hari itu telah memberikan cahaya baru baginya di dunia yang tidak ia kenali saat ini. Itulah yang telah direpresentasikan bahwa sehabis gelap terbitlah terang, wajah bayi tersebut telah memberikannya suatu kemauan untuk bergerak kembali dan tidak menyerah dalam dunia ini.

Remaja

© Project Maquia

Hari terus berlalu. Dahulu menanam bibit baru, kini bibit tersebut telah tumbuh menjadi sebuah pohon yang akan segera mekar. Narasi yang disajikan kini tidak hanya terfokus pada mentari Maquia yang bernama Ariel. Pada adegan ini Maquia dihadapkan oleh sebuah pertanyaan, apakah ini jalan yang ia inginkan bersama anaknya? Walaupun senyuman mentari Ariel telah tiada dan panggilan “ibu” sudah jarang diungkapkan, Maqiua tetap menginginkan kehidupan terbaik baginya. Ariel telah menyadari bahwa Maquia bukanlah ibu kandungnya, namun ia selalu mengalami kesedihan dan konflik dalam dirinya. Kegelapan itulah yang ia alami selama masa eksplorasi untuk mengenal dunia asli di kehidupan remajanya.

Sementara itu Maquia merepresentasikan kegelapan baginya karena ia tidak dapat membantu banyak kepada Ariel, karena dia mereka sering kali berpindah tempat. Walau begitu, Maquia tetap membawa apa yang selama ini menjadi mentarinya ke manapun ia pergi. Akan tetapi, hal lain berkata pada diri Ariel. Kasih sayang yang telah Maquia berikan. Ia paham akan kasih sayang sang ibu dan perjuangannya dalam memberikan yang terbaik. Namun layaknya sebuah waktu dalam kehidupan, waktu akan terus berjalan terus tanpa memutar balik kejadian di masa lampau. Oleh karena itu, Ariel berkeinginan untuk menjaga Maquia di manapun ia ada, walau sadar suatu saat nanti ia akan lebih dahulu pergi dibandingkan ibunya.

Proses pencarian cahaya bagi Ariel dialami dengan proses eksplorasi keremajaan di lingkungannya dengan berbagai faktor, hingga pertemuannya dengan sosok yang dahulu ia anggap sebagai kakak serumah, Lang. Ariel sadar bahwa untuk melindungi Maquia, ia harus pergi menjauh darinya. Karena itu, ia berkeinginan menjadi seorang prajurit kastil. Walaupun pada awalnya Maquia tidak setuju akan kehilangan mentarinya dan kembali sendiri lagi di dunia, Maquia mengukuhkan hatinya untuk membiarkan Ariel menentukan nasibnya sendiri. Pelepasan ini bukan berarti Maquia sudah pasrah akan Ariel, namun ia sadar bahwa hal itulah yang Ariel inginkan. Tidak membuatnya melakukan hal itu, maka sama saja dengan menyakiti perasaan Ariel sebagai anaknya. Pencarian cahaya baru di sini sangatlah kecil, namun di balik seluruh konflik adegan ini, cahaya baru telah diraih oleh Ariel dan Maquia, di mana mereka mengukuhkan hati walau untuk cahaya kecil itu tidak akan menyinari kehidupan mereka lagi.

Artikel opini ini berlanjut ke halaman selanjutnya.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.