Riset: Kemono Friends Berhasil Tingkatkan Kepedulian Pelindungan Satwa

0
(© Kemono Friends Project A)

Kesadaran akan ancaman kepunahan satwa dan perubahan iklim menjadi isu sentral yang terus digaungkan oleh masyarakat milenial. Hal tersebut, tentu saja disebabkan oleh peran media yang telah menjadikan aksi kepedulian terhadap lingkungan satwa menjadi suatu hal yang serius dan harus ditangapi dengan cepat karena memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap pola perilaku manusia. Berbagai penelitian terus dikembangkan tentang bagaimana suatu media dapat mempengaruhi tingkat kesadaran penonton untuk termotivasi dalam suatu pesan yang terkandung didalamnya.

Anime Kemono Friends adalah serial yang terbilang cukup populer di Jepang, dan mungkin saja juga populer di negara lain. Hal ini mendorong sekelompok peneliti untuk meneliti lebih lanjut efek yang ditimbulkan dari anime bertema “sahabat satwa” ini terhadap rasa kepedulian terhadap konservasi satwa kepada para penontonnya. Penelitian ini dilakukan oleh sekelompok peneliti yang yang berasal dari berbagai latar belakang, yaitu Yuya Fukano dari Universitas Tokyo, Masafumi Soga dari Lembaga Penelitian Tokyo, dan juga Yosuke Tanaka dari Kebun Binatang Tama, serta beberapa staf pendukung lainnya.

Grafik 1

Penelitian dilakukan di 3 kebun binatang terkenal di tokyo yaitu kebun binatang Ueno, kebun binatang Maruyama, dan kebun binatang Higashiyama. Metode sampling yang diuji mengunakan indikator sumbangan pertahun dengan kategori yang variatif, yaitu 10 ribu, 5 ribu, atau 500 yen per tahun masing-masing untuk orang dewasa, universitas atau sekolah menengah dan siswa dasar atau anak-anak. Tentu saja sumbangan ini juga disertai dengan pemberian bundle item koleksi khusus, seperti pamflet yang dapat dikoleksi dengan stamp dan juga tiket terusan memasuki kebun binatang. Waktu penelitian dilakukan dari tahun 2014 – 2018.

Lalu, bagaimanakah dengan hasil penelitiannya?

Grafik 2

Dari grafik ini, terlihat 30 spesies binatang yang tampil secara reguler di serial Kemono Friends telah mendapat perhatian yang lebih banyak dari 129 spesies lain yang tidak tampil dalam serial tersebut. Studi ini menunjukan bahwa kolaborasi kebun binatang dan animasi tentang binatang dapat memiliki dampak yang signifikan pada minat publik terhadap kelestarian satwa, termasuk yang terancam habitatnya. Sehingga, hal tersebut juga dapat meningkatkan tingkat pendanaan secara sukarela bagi konservasi exsitu yang terdapat di Jepang.

Grafik 3

Dari skema tersebut terlihat adanya pengaruh yang berkaitan antara tiga stakeholder yang berkaitan satu sama lain. Media yang menjadi garda terdepan dalam kampanye pelestarian satwa mendapat berbagai tingkatan reaksi yang berbeda bagi penonton dan juga upaya kampanye yang dilakukan oleh pengelola konservasi ex-situ (kebun binatang) maupun in-situ (habitat aslinya). Media yang menampilkan beberapa dokumenter interaksi hewan satwa sering kali dipandang teralu serius dan memiliki derajat hiburan yang rendah dibandingkan dengan media yang menampilkan hewan yang dianimasikan, sehingga catatan penonton yang diserap biasanya dalam kelompok umur dewasa. Dengan pesatnya perkembangan industri animasi di seluruh dunia, animasi telah menjadi salah satu bentuk hiburan dunia yang paling populer dan juga telah dianggap sebagai media populer untuk mengirimkan informasi (Wright 2013).

Namun, tidak semua animasi dapat secara langsung meningkatkan rasa kepedulian bagi penonton akan kesadaran tentang ancaman kepunahan satwa langka. Dalam penelitian ini, ada beberapa animasi lain yang menjadi pembanding yaitu Dumbo (1941), The Lion King (1994), Princess Mononoke (1997), Madagaskar (2005), Kung Fu Panda (2008), dan Zootopia (2016). Namun dari semua animasi pembanding yang disebutkan, tidak ada satupun yang memliki efek lebih signifikan dibanding dengan Kemono Friends yang lebih edukatif dalam mengenalkan satwa – satwa yang di dalamnya, sambil tidak melupakan dari konten hiburan yang diberikan. Adapun terdapat catatan khusus dalam film Dumbo, di mana adegan ketika Dumbo disiksa dalam kandang sirkus mempunyai titik emosional tersendiri bagi para penonton. Namun hal itu mempengaruhi publik terhadap perhatian mereka kepada satwa. Sehingga pada tahun – tahun setelah pemutaran Dumbo, sirkus masih menjadi hiburan yang umum bagi masyarakat di dunia. Meskipun begitu, pada tahun tersebut masih ditemukan perlakuan yang kasar terhadap satwa di dalam sirkus.

Bukan tidak mungkin, Indonesia dapat melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Jepang dalam upaya peningkatan fundraising untuk menyelamatkan satwa yang terancam punah. Lagipula, banyak sekali satwa – satwa endemik di Indonesia yang lebih beragam dan indah yang membutuhkan perhatian lebih oleh kita.

KAORI Newsline

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses