Industri anime bukanlah sebuah industri yang transparan terhadap pemirsanya. Walaupun adanya Shirobako dan bertambahnya video, artikel, serta tweet dari staf mengenai beberapa proses di balik layar telah banyak membantu, namun hal tersebut belum banyak mengubah keadaan sekarang. Masih banyak orang yang tidak mengerti dan tidak peduli akan bagaimana berjalannya proses produksi, sehingga akhirnya, penonton anime lebih sering berasumsi tanpa melihat kenyataan di lapangan. Artikel ini akan membongkar asumsi-asumsi salah kaprah yang selama ini beredar di kalangan penggemar mengenai proses produksi anime, dan membantu untuk lebih memahami faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses produksi anime.
Sebelum memulai, ada baiknya anda memahami dulu beberapa hal yang akan berkaitan dengan hal ini. Pertama, coba anda perhatikan bagan di bawah ini.
Bagan tersebut merupakan penggambaran sederhana hierarki dan struktur dalam industri anime. Anda bisa melihat bahwa studio animasi didanai atau disewa oleh production committee (制作委員会/seisaku iinkai).
Apa itu production committee? Perusahaan-perusahaan media besar (seperti Aniplex, Kadokawa, Bandai, Sony, dan perusahaan-perusahaan lain yang memiliki production house di dalamnya) adalah lembaga yang menentukan anime apa yang akan dibuat. Tetapi untuk perusahaan-perusahaan besar seperti mereka pun, anime tetaplah sebuah investasi yang membutuhkan banyak biaya dan berisiko cukup tinggi. Jadi, jalan terbaik untuk mengurangi pengeluaran dan risiko adalah dengan membagi pengeluaran dan risiko tersebut dengan perusahaan-perusahaan lain yang kiranya akan mendapat keuntungan juga dari anime yang akan dibuat tersebut. Gabungan dari beberapa perusahaan inilah yang disebut dengan production committee.
Production committee ini selanjutnya akan menentukan besarnya budget atau anggaran, lama waktu yang dibutuhkan untuk produksi, studio apa yang akan mengerjakan anime tersebut, dan mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan marketing.
Terkadang ada yang salah mengira bahwa production committee sama saja dengan sponsor, karena keduanya sama-sama berstatus sebagai pemberi dana untuk studio. Padahal production committee dan sponsor punya peran yang berbeda. Sponsor hanyalah pihak yang berperan memberi support berupa dana atau bantuan-bantuan dalam bentuk lain, tetapi mereka tidak ikut terlibat dalam proses produksi. Sementara production committee ikut terlibat dalam proses produksi dan memiliki wewenang dalam proses produksi tersebut. Orang-orang dari production committee yang ikut terlibat dalam produksi inilah yang disebut sebagai produser.
Tetapi, tidak semua studio anime bergantung pada production committee untuk memulai suatu proyek. Ada beberapa studio anime memiliki production house-nya sendiri seperti Production I.G, atau Kyoto Animation yang sejak 2012 membuat anime adaptasi dari novel-novel terbitan labelnya sendiri yang bernama KA Esuma Bunko.
Yang kedua, industri animasi Jepang pada awalnya didominasi oleh sebuah studio, yaitu Toei Animation (waktu itu bernama Toei Doga). Mungkin banyak dari anda yang tidak menyangka bahwa Toei Animation pada era 60-70an sangat dipengaruhi oleh Disney dan berusaha membuat animasi dengan visual dan nuansa menyerupai animasi-animasi Disney. Ambisi Toei untuk menyaingi Disney bertujuan untuk menyebarkan budaya Jepang ke dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, Toei ikut mengadopsi proses animasi yang sama dengan Disney, yaitu proses animasi yang disebut dengan full animation. Full animation ini merupakan proses di mana animasi dibuat dalam frame rate 24 fps (frames per second), menggunakan 24 gambar yang berbeda untuk setiap frame dalam satu detik.
Tetapi, ada satu hal yang berbeda dari Disney, yaitu animator-animator dalam industri animasi di Jepang pada era itu bisa dibilang lebih berjiwa pemberontak, seperti Hayao Miyazaki dan Isao Takahata. Selain mereka, ada dua orang lagi yang bekerja bersama Miyazaki dan Takahata pada tahun 1968 sebagai animator dalam anime The Adventure of Hols, Prince of The Sun (Taiyou no Ouji Horusu no Daibouken). Orang tersebut adalah animator veteran yang merevolusi proses produksi animasi Jepang, Yasuo Otsuka. Otsuka menggunakan teknik yang disebut dengan frame modulation atau limited animation, di mana animasi dibuat dengan menggunakan ulang sebuah gambar secara bervariasi, sehingga jumlah gambar dalam dalam satu sequence bisa berjumlah delapan, 12, atau 24 buah. Penggunaan ulang gambar sebanyak 3 kali disebut dengan “3s”, 2 kali disebut dengan “2s”, dan 1 kali disebut dengan “1s”.
Limited animation memungkinkan penggunaan gambar yang lebih efektif sehingga secara otomatis mengonsumsi waktu dan dana yang lebih sedikit. Teknik inilah yang kemudian digunakan oleh mayoritas studio anime di Jepang hingga sekarang.
Setelah anda mengerti mengenai beberapa hal ini, mari kita masuk ke poin utamanya, yaitu pembahasan mengenai beberapa asumsi yang diyakini oleh banyak orang dan sudah bertahan cukup lama.
Banyak orang masih beranggapan bahwa industri anime adalah industri yang sangat berorientasi pada uang dan bekerja seperti ini,
“Kalau ada uang, studio pasti bisa mendapatkan staf yang lebih baik”
“Kalau ada uang, studio pasti tidak perlu mengurangi jumlah frame untuk animasi”
“Ini pasti pakai 3DCG buat berhemat”
“Animator pasti lebih giat bekerja kalau bayarannya lebih banyak”
“Pasti hasilnya bisa bagus karena budget-nya banyak”
Memang memproduksi animasi membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit. Tapi apakah asumsi-asumsi tersebut memang benar? mari bahas satu per satu dalam bagian-bagian berikutnya.
Bersambung ke Bagian 2.
KAORI Newsline | oleh Yoza Widi
untuk perusahaan media besar seperti contoh di atas kenapa ya gak memproduksi animenya sendiri kan juga memiliki rumah produksi?
untuk studio animenya yang tidak memiliki rumah produksinya sendiri seperti contoh, apa studio-studio ini hanya menyediakan animator untuk mengerjakan animenya sehingga tidak bisa membuat produksi anime secara keseluruhan? atau –
karena tidak memiliki karyawan seperti seiyuu dll (yang tidak terkait kedalam konteks animator) di naungan studionya sendiri?
lalu kenapa ya studio-studio ini tidak memiliki rumah produksinya sendiri?
dan dengan kata lain untuk studio-studio yang punya rumah produksinya sendiri ini apakah memiliki artian yang mirip seperti perusahaan indie yang melakukan segala sesuatunya mulai dari proses produksi sampai promosi atau marketingnya dilakukan oleh timnya itu sendiri?
Berarti komite produksi sama aja produser gitu ya