Dengan membawa nama seri anime superhero klasik Gatchaman yang dahulu tayang di Jepang tahun 70an, seri baru Gatchaman Crowds yang hadir di musim panas tahun 2013 ternyata menghadirkan sesuatu yang berbeda. Di bawah garapan sutradara Kenji Nakamura (Mononoke, Kūchū Buranko, [C] – Control, Tsuritama) dan penulis naskah Toshiya Ōno (Tsuritama, Suite Precure), Crowds justru secara cerdik menelaah kondisi komunikasi dan hubungan sosial serta tindakan kolektif dalam masyarakat kontemporer, sebagaimana telah dibahas dalam ulasan di sini.
Tak lama setelah setelah selesai tayang, dimumumkan bahwa Gatchaman Crowds akan berlanjut ke season kedua yang kemudian diketahui berjudul Gatchaman Crowds insight. Seri kedua ini akhirnya tayang di musim panas 2015. Seri baru ini ternyata kembali mampu menghadirkan telaah yang tajam dan mengena kepada tema-tema yang relevan dengan kondisi kekinian.
Berlatar setahun setelah Insiden Tachikawa, pemakaian kemampuan CROWDS semakin menyebar luas di masyarakat. Namun ada pihak yang mengkhawatirkan bahaya dari penyalahgunaan CROWDS dan melakukan aksi terror untuk menghentikan pemakaian CROWDS. Sementara itu, Bumi juga kedatangan oleh Gel Sadra, alien yang mampu membaca suasana hati orang lain. Merasa gelisah karena melihat masyarakat manusia begitu penuh dengan konflik, Sadra bersama anggota Gatchaman yang baru, Tsubasa Misudachi, bertekad untuk mempersatukan manusia agar hidup dalam damai dan harmoni.
Artikel ini akan membahas sebagian tema-tema yang dapat ditemukan dalam seri Gatchaman Crowds yang kedua ini. Walaupun nama insight beserta judul-judul episodenya diambil dari istilah marketing, artikel ini tidak akan mengambil pendekatan marketing dan memilih untuk menggunakan angle lain untuk menganalisanya. Ulasan ini juga tidak menggunakan pendekatan komunikasi seperti ulasan season pertamanya agar dapat memperluas warna ulasan ini sehingga tidak monoton.
Sebelum masuk ke pembahasan ceritanya, terlebih dahulu akan dijelaskan pembahasan Thomas Lamarre mengenai filsafat kondisi teknologi era modern dari buku The Anime Machine: A Media Theory of Animation. Pembahasan tersebut dapat membantu memahami kondisi yang ditampilkan dalam seri Gatchaman Crowds. Agar bisa dibahas secara mendetail, akan ada beberapa spoiler mengenai perkembangan cerita yang muncul dalam ulasan ini.
Perilaku Teknologis
Berpijak pada analisis Hubert Dreyfus mengenai filsafat teknologi Martin Heidegger, Lamarre membahas bagaimana relasi manusia dengan teknologi cenderung dipikirkan dalam kerangka masalah (problem) dan solusi. Bukan hanya mengenai bagaimana teknologi diperlakukan sebagai solusi dari masalah-masalah yang dialami dalam hidup manusia, tapi juga memikirkan teknologi itu sendiri sebagai “masalah” yang memerlukan “solusi”. Yang dimaksud adalah teknologi dilihat sebagai suatu alat yang dapat memberi manfaat atau kerugian bagi manusia.
Ada dua alur perilaku yang dapat berkembang dari landasan pemikiran tersebut. Pertama adalah optimalisasi, di mana pemakaian teknologi perlu dikelola secara rasional agar ia dapat memberi keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya bagi manusia. Namun hal ini beresiko mendorong pada eksploitasi berlebihan yang akhirnya menimbulkan menimbulkan permusuhan dan bencana bagi manusia. Kedua, dengan melihat dampak buruk dari eksploitasi teknologis, maka keberadaan teknologi perlu ditolak dan disingkirkan sehingga manusia bisa terhindar dari bencana yang merusak. Pendekatan kedua itu juga dapat memicu permusuhan melalui upaya untuk menghilangkan teknologi secara destruktif.
Dalam bahasan Dreyfus, kedua pendekatan tersebut sama-sama merupakan sekedar perilaku teknologis (merely technological behaviour), karena pada dasarnya sama-sama memperlakukan teknologi dalam kerangka masalah yang memerlukan solusi. Asumsi sederhana yang memperlakukan teknologi sebagai masalah yang pasti ada solusinya, baik solusi positif (pengelolaan rasional untuk memperoleh manfaat) maupun solusi negatif (penghapusan teknologi untuk mencegah kerusakan), menjebak manusia pada pemikiran yang sempit, mencari-cari solusi yang sebenarnya tidak bisa menghilangkan masalah tersebut dan malah menciptakan masalah-masalah baru.

Karena itu, pola relasi antara manusia dan teknologi perlu berubah ke bentuk baru. Teknologi perlu dipahami bukan sebagai masalah yang perlu dicari solusinya, tapi sebagai sebuah kondisi ontologis. Dari pemahaman teknologi sebagai kondisi itulah, dapat diperoleh keselamatan dengan memaknai kembali relasi antara manusia dan teknologi, mengubahnya ke dalam bentuk-bentuk baru yang lebih terbuka dan bebas, bukan terikat pada perhitungan manfaat dan kerugian bagi manusia.
Bersambung ke halaman berikutnya.