Jepang dan Republik Rakyat Demokratik Korea, atau lebih dikenal sebagai Korea Utara adalah negara yang memiliki hubungan yang tidak terlalu baik. Di mata orang Jepang, Republik Rakyat Demokratik Korea dianggap sebagai negara yang berbahaya, terutama dengan ambisi nuklirnya dan kasus penculikan sejumlah warga Jepang di masa lalu. Berdasarkan polling dari BBC pada tahun 2014 lalu, disebutkan bahwa 91% warga Jepang memandang Republik Rakyat Demokratik Korea secara negatif, dan hanya 1% yang memandang secara positif.
Sementara itu di mata orang Korea, Jepang adalah bangsa penjajah yang telah banyak menyiksa dan menginjak-nginjak bangsa Korea di masa lalu, terutama pada masa penjajahan Jepang atas Korea yang berlangsung pada tahun 1910 hingga 1945.
Namun pandangan negatif terhadap negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un itu tidak sepenuhnya berlaku bagi para Sengun Joshi, sebuah komunitas kecil penggemar Republik Rakyat Demokratik Korea di Jepang.
Sebagaimana sempat diberitakan sebelumnya, Sengun Joshi, atau Wanita Songun, adalah kumpulan sejumlah warga Jepang yang menggemari budaya Republik Rakyat Demokratik Korea. Nama Sengun Joshi, atau Wanita Songun sendiri diambil dari kebijakan Songun atau Military First Policy yang dicanangkan oleh mendiang Kim Jong Il, mantan pemimpin Republik Rakyat Demokratik Korea, yang juga adalah ayah dari Kim Jong Un yang kini memimpin negara tersebut. Yang menarik, kebanyakan anggota dari Sengun Joshi ini adalah wanita-wanita muda.
Hubungan Jepang dengan Republik Rakyat Demokratik Korea yang kerapkali buruk tersebut membuat para Sengun Joshi ini dipandang secara miring oleh sebagian warga Jepang. Tak jarang mereka mendapat cemoohan, bahkan ujaran kebencian, terutama dari kaum sayap kanan, bahkan terkadang juga sulit mencari pekerjaan. Bahkan menurut laman Sputnik News, para Sengun Joshi ini juga sempat dituduh sebagai mata-mata.
Menanggapi berbagai tuduhan dan perlakuan tak sedap tersebut, para Sengun Joshi mengaku bahwa ketertarikan mereka terhadap negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un tersebut hanya terbatas pada budaya saja, dan tidak ada hubungannya dengan politik. Bahkan mereka mengaku sangat menentang kebijakan politik Republik Rakyat Demokratik Korea yang mereka anggap membahayakan keamanan negara Jepang, sebagaimana warga Jepang pada umumnya memandang negara tersebut. Meskipun begitu, para Sengun Joshi memandang bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea bukanlah hanya soal Kim Jong Un dan kroni-kroninya saja, melainkan lebih kompleks dari itu, dan tidak hitam putih.
Chunhun, penggagas dari komunitas Sengun Joshi
Ambil contoh, Chunhun, seorang ilustrator lepas, yang juga merupakan salah seorang penggagas Sengun Joshi ini yang turut mengecam kebijakan-kebijakan negatif yang diambil oleh pemerintah Republik Rakyat Demokratik Korea. Meskipun begitu dirinya juga menyayangkan “kebencian buta” yang diperlihatkan oleh sebagian rakyat Jepang, dan menganggap bahwa di Republik Rakyat Demokratik Korea juga “ada banyak orang baik di sana, dan mereka tak bisa disalahkan atas apa yang dilakukan pemimpin mereka.”
Tidak semua anggota Sengun Joshi bersedia menampilkan identitas atau wajah mereka di hadapan publik
Chunhunpun tidak sendirian. Sejumlah warga Jepang juga sepakat dengannya, dan turut bergabung menjadi anggota Sengun Joshi. Umumnya mereka kerap kali mengadakan pertemuan khusus wanita atau joshikai, di mana mereka kerap kali mengobrol bersama mengenai berbagai topik, termasuk mengenai Republik Rakyat Demokratik Korea. Yang menarik, kebanyakan anggota dari komunitas ini adalah wanita-wanita muda. Meskipun begitu, akibat dari pandangan miring sejumlah warga Jepang terhadap Republik Rakyat Demokratik Korea membuat tidak semua anggota Sengun Joshi berani menampilkan identitas atau wajah mereka di hadapan publik.
Yang menarik, dalam setiap pertemuan yang mereka gelar, bukan cuma mengobrol saja, namun juga menggelar konser, di mana sejumlah wanita-wanita muda menyanyikan lagu-lagu dari Moranbong Band, sebuah grup idola yang dibentuk oleh Kim Jong Un pada tahun 2012 lalu, memamerkan produk-produk dari Republik Rakyat Demokratik Korea seperti kosmetik untuk wanita (yang kebanyakan dibeli dari Dandong, Tiongkok), hingga bercosplay menjadi Tentara Rakyat Korea. Yang juga tak kalah menariknya, ternyata bukan hanya wanita, namun juga ada sejumlah pria di antara para pecinta budaya Republik Rakyat Demokratik Korea tersebut.
Salah satu ibu muda berumur 23 tahun yang tidak ingin disebut namanya juga termasuk dalam kaum Sengun Joshi. Dirinya mengaku bahwa pandangannya terhadap negara itu berubah setelah dirinya mengunjungi negara tersebut.
Sebagaimana orang Jepang pada umumnya, ia sebelumnya memandang Republik Rakyat Demokratik Korea secara negatif. Namun justru karena itulah yang membuatnya tertarik mengujungi negara tersebut, hingga kini ‘matanya telah terbuka.’
Meski dirinya menganggap bahwa apa yang dilihatnya selama berkunjung ke Republik Rakyat Demokratik Korea hanyalah ‘hal-hal yang boleh diperlihatkan,’ namun dirinya tetap terkesan dan cukup merubah pandangannya atas negara tersebut. Ia juga mengakui bahwa para pemandu, bahkan Tentara Korea yang mendampinginya selama perjalanan cukup ramah dan bersahabat, tidak seperti stereotip yang selama ini dipikirkannya. “Sejak saat itu saya sadar bahwa mereka jugalah manusia,” Akunya, sebagaimana dilansir dari The Japan Times.
Sebagaimana para anggota komunitas penggemar budaya Republik Rakyat Demokratik Korea lainnya, dirinya juga mengecam sejumlah kebijakan-kebijakan kontroversial dari pemerintah Republik Rakyat Demokratik Korea, terutama hal-hal yang dianggapnya sebagai provokasi militer.
“Saya harap semua permasalahan di Korea bisa berakhir dengan damai. Dan saya harap, suatu hari warga Jepang bisa menjadi masyarakat yang lebih terbuka dan tidak akan mendiskriminasi sesamanya hanya karena kita menyukai Republik Rakyat Demokratik Korea,” ungkap sang ibu muda.
KAORI Newsline | Photo Courtesy of Reuters