Polemik Lebar Rel LRT Jakarta, Ukuran Standar atau Sempit?

2
LRT Jakarta Gunakan Rel Standard Gauge
Ilustrasi LRT.

Kemacetan di Jakarta semakin menggila setiap harinya. Di saat bersamaan, Asian Games 2018 yang akan dihelat di Jakarta dan Palembang semakin dekat. Ibukota memerlukan moda transportasi umum yang memadai untuk mengatasi problem ini sesegera mungkin, salah satu upayanya ialah membangun moda transportasi umum berbasis rel. Kereta bawah tanah atau Mass Rapid Transit (MRT) sudah dalam proses pembangunan dan direncanakan beroperasi tahun 2018 atau 2019 mendatang. Kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) milik Kementrian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub RI) juga sudah digarap oleh salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang konstruksi, Adhi Karya sejak September 2015. Namun, masih ada satu lagi moda transportasi alternatif yakni LRT milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang masih belum menemui kejelasan.

Proyek yang seharusnya diresmikan alias groundbreaking bersamaan dengan LRT milik Kemenhub RI yang dibangun Adhi Karya terus menerus mengalami pengunduran waktu dan akhirnya baru akan dikerjakan pada Mei tahun ini dengan satu jalur relasi yang membentang, dari Kota menuju Velodrome yang merupakan salah satu venue Asian Games 2018.

Belum selesai masalah pengunduran waktu, satu lagi masalah baru menghadang proyek prestisius ini yaitu tentang pemilihan lebar rel (gauge). Pemprov DKI meminta agar proyek LRT, baik LRT DKI maupun Pemerintah Pusat menggunakan lebar rel 1435 mm atau Standard Gauge. Sedangkan Kemenhub selaku Regulator memilih untuk menggunakan lebar rel 1067 mm atau Cape Gauge seperti jalur kereta api (KA) yang sudah ada (existing)di Jawa dan Sumatera.

Alasan utama terbitnya usulan penggunaan lebar rel 1435 mm karena mayoritas kereta LRT di dunia dibangun dengan sistem itu, sehingga diyakini akan memudahkan dalam pemilihan dan pembelian rolling stock atau armada kereta. Namun, Kemenhub masih bersikukuh pada pendiriannya dengan Cape Gauge 1067 mm, dengan alasan kemudahan untuk berbagi jalur dengan jalur existing. Kemudahan berbagi ini tentunya akan memudahkan untuk perawatan dan penyeragaman dengan rel existing di Jakarta dan sekitarnya.

Namun, pada umumnya hanya pabrikan kereta api asal Jepang yang memproduksi kereta multiple unit dengan lebar bentang rel 1067 mm. Ini berarti, proses konstruksi harus dimulai dari nol dan akan memakan waktu yang tidak sebentar. Sedangkan pabrikan dari Eropa dan negara lain yang biasanya sudah memiliki produk template atau universal harus menjalani penyesuaian dengan pembuatan bogie sesuai lebar rel yang dipilih jika berbeda dengan spesifikasi umum, dan akan mengalami masalah serupa pada waktu pembuatan armada sehingga dikhawatirkan waktu produksinya diperkirakan mencapai 24 s/d 25 bulan, atau tak cukup waktu untuk mengejar target beroperasi Asian Games 2018 mendatang.

Terlepas dari segala polemik diatas, warga Jakarta dan sekitarnya kini menanti kepastian mengenai LRT. Tentunya pemilihan lebar rel LRT Jakarta perlu dipikirkan masak-masak dari segala sisi, mengingat moda transportasi ini akan menjadi salah satu tulang punggung transportasi publik pemecah kemacetan yang tak sekedar hanya digunakan untuk menunjang Asian Games.

Cemplus Newsline by KAORI

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses