Pada hari Minggu (18/8), Screenplay Films dan BumiLangit Studio telah mengumumkan proyek Jagat Sinema BumiLangit Jilid 1 ke publik di atrium Plaza Senayan. Hal-hal yang diumumkan dalam acara tersebut termasuk tujuh judul film yang dalam kurun enam tahun ke depan rencananya akan menyusul Gundala sebagai pembuka Jagat Sinema ini yang mulai tayang tanggal 29 Agustus; serta jajaran 19 aktor dan aktris yang diramaikan oleh bintang-bintang ternama seperti Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, dan Joe Taslim, untuk memerankan berbagai tokoh jagoan, pendekar, ataupun penjahat di film-film itu.
Jagat BumiLangit tidak sendiri dalam mengembangkan jagat sinema, atau seri film yang saling terhubung (shared universe) dalam ranah perfilman Indonesia. Satria Dewa Studio, Magma Entertainment, dan Caravan Studio juga tengah mengembangkan seri film Jagad Satria Dewa berdasarkan tokoh-tokoh pewayangan, yang rencananya akan dibuka dengan film Satria Dewa Gatotkaca di tahun 2020, dilanjutkan dengan tujuh film lainnya hingga 2028.
Bicara soal jagat sinema, Marvel Cinematic Universe (MCU) yang dibangun dari tokoh-tokoh komik Marvel bisa dibilang merupakan patokan kesuksesan dari model ini. Dari 2008 hingga 2019, proyek MCU telah (relatif) lancar mengeluarkan 23 film (dan masih akan berlanjut), sembilan di antaranya memperoleh pendapatan lebih dari US$ 1 miliar dari seluruh dunia, dengan Avengers: Infinity War (2018) dan Avengers: Endgame (2019) bahkan memperoleh lebih dari US$ 2 miliar. Secara keseluruhan, film-film MCU telah memperoleh lebih dari US$ 22,5 miliar.
Sejak The Avengers (2012) menjadi film MCU pertama yang menembus angka US$ 1 miliar, sejumlah studio lain di Hollywood juga mencoba membuat jagat sinema mereka sendiri, misalnya ada Warner Bros. dengan jagat sinema berdasarkan tokoh-tokoh komik DC, jagat MonsterVerse dari Legendary dan Warner Bros. berdasarkan makhluk-makhluk film kaiju Toho dan King Kong, atau Dark Universe yang berusaha menghadirkan kembali tokoh-tokoh film monster klasik studio Universal Pictures.
Tapi tidak semua proyek jagat sinema itu berlangsung dengan mulus. Dark Universe mati suri setelah film pertamanya, The Mummy (2017) tidak mendapat sambutan yang memuaskan dari kritikus dan pasar. Padahal sebelum The Mummy tayang, Universal telah mengumumkan sederet judul film yang akan dibuat sebagai bagian dari Dark Universe, pembentukan tim kreatif yang menangani cerita dan tengah memproduksi naskah-naskah untuk film-film berikutnya, hingga sejumlah bintang tenar seperti Angelina Jolie dan Johnny Depp yang akan memerankan sosok-sosok Pengantin Frankenstein dan Manusia Tembus Pandang di film yang akan datang, lengkap dengan logo yang apik, video promosi yang sekaligus memperkenalkan sejarah film monster klasik Universal, dan juga situs web khusus. Universal nampaknya masih tertarik untuk membuat film-film baru berdasarkan tokoh-tokoh monster klasik mereka, tetapi dengan pendekatan yang berbeda dari yang direncanakan Dark Universe sebelumnya, dan tim kreatif yang tadinya mengampu jagat sinema ini seperti Alex Kurtzman (sutradara The Mummy) juga telah hengkang dari proyek ini.
Setidaknya video promonya menjadi iklan yang keren untuk BD film-film monster klasik Universal.
Sementara itu, jagat sinema DC sempat tertatih-tatih sebelum memiliki pijakan yang lebih enak sekarang. Jagat sinema ini masih akan terus berlanjut setelah Aquaman (2018) menjadi film pertamanya yang berhasil menembus angka US$ 1 miliar, namun beberapa film yang awalnya sempat direncanakan menjadi bagian dari jagat sinema ini seperti The Flash dan Cyborg belum jelas kabarnya, sedangkan beberapa ide yang baru muncul belakangan seperti Birds of Prey justru telah mulai diproduksi. Rencana awal Sony dengan seri The Amazing Spider-Man dan Sinister Six juga kandas bersama The Amazing Spider-Man 2 (2014), sebelum kesuksesan Venom (2018) nampaknya memberi harapan baru bagi Sony untuk membuat jagat sinema sendiri dari tokoh-tokoh Spider-Man, yang terpisah dari Spider-Man sendiri yang kini dikolaborasikan dengan MCU.
Konon kesuksesan itu seperti gunung es, dan saya rasa ini berlaku juga dengan MCU. Kita mungkin sudah terbiasa dengan melihat Marvel Studios mengumumkan daftar lengkap film-film yang hendak mereka buat dalam jangka waktu beberapa tahun, seperti ketika di San Diego Comic Con tahun ini mereka mengumumkan lima judul film dan lima seri eksklusif layanan streaming Disney+ untuk “Fase 4” antara tahun 2020-2021. Tapi pengumuman rencana yang rapi dan keuletan eksekusi rencana tersebut merupakan pucuk gunung es yang nampak di permukaan saja.
Yang mungkin kurang diingat oleh publik, pada awal-awal pembentukannya MCU belum memiliki rencana serapih sekarang. Ada opsi-opsi lain yang sempat dipertimbangkan sebelum akhirnya yang siap untuk dijalankan di awal adalah Iron Man (2008, 2010), Thor (2011), dan Captain America (2011) (Hulk adalah kasus unik). Sementara ide-ide lain yang akhirnya belum siap dieksekusi saat itu kemudian ditunda ke fase-fase berikutnya saat persiapannya sudah lebih matang, misalnya Ant-Man (2015) dan Black Panther (2018). MCU juga butuh waktu sebelum menjadi mesin yang beroperasi dengan mulus dan konsisten seperti terlihat sekarang. Namun kesannya berbagai pihak kemudian ingin langsung “loncat” ke titik ketika MCU sudah di Fase 2 dan seterusnya.

Saya bukannya ingin skeptis terhadap usaha membuat jagat sinema dalam industri perfilman Indonesia. Saya sendiri akan merasa senang jika kelak jagat-jagat sinema ini memang sanggup menjadi pesaing lokal terhadap dominasi MCU, apalagi kalau bisa menjadi media kreativitas dan sumber penghasilan yang berkelanjutan bagi pekerja industri film tanah air. Tapi mengingat pengalaman-pengalaman perkembangan jagat sinema dalam beberapa tahun terakhir, saya berusaha untuk membatasi ekspektasi saya dalam taraf yang wajar. Mengumumkan seabrek rencana film dengan deretan bintang ternama tidak otomatis menjadi jaminan kesuksesan suatu jagat sinema.
Gundala dan Gatotkaca masih akan menjadi ujian pertama bagi masing-masing jagat sinema lokal itu sebelum berlanjut ke film-film selanjutnya, dan mungkin ada baiknya kita tetap berfokus ke apakah film-film itu mampu menggaet dedikasi penonton dengan sendirinya dulu. Dan saya rasa tidak ada salahnya untuk belajar tidak hanya dari kesuksesan MCU (dan mungkin MonsterVerse yang mendapat sambutan cukup baik), namun juga dari kegagalan dan kesulitan yang dialami jagat sinema lain untuk mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang mungkin bisa muncul. Mari tetap berharap, tetapi dengan terukur.
KAORI Newsline | Oleh Halimun Muhammad | Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.