Legend of Heroes: Sen no Kiseki (atau Trails of Cold Steel, kalau Anda penganut “sudah bahasa inggris kok masih pake nama jepangnya”) adalah sebuah game RPG kenamaan karya Nihon Falcom. Game ini pertama kali rilis di platform PS3 dan PS Vita pada tahun 2013 silam. Versi bahasa Inggrisnya diterjemahkan oleh XSEED dan rilis pada tahun 2015. Pada tahun 2017 silam, versi bahasa Inggris untuk PC dirilis dan didistribusikan melalui platform Steam. Selain itu, versi bahasa inggris untuk PC bagian kedua dari Sen no Kiseki juga baru saja rilis di Steam pada Februari 2018 lalu.
Cerita dari seri kesebelas Legend of Heroes kali ini menceritakan tentang petualangan Rean Schwarzer beserta teman-temannya di Class VII dari Thors Military Academy. Class VII adalah program baru dari sekolah militer kenamaan Erebonia Empire. Berbeda dengan kelas di Thors yang umumnya dibagi antara kelas bangsawan dan rakyat jelata, Class VII merupakan kelas khusus yang tidak memandang strata sosialnya. Selain itu, Class VII memiliki mata pelajaran khusus yang berupa studi lapangan di berbagai kota di Erebonia. Beserta teman-temannya, Rean melakoni kehidupannya sebagai siswa sekolah di Thors. Selain itu, Class VII juga diberikan tugas khusus yaitu menguak misteri dari Gedung sekolah lama Thors yang ternyata merupakan sebuah labirin misterius.
Saya benar-benar baru mengetahui fakta bahwa Sen no Kiseki ada di Steam kira-kira seminggu setelah bulan puasa berjalan. Sebagai penggemar genre RPG, tanpa ragu-ragu saya tekan saja tombol “beli”. Setelah memainkan saga sebelumnya, yaitu Sora no Kiseki (atau Trails in the Sky), saya meyakini bahwa pengalaman bermainnya akan sepadan dengan bandrolan Rp270.000,-nya (sebelum diskon), karena based Nihon Falcom yang memang tidak diragukan keahliannya dalam menggarap seri RPG.
Di tengah keseharian saya melakoni pekerjaan dan ibadah puasa, saya rela mengorbankan waktu tidur saya sebelum sahur untuk menyelesaikan gamenya. Mengingat kalau sekuelnya juga ternyata sudah rilis, saya sudah menghabiskan 20+ jam dalam gamenya agar segera dapat memainkan sekuelnya, karena ada fitur load from previous game yang mewajibkan pemain untuk menyelesaikan game sebelumnya sebelum berlanjut ke seri yang lain.
Just Like Grandma’s Cooking

Melihat dari keseluruhan gamenya, Sen no Kiseki dapat dikatakan memiliki formula yang sama dengan Sora no Kiseki. Dari segi penuturan cerita dan gameplay, Sen no Kiseki menggunakan resep yang sama persis. Resep paten Nihon Falcom dalam menggarap RPG-nya terkadang menimbulkan persepsi bahwa semua gamenya akan sama saja.
Sen no Kiseki, walau dimasak dengan resep yang sama, ternyata memiliki sensasi yang berbeda. Tingkat kedalaman karakter dan cerita dari tiap saga adalah penyebab utama tiap RPG Nihon Falcom memberikan rasa familiar namun tidak terasa basi di tiap-tiap gamenya.
Interaksi antarkarakter yang lebih intim di Sen no Kiseki juga menjadi faktor yang cukup menonjol di dalam gamenya. Proses Bonds yang muncul di Sen no Kiseki mirip dengan pola pengembangan karakter seri Persona dari Atlus. Sen no Kiseki memberikan kesempatan pada pemain agar dapat mendalami hubungan yang lebih erat dengan karakter yang muncul di dalamnya dengan event-event khusus di luar alur cerita utama. Selain untuk menarik fokus pemain ke hubungan antar karakter, meningkatkan Bonds antarkarakter juga menunjang dalam proses battlenya. Sen no Kiseki selain memberi pengalaman intim antar karakter kepada pemain, juga memberikan bonus di dalam battle apabila pemain memilih untuk menginvestasikan waktunya untuk menyelam lebih dalam pada tiap-tiap karakternya.
BGM dan soundtrack dari RPG Nihon Falcom juga menjadi faktor penting dari tiap gamenya. Lagu yang sangat menunjang tema dari tiap seri membuat Nihon Falcom menjadi trendsetter dalam lagu-lagu dalam game RPG. Sen no Kiseki juga tidak terkecuali. Lagu-lagu di Sen no Kiseki selain enak didengarkan secara biasa, juga sangat pas di setiap adegan yang muncul di dalam gamenya. Namun perlu saya akui walaupun tetap enak, lagu di Sen no Kiseki masih kalah asik dibandingkan dengan saga sebelumnya, Sora no Kiseki.

Grafis dari Sen no Kiseki juga sudah menganut 3D. Mengingat bahwa Sen no Kiseki muncul pertama kali di PS3, hal ini adalah peningkatan yang cukup signifikan dibanding dengan Sora no Kiseki yang menggunakan grafis 2D sprite. Meskipun begitu, gameplaynya tidak berubah banyak. Permainannya persis seperti game-game terdahulunya sehingga para pemainnya akan langsung memahami cara untuk memainkannya.
Bagi saya yang sekarang sudah memiliki kesibukan tetap, fitur pilihan tingkat kesulitan yang dihadirkan membantu saya. Ada 4 opsi kesulitan dari Mudah bagi orang yang hanya ingin tahu ceritanya saja (seperti saya) hingga opsi Nightmare bagi orang yang ingin ditantang oleh gamenya. Opsi easy menambah nilai kesenangan saya saat bermain Sen no Kiseki.
New isn’t Always Good.

Setelah 20+ jam dalam gamenya, saya menemukan beberapa hal yang menurut saya menjadi sebuah hambatan untuk mendapatkan kesenangan maksimum dalam cerita Rean dan Class VII.
Yang pertama adalah sistem Bonding yang menurut saya memiliki kesamaan dengan sistem S.Link di seri Persona. Sekilas fitur ini memang memberikan kedalaman karakter yang lebih baik. Namun, berbeda dengan seri Persona, ternyata mustahil untuk menyelesaikan semua event bonding yang ada dalam satu kali playthrough. Saya membaca walkthrough yang beredar dan ternyata benar, Bonding event yang ada tidak dapat diselesaikan dalam satu kali permainan. Jika pemain adalah seorang completionist, hal ini memaksa pemain untuk melakukan New Game+ demi mendapatkan Steam Achievement yang ada.
Hal yang kurang menyenangkan yang lainnya adalah sistem baru Orbal Arts yang ada di dalam gamenya. Berbeda dengan Sora no Kiseki, Orbal Arts yang ada dalam Sen no Kiseki memanfaatkan sistem Master Quartz. Sistem ini mampu memberikan bonus yang lebih besar dan fleksibilitas yang lebih baik dibanding dengan Combat Orbment versi sebelumnya. Sayangnya, untuk memaksimalkan Master Quartz, pemain perlu melakukan leveling. Walaupun RPG Nihon Falcom terkenal dengan fitur adaptive exp gain yang dapat mengurangi waktu leveling, Master Quartz menambah PR pemain untuk melakukan grinding.
Hal terakhir yang saya kurang sukai adalah sebagai seorang main protagonist, Rean memiliki aura “protagonis generik”. Sosok Rean Schwarzer sebagai pemeran utama dalam gamenya sekilas memiliki penyakit klasik protagonis RPG yang saya sebut sebagai “terlalu standar”. Untuk ukuran pemeran utama, sifat dari Rean terkesan Goody Two-shoes, tidak memiliki nilai unik tersendiri apabila disandingkan dengan karakter utama dari RPG lain. Untungnya, kedalaman sosok Rean terus ditempa melalui sekuelnya sehingga karakternya menjadi menarik dari segi narasinya dan tidak sekedar menjadi “Protagonis” dalam gamenya.
Penutup
Legend of Heroes: Sen no Kiseki adalah sebuah RPG klasik dengan gaya yang baru. Nihon Falcom tetap staying faithful dengan formula RPG-nya yang khas namun tetap terus melakukan inovasi agar tetap memberikan pengalaman yang mengasyikkan di setiap serinya. Gamenya dapat dibeli di PC melalui platform Steam dengan harga Rp270.000,-. Sekuelnya juga barusan terbit awal 2018 ini dengan harga yang sama. Jangan lupa, sebelum memainkan Sen no Kiseki II selesaikan prekuelnya agar dapat melakukan load from previous game.
KAORI Newsline | Ditulis oleh Naufalbepe | Penulis adalah penikmat RPG sekaligus pemain GBF kelas kelurahan yang sekarang bekerja sebagai kemitraan beberapa kontraktor lokal di Jawa Timur.