Mengenal kembali Peribahasa dalam Bahasa Indonesia di Komik Peri Bahasa

0

Pantun dan peribahasa adalah salah satu bukti kayanya Bahasa Indonesia. Berasal dari budaya Melayu, dua hal ini menunjukkan bahasa digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi sebab masyarakat telah berpikir secara kontekstual. Banyak sekali ungkapan unik dalam Bahasa Indonesia yang menarik untuk dipelajari kembali. Serunya, sekarang kita bisa belajar ungkapan pantun dan peribahasa ini melalui komik berjudul Peri Bahasa.

Komik karya Fachreza Octavio dan LSS ini menggambarkan sebuah dunia di mana bahasa memerankan peranan sangat penting. Menguasai bahasa sama dengan menguasai dunia. Dalam komik ini, Polisi Bahasa bertugas mengontrol penggunaan bahasa agar sesuai dengan kaidah yang berlaku. Di sisi lain ada sekelompok orang yang menginginkan kebebasan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan diri yang disebut Peri Basa. Terjadilah pertentangan di antara keduanya yang mana ungkapan peribahasa dan pantun dijadikan sebagai sebuah senjata dalam setiap pertempuran. Setiap serangan dalam komik ini disebut karya. Artinya, di dunia komik Peri Bahasa, adu karya itu sama dengan saling adu jurus/serangan.

Komik Peribahasa ini telah terbit di Kosmik Second Orbit sejak Januari 2017 dan sekarang sudah hampir 6 Bab. Tentunya sudah ada banyak peribahasa yang muncul dan bisa kita pelajari. Berikut beberapa di antaranya:

  1. Diikat Tali Sehasta

Peribahasa ini termasuk yang paling sering digunakan dalam perjalanan cerita Peri Bahasa sejauh ini. Mira dan Siska (dua anggota Polisi Bahasa) mengeluarkannya berkali-kali di Bab 1, Bab 4, hingga Bab 6 nanti. Saat peribahasa ini keluar, muncul seutas tali lebar yang diarahkan pada suatu objek, melilit objek tersebut hingga tak dapat bergerak. Biarpun begitu, kekuatannya bervariasi tergantung penggunanya. Buktinya di Bab 4, Chairil (salah satu anggota Peri Bahasa) dapat menghalau lilitan Siska. Arti dari “Diikat tali sehasta” yaitu berada dalam keadaan yang sangat terbatas. Cukup nyambung, karena saat digunakan para Polisi Bahasa sebagai karya juga membatasi gerak targetnya.

  1. Jahit Sudah, Kelindan Putus

Peribahasa ini digunakan oleh Mira di Bab 1 untuk menghalau serangan Chairil, membuat serangannya terlihat terhalau hingga hilang dengan sendirinya. Efek sesungguhnya adalah menonaktifkan efek peribahasa yang diarahkan pada pengguna hingga tidak menimbulkan efek apapun. Nah, arti dari “Jahit sudah, kelindan putus” di dunia nyata sendiri yaitu sesuatu yang sudah habis sama sekali maupun selesai sepenuhnya. Maka dalam pertarungan peribahasa ini membuat serangan lawan ‘selesai’ hingga hilang. Keren, kan?

  1. Kaca Dihempas Batu

Masih di Bab 1, saat Chairil menyekap Mira dalam karyanya berupa dimensi buatan, dia bermaksud menggunakan karya “Kaca Dihempas Batu” untuk menghabisi Mira. Sayangnya serangannya ini malah meleset. Setelah Mira berhasil menghindar, jurus ini malah berbalik mengenai karya Chairil sendiri hingga pecah berkeping-keping seperti kaca! Ya, efek peribahasa ini adalah membuat semua yang dikenainya pecah layaknya kaca. Saat kedua kali Chairil akan menggunakannya di Bab 5, Siska berhasil menghalaunya sehingga peribahasa ini gagal terjadi. “Kaca dihempas batu” sendiri memiliki arti kesedihan atau kekecewaan yang mendalam.

  1. Kurang-Kurang Bubur, Lebih-Lebih Sudu

Di Bab 3, ini merupakan salah satu peribahasa andalan Ismail (Polisi Bahasa Senior). Satu ruangan nyaris ia hancurkan menggunakannya. Sentuhan-sentuhan kecil dari senjatanya membesar menjadi kerusakan-kerusakan hebat. Dan memang begitulah efek dari peribahasa ini, yakni memperbesar dampak suatu serangan hingga berkali-kali lipat. Ini sesuai dengan arti sesungguhnya dari “Kurang-kurang bubur, lebih-lebih sudu”, yaitu suatu masalah kecil yang menjadi besar!

  1. Seperti Sirih Pulang ke Gagang

Masih di Bab 3, untuk menetralisir efek dari “Kurang-kurang bubur, lebih-lebih sudu”, Marah (Ketua Peri Bahasa) menggunakan peribahasa ini. Ajaibnya, semua efek kerusakan yang sudah terjadi lenyap dan kembali seperti sediakala. Peribahasa ini sendiri memang mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat karena semua benda mati dapat dikembalikan ke kondisi semulanya. Arti dari “Seperti sirih pulang ke gagang“ sendiri adalah kembali ke asal.

  1. Delapan Tapak Bayang

Salah satu peribahasa paling unik yang dihadirkan di Bab 5. Mira memunculkannya saat melawan Chairil, mengeluarkan delapan kaki yang menyembul dari lantai, biarpun sayangnya Chairil bergerak lebih cepat dan dapat menghindarinya. Efek dari peribahasa ini memang mengeluarkan delapan kaki bayangan dari dalam tanah secara cepat. Namun, arti dari “Delapan tapak bayang” di kehidupan nyata sebenarnya sebatas istilah pengganti pukul 8 pagi hari. Maka, arti yang diambil untuk peribahasa ini lebih secara literal.

  1. Karam di Darat

Kembali di Bab 5, untuk melumpuhkan Chairil yang amat lincah, Mira mengeluarkan peribahasa yang satu ini. Walhasil kaki Chairil tiba-tiba melesak masuk ke dalam tanah dan dia tak bisa bergerak. Saat dikeluarkan sebagai karya, peribahasa ini melumerkan tanah yang dipijak hingga membuat orang yang ada di atasnya terjebak seperti masuk lumpur hisap. Wow! “Karam di darat” sendiri berarti terkena celaka di tempat yang seharusnya aman.

Komik Peri Bahasa dapat dibaca di KOSMIK Second Orbit yang dapat didapatkan di jaringan Toko Buku Gramedia dan Toko Online KOSMIK.ID. Yuk, baca komiknya sekarang dan pelajari indahnya ungkapan-ungkapan dalam Bahasa Indonesia.

KAORI Newsline | Informasi yang disampaikan berasal dari pihak pemberi siaran pers dan tidak merepresentasikan kebijakan editorial KAORI.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses